Satu hari menjelang
Lebaran tahun ini, ternyata dua buah kran air di rumah
rusak. Pertama, kran air di kamar mandi luar tidak bisa
“ditutup”. Kedua, kran air di tempat cuci piring tidak bisa dibuka.
Padahal, di hari-hari
seperti ini, mencari tukang pipa sudah sulit. Sudah pada pulang kampung.
Pada mulanya,
kerusakan ini tidak dilihat sebagai masalah. Tetapi setelah
rusak selama tiga hari, hal ini terasa mulai semakin mengganggu : mengangkut
air dari satu tempat ke tempat lain ----- meskipun masih dalam satu rumah -----
menggunakan ember jelas tidak praktis.
(Kondisinya
begini : karena kran air di
kamar mandi luar rusak /
tidak dapat "ditutup",
air mengalir terus
lewat kran ini. Sementara
itu, air tidak dapat
mengalir lewat kran lain -----
di kamar mandi dalam ----- karena letak kran di sini lebih tinggi. Itu sebabnya jadi ada kegiatan baru kalau kran air yang rusak tidak segera diganti /
diperbaiki : yaitu mengangkut air
memakai ember
dari kamar mandi luar ke kamar mandi dalam. Selain itu, juga harus mengangkut
air dari kamar mandi luar ke tempat cuci piring).
Maka diambil keputusan
: kran-kran air yang rusak harus segera diganti.
----------
Memperbaiki kran air
sebenarnya sederhana saja : cuma beli kran baru, lalu dipasang menggantikan
kran lama (yang rusak). Gampang.
Tapi,
itu 'kan konsepnya ! Itu 'kan cuma teori !
----------
Nah, kesempatan darurat seperti ini juga dapat
dijadikan momen yang tepat untuk
mengajarkan kepada anak bahwa konsep dan
teori tentang mengganti kran air memang
perlu. Tetapi itu saja belum cukup. Orang
juga harus menguasai teknis dan
penerapannya supaya kran air itu benar-benar bisa berjalan normal (=
diganti baru).
----------
Nilai-nilai
(value) yang terkandung dalam kegiatan (sederhana) seperti
memperbaiki
/ mengganti kran air ini dituliskan di sini, dengan maksud agar kita semua
sebagai orang tua dapat menemani dan
mengarahkan anak dengan benar : bukan hanya selalu berpikir sampai pada konsep dan teori saja, tetapi harus
bisa / berani bertindak secara teknis.
Ini didasarkan pada pengalaman nyata dalam pekerjaan
sehari-hari di berbagai perusahaan. Sebagai seorang Praktisi Psikologi Industri
dan Ilmuwan Psikologi, saya melihat
kenyataan selama bertahun-tahun bahwa ada banyak orang yang pandai tetapi ke-pandai-an
itu baru sebatas pada konsep
dan teori semata. Akibatnya, mereka ini hanya pandai berteori tetapi tidak bisa bertindak dalam menyelesaikan
masalah, baik dengan tangannya sendiri /
secara langsung maupun lewat tangan
orang lain. Sebab, kalau mengerjakan sendiri memang tidak bisa. Tetapi
kalau dengan perantaraan tangan orang lain, maka arahan-arahan yang diberikan tidak bisa diterapkan karena dia
memang tidak menguasai teknis /
aplikasinya.
Saya tidak boleh
mem-vonis bahwa masa kecil mereka itu pasti tidak pernah didampingi orang tuanya untuk berpikir tidak hanya teori / konsep tetapi
seharusnya juga yang sifatnya teknis /
bisa diterapkan langsung. Tetapi kalau kita melihat bahwa kehidupan itu adalah suatu kontinum, maka
masa kecil / kanak-kanak juga mewarnai bagaimana
orang kelak ketika menjadi dewasa.
--------------------
Saya melihat dulu, apa
yang rusak dengan kran di kamar mandi luar dan kran di tempat cuci piring. Untuk bisa
tahu itu, saya harus melepas kran
di kamar mandi luar dan kran di tempat cuci piring.
Nah, untuk melepas / membuka kran itu saja sudah
ada masalah teknis / terapan yang
harus dipecahkan : pakai alat apa ?
