SELAMAT HARI RAYA IDUL FITRI 1433 H.
MOHON MAAF LAHIR & BATIN.
MOHON MAAF LAHIR & BATIN.
Gambar 1.
Seorang
wanita berusia lanjut yang menyediakan jasa "membawakan belanjaan
dengan cara digendong" sedang bekerja di Pasar Tradisional "Gang Baru"
Semarang.
Gambar 2.
Seorang wanita penyedia jasa "gendong belanjaan" lainnya tampak sedang akan menggendong barang belanjaan milik konsumennya di
Pasar Tradisional "Gang Baru" Semarang. Uang jasa yang diterimanya adalah Rp 10.000 untuk sekali jalan.
Gambar 3.
Ibu Suadi penjual "Es Gempol
Plered" sejak lebih dari 30 tahun lalu di Pasar Tradisional "Gang Baru" Semarang.
--------------------
Libur panjang ---------- seperti libur
Lebaran kali ini ---------- selain menjadi kesempatan yang baik untuk bersilaturahmi dengan sanak saudara dan handai taulan, juga merupakan saat yang baik untuk menemani anak supaya lebih
akrab dengan hal-hal yang sifatnya tradisional. Misalnya, "piknik" ke pasar tradisional.
Seperti sudah ditulis dalam blog ini sebelumnya, "piknik" ke pasar tradisional (sekalian sambil belanja juga) dapat melatih anak untuk secara
langsung untuk berani bersosialisasi sambil belanja, dengan
ngobrol-ngobrol dengan para penjual yang ada di pasar.
Di Pasar Tradisional "Gang Baru" Semarang misalnya,
anak bisa berkenalan dengan Ibu Suadi yang bangga dengan pekerjaannya sebagai pembuat dan penjual "Es Gempol
Plered". Di sini, anak belajar bahwa orang harus bangga dengan apa yang dikerjakannya, karena itu merupakan wujud rasa syukur kepada Tuhan Yang Mahaesa atas anugerah "jalan hidup / jalan rejeki" yang diberikan-Nya.
Ibu Suadi asli Semarang, tetapi "Es Gempol Plered" ini diakuinya berasal dari Solo. Beliau bercerita bahwa dulu di dekat rumahnya tinggal orang asal Solo yang berjualan "Es Gempol Plered". Dan ketika Ibu Suadi harus mulai mencari nafkah, maka dia belajar membuat dan berjualan "Es Gempol Plered" yang akhirnya ditekuninya sampai sekarang. Anak bisa belajar bahwa orang bisa belajar dari orang lain, dan kemudian menerapkan apa yang dipelajarinya itu untuk dirinya sendiri.
"Es Gempol Plered" buatan Ibu Suadi
dibuat dari tepung beras.Harga "Es Gempol Plered"
yang dijual di Pasar Tradisional "Gang Baru" Semarang Rp 4.000 per mangkok. Kuahnya dibuat dari santan
---------- santan ini sengaja tidak dimasak / tidak direbus, supaya tidak jadi berminyak ---------- yang dicampur dengan air
matang / air yang sudah direbus, dan diberi bubuk gula halus (kelihatan seperti tepung). Ada pengetahuan praktis yang dipelajari anak di sini. Bahwa santan kelapa kalau direbus akan "keluar" minyaknya. Jadi, supaya tidak berminyak, santan jangan direbus.
Di Pasar Tradisional "Gang Baru" Semarang ini Ibu Suadi juga menjual "Gempol Plered"
dalam kantong-kantong plastik ---------- tanpa kuah ---------- untuk dibawa pulang pembeli. Harganya Rp 6.000 selama menjelang Lebaran ---------- karena harga kelapa untuk membuat santan naik ----------.Kalau tidak menjelang Lebaran, harganya Rp 5.000 per kantong plastik. Ada hal yang bisa "dirasakan" oleh anak : harga-harga itu ber-fluktuasi. Dan kenaikan salah satu barang ---------- dalam hal ini harga kelapa untuk bahan membuat santan ---------- akan membuat harga barang lain ---------- dalam hal ini "Es Gempol Plered" ---------- ikut naik. Anak secara sederhana dan praktis sudah belajar tentang (ilmu) Ekonomi.
Ibu Suadi mengatakan bahwa beliau setiap hari ----------
selain membuat dan berjualan di Pasar Tradisional "Gang Baru" Semarang
---------- juga
memasok "Es Gempol Plered" ---------- tetapi hanya berupa "Gempol" yang
berwarna putih berbentuk bulat seperti bakso, dan "Plered" yang berwarna
merah berbentuk lembaran potongan kecil, tanppa kuah ---------- kepada
seorang penjual makanan / minuman di salah satu mall terkenal di Semarang. Sehari, Ibu Suadi
menyetorkan 300 butir Gempol (putih) seharga Rp 50.000 dan 200 potong Plered
(merah) seharga Rp 30.000. Di mall itu, "Es Gempol Plered" buatan Ibu Suadi ini dijual
lagi ---------- oleh orang lain, yaitu pemilik stand makanan / minuman di mall itu ---------- dengan kuah susu kedelai. Harga jualnya di mall lebih mahal daripada di Pasar Tradisional "Gang Baru" Semarang. Harga di mall adalah Rp 10.000 per mangkuk. Kalau ditambah durian, harganya jadi Rp 15.000 per mangkuk. Dari cerita ini, anak bisa belajar tentang macam-macam saluran penjualan
: ada barang yang langsung dijual sendiri kepada pembeli, ada barang
yang dijual kepada penjual lainnya yaitu pemilik stand makanan / minuman
di mall.
----------
Gambar 4.
Seorang ibu penjual tahu di Pasar Tradisional "Gang Baru" Semarang.
Gambar 5.
Penjual rempah-rempah di Pasar Tradisional "Gang Baru" Semarang.
Gambar 6.
Penjual bumbu dapur di Pasar Tradisional "Gang Baru" Semarang.
Gambar 7.
Penjual pecel di Pasar Tradisional "Gang Baru" Semarang.
Gambar 8.
Keramaian di tengah Pasar Tradisional "Gang Baru" Semarang.
Foto-foto di atas dbuat pada tanggal 18 Agustus 2012 (sehari sebelum Hari Raya Idul Fitri 1433H)
--------------------
Selamat menemani anak.
Selamat mengajak anak untuk lebih
mengenal kegiatan-kegiatan yang sifatnya tradisional ---------- sebagai pelengkap
wawasan / pengetahuan ---------- misalnya dengan mengajak belanja dan
"menikmati" suasana di pasar tradisional. Ini juga sekaligus meningkatkan "ketrampilan sosialnya" (berkenalan dengan orang
lain secara sopan, menghargai profesi / pekerjaan orang lain (asalkan halal),
berpikiran "terbuka" terhadap hal-hal di luar "dunia
rutinitas"-nya, dan lain-lain).
"Menemani Anak = Mencerdaskan
Bangsa"
-----o0o-----
Foto dan tulisan oleh Constantinus
Johanna Joseph. Ilmuwan Psikologi anggota Himpunan Psikologi Indonesia nomor
03-12D-0922. Sarjana di bidang Ilmu Alam dan Sarjana di bidang Ilmu Sosial.
Magister Manajemen di bidang Marketing, Praktisi Psikologi Industri, dan
Praktisi Perbankan.