Sabtu, 25 Agustus 2012

LAKBAN KENANGAN



Lakban kenangan.... Jujur saja, saya berharap anak-anak para pembaca yang budiman tidak se-nakal saya (ketika saya kecil dulu). Saking nakalnya, pada saat kelas 1 SD (umur 7 tahun) mulut saya di-lakban oleh guru kelas, selama pelajaran berlangsung sampai pulang sekolah. Jadi, kira-kira 50% pelajaran hari itu saya jalani dengan mulut di-lakban.

Tidak usah dipermasalahkan apakah me-lakban mulut murid itu boleh atau tidak. Kalau sekarang, pasti tidak boleh. Tetapi itu terjadi pada tahun 1977, ketika hukuman seperti itu masih lazim dilakukan. Tentu saja untuk anak nakal seperti saya. Dan bagaimana reaksi orang tua ?

Wah, ketika tahu mulut saya sampai di-lakban, ibu saya justru marah besar....kepada saya ! Dalam pandangan ibu saya, kalau sampai ada guru me-lakban mulut muridnya, pasti muridnya yang keterlaluan. Dan itu adalah saya....

Dan itu memang benar !

----------

Jadi, tentu saja saya tidak bermaksud membanggakan diri apalagi mengajak anak-anak lain supaya nakal sampai di-lakban mulutnya seperti saya. Tidak.

Tetapi karena pengalaman itu, saya jadi selalu punya sudut pandang yang berbeda tentang kegunaan dari suatu barang.

Katakanlah, tentang lakban. Saya melihatnya bukan sekedar alat untuk merekatkan sesuatu. Saya melihatnya sebagai alat untuk mendisiplinkan anak nakal.

Nah, sudut pandang yang lain dari yang lain seperti ini ternyata menjadi salah satu nilai lebih (menurut orang lain) yang saya punyai : punya pemikiran yang orisinil, yang lain dari yang lain, kreatif.

----------

Memang, di satu pihak anak harus diajari untuk taat pada aturan / norma-norma yang berlaku di masyarakat. Di pihak lain, anak harus ditemani dalam perkembangannya supaya ketaatan itu tidak menghilangkan kreativitas dan ide-ide orisinilnya.

Bagaimana caranya ?

Saya banyak belajar ini dari pengalaman praktis ketika memberikan pelatihan di berbagai perusahaan. Dalam pelatihan-pelatihan itu, saya sering melontarkan pertanyaan tentang kegunaan suatu barang yang harus dijawab secara orisinil / pemikiran sendiri.

Kalau meminjam istilah Doktor Edward de Bono, ini namanya berpikir lateral alias berpikir yang tidak umum, yang unik. (Saya membaca buku ini tahun 1990. Bukunya berjudul Berpikir Lateral tulisan Edward de Bono. Saya beli dengan cara kredit dari seorang teman yang menjadi salesman buku, karena saya tidak punya uang untuk membelinya secara tunai. Padahal harganya hanya sekitar Rp 10.000-an. Tetapi namanya juga tidak punya uang, jadi saya beli secara kredit. Dan kebetulan boleh....)

 
Berpikir lateral ini seperti persneling mundur pada mobil. Tentu saja, mobil itu jalannya maju, persnelingnya 1 sampai 4 (ada yang sampai 5. Kalau bis, ada yang sampai 6). Tetapi kalau tidak ada persneling mundur, 'kan repot juga kalau mau parkir. Atau kalau kesasar / salah jalan dan di depan ternyata jalan buntu (terpaksa harus mundur).

Memang, tidak setiap saat mobil memakai persneling mundur. Tetapi, persneling mundur itu perlu. Begitu pula dengan berpikir lateral.

Kembali ke pelatihan tadi. Misalnya, saya menanyakan kegunaan dari uang. Jawaban yang diberikan tidak boleh sebagai alat pembayaran yang sah. Jawaban ini standar, tidak orisinil, tidak unik, tidak kreatif. Tetapi jawaban seperti ini boleh : sebagai alat menggambar rumah, burung, dan sebagainya (uang logam ditaruh di bawah kertas, kemudian bagian atas kertas diwarnai dengan pensil, maka akan muncul gambar apa saja yang ada di permukaan uang logam itu), sebagai pengganti jangka (untuk membuat lingkaran), dan sebagainya.

Menariknya, setelah saya menggali informasi lebih dalam, orang-orang yang banyak memberikan jawaban-jawaban unik seperti itu adalah orang-orang yang dalam keseharian memang memiliki terobosan-terobosan dan ide-ide orisinil untuk memecahkan masalah.

(Kalau saya sendiri, ide saya yang saya rasa cukup orisinil ----- meski sebenarnya tidak 100% orisinil, karena sudah ke-dahulu-an pembuatnya ---- adalah membuat / mengetik artikel dengan HP QWERTY, di mana saja dan kapan saja saya punya ide.

Saya sudah biasa melihat HP QWERTY dipakai orang untuk telepon, SMS, FB, BB, Browsing, Streaming, memotret, dan sebagainya. Tetapi sampai sekarang saya belum pernah bertemu orang yang setiap hari mengetik artikel dengan HP QWERTY.

Saya juga untuk membuat resume wawancara pelamar kerja, rapat, dan sebagainya dengan HP QWERTY. Nge-print atau meng-copy-nya ke komputer juga gampang....tinggal pakai card reader. Beres...).

----------
 
Ini sekedar sharing saja....

Sehari-hari, saya biasa mengajak anak (dan istri) untuk menggali  ide-ide orisinil / kreatif alias berpikir lateral ini. Dan, biasanya banyak muncul ide orisinil kalau kami sedang bercanda dan tertawa terbahak-bahak bersama. Karena itu, untuk menghasilkan ide-ide kreatif dan orisinil, kami punya slogan "Tiada Hari Tanpa Guyonan". (Tapi bukan berarti sehari penuh guyonan terus...malah nanti bisa jadi aneh....).

----------

Selamat menemani anak.

Selamat menemani anak untuk berpikir lateral, orisinil, kreatif. Bahwa lakban itu dapat digunakan sebagai alat untuk mendisiplinkan anak yang tidak tertib (tetapi tidak perlu meniru pengalaman saya ketika kelas 1 SD yang mulutnya harus di-lakban). Bahwa HP QWERTY itu bisa dipakai untuk mengetik artikel (jangan lupa diisi dengan aplikasi Word to Go atau Word Mobile supaya hasil ketikan bisa langsung di-edit dengan MS-Word di komputer / notebook / tablet).

Intinya, selamat menemani anak melakukan eksplorasi-eksplorasi positif  menggunakan alat-alat yang selama ini ada di hadapan kita.

"Menemani Anak = Mencerdaskan Bangsa".

-----o0o-----

Foto dan tulisan oleh Constantinus Johanna Joseph. Ilmuwan Psikologi anggota Himpunan Psikologi Indonesia nomor 03-12D-0922. Sarjana di bidang Ilmu Alam dan Sarjana di bidang Ilmu Sosial. Magister Manajemen di bidang Marketing, Praktisi Psikologi Industri, dan Praktisi Perbankan.