Kalau dengan tangan
kosong / tanpa alat, jelas tidak mungkin
/ tidak kuat. Kalau dengan kunci pas, saya tidak punya. Kalau dicoba dengan
tang, ternyata tang-nya kurang besar. Harusnya memang pakai "Kunci
Inggris". Tetapi, saya tidak punya.
Akhirnya, saya ke
supermarket di dekat rumah, yang kebetulan sudah buka. Kebetulan juga, di situ
dijual kran air dan juga "kunci Inggris". Jadi, saya beli saja.
----------
Akhirnya kran air yang lama / rusak bisa dilepas, diganti dengan kran air
yang baru.
Nah, kran air yang
lama / rusak itu tidak saya buang. Tetapi saya gunakan sebaga alat peraga pelajaran Fisika untuk anak
saya.
Pertama,
mengetahui penyebab kran itu tidak bisa "ditutup".
Ternyata, pada bagian dalam kran itu ada semacam "bola logam
berlubang" yang seharusnya bisa berputar (dikendalikan oleh
"handle" / "pegangan kran". "Bola logam berlubang"
ini dihubungkan dengan "handle" / "pegangan" dengan cara
"di-las".
Pada
kran air di kamar mandi luar, karena sudah dipakai bertahum-tahun (lebih
dari 5 tahun), maka "las" ini jadi karatan (terus- menerus terkena
air yang ada di dalam kran) dan akhirnya berkarat.
Akibat akhirnya, "las" ini putus, dan "bola logam berlubang" tidak bisa digerak-gerakkan menggunakan "handle" / "pegangan".
Akibat akhirnya, "las" ini putus, dan "bola logam berlubang" tidak bisa digerak-gerakkan menggunakan "handle" / "pegangan".
Pada kran air di tempat cuci piring, “handle”
/ “pegangan” ini karena aus sudah tidak bisa diputar secara maksimal, sehingga
lubang pipa “tidak bisa terbuka”.
Kedua,
mengetahui bahwa alat itu bisa rusak karena karat
(pada kran air di kamar mandi luar) dan
karena sudah aus karena dipakai sekian tahun lamanya (pada kran air di tempat cuci piring).
Anak diberitahu dengan contoh nyata ini
bahwa proses ber-karat itu sendiri
merupakan proses kimia. Anak juga
diberitahu bahwa sekarang ini banyak dijual kran air terbuat dari plastik (dulu,
semua kran air terbuat dari logam). Memang, plastik terkesan tidak
sekuat logam. Tetapi, barangkali kran plastik lebih awet dibandingkan kran air dari logam
karena kran plastik tidak terkena proses "karatan" (yang menyebabkan kran tidak dapat
"dibuka-tutup" dengan normal). (Hanya saja, dalam membeli kran air yang
baru, saya akhirnya tetap memilih kran air dari logam lagi, karena kran air
dari plastik warnanya terlalu mencolok : hijau dan merah jambu. Di sini, anak
juga diberitahu bahwa konsumen ada
kalanya membeli bukan hanya karena pertimbangan teknis, tetapi juga
pertimbangan estetika / rasa keindahan. Dalam hal ini, saya merasa tidak cocok
dengan warna-warna kran air yang terlalu “menyala” seperti itu).
----------
Mengajak anak untuk
mengetahui secara teknis apa yang
menyebabkan masalah seperti ini akan bermanfaat untuk membiasakan anak selalu mencari tahu penyebab suatu masalah
secara detail / teknis sehingga nanti di saat dewasa kelak ----- ketika dia
sudah bekerja sebagai orang dewasa -----
kebiasaan ini terus dilakukan; dan bukan sekedar menjadi orang yang asal tahu beres saja.
----------
Selamat menemani anak.
Selamat menemani anak
dengan memberi teladan bahwa kita
sebagai orang tua bukan hanya "asal
tahu beres" dan bukan hanya tahu
konsep / teori saja,
tetapi juga
mempelajari dan melakukan hal-hal detail / secara teknis.
"Menemani Anak =
Mencerdaskan Bangsa".
-----o0o-----
Foto dan tulisan oleh
Constantinus Johanna Joseph. Ilmuwan Psikologi anggota Himpunan Psikologi
Indonesia nomor 03-12D-0922. Sarjana di bidang Ilmu Alam dan Sarjana di bidang
Ilmu Sosial. Magister Manajemen di bidang Marketing, Praktisi Psikologi Industri,
dan Praktisi Perbankan.