Lakban
kenangan.... Jujur
saja, saya berharap anak-anak para pembaca yang budiman tidak se-nakal saya (ketika saya kecil dulu).
Saking nakalnya, pada saat kelas 1 SD (umur 7 tahun) mulut saya di-lakban oleh
guru kelas, selama pelajaran berlangsung sampai pulang sekolah. Jadi, kira-kira
50% pelajaran hari itu saya jalani dengan mulut di-lakban.
Tidak
usah dipermasalahkan apakah me-lakban mulut murid itu boleh atau tidak. Kalau
sekarang, pasti tidak boleh. Tetapi itu terjadi pada tahun 1977, ketika hukuman
seperti itu masih lazim dilakukan. Tentu saja untuk anak nakal seperti saya.
Dan bagaimana reaksi orang tua ?
Wah,
ketika tahu mulut saya sampai di-lakban, ibu saya justru marah besar....kepada
saya ! Dalam pandangan ibu saya,
kalau sampai ada guru me-lakban mulut muridnya, pasti muridnya yang
keterlaluan. Dan itu adalah saya....
Dan itu
memang benar !
----------
Jadi,
tentu saja saya tidak bermaksud membanggakan diri apalagi mengajak anak-anak
lain supaya nakal sampai di-lakban mulutnya seperti saya. Tidak.
Tetapi
karena pengalaman itu, saya jadi selalu punya sudut pandang yang berbeda tentang
kegunaan dari suatu barang.
Katakanlah,
tentang lakban. Saya melihatnya bukan sekedar alat untuk merekatkan sesuatu.
Saya melihatnya sebagai alat untuk mendisiplinkan
anak nakal.
Nah,
sudut pandang yang lain dari yang lain seperti ini ternyata menjadi salah satu
nilai lebih (menurut orang lain) yang saya punyai : punya pemikiran yang orisinil,
yang lain dari yang lain, kreatif.
----------
Memang,
di satu pihak anak harus diajari untuk taat pada aturan / norma-norma yang
berlaku di masyarakat. Di pihak lain, anak harus ditemani dalam perkembangannya
supaya ketaatan itu tidak menghilangkan kreativitas dan ide-ide orisinilnya.
Bagaimana
caranya ?
Saya
banyak belajar ini dari pengalaman praktis ketika memberikan pelatihan di
berbagai perusahaan. Dalam pelatihan-pelatihan itu, saya sering melontarkan
pertanyaan tentang kegunaan suatu barang yang harus dijawab secara orisinil
/ pemikiran sendiri.
Kalau
meminjam istilah Doktor Edward de Bono, ini namanya berpikir lateral alias
berpikir yang tidak umum, yang unik. (Saya
membaca buku ini tahun 1990. Bukunya berjudul Berpikir Lateral tulisan
Edward de Bono. Saya beli dengan cara kredit dari seorang teman yang
menjadi salesman buku, karena saya tidak punya uang untuk membelinya secara
tunai. Padahal harganya hanya sekitar Rp 10.000-an. Tetapi namanya juga tidak
punya uang, jadi saya beli secara kredit. Dan kebetulan boleh....)
Berpikir
lateral ini seperti persneling mundur pada
mobil. Tentu saja, mobil itu jalannya maju, persnelingnya 1 sampai 4 (ada yang
sampai 5. Kalau bis, ada yang sampai 6). Tetapi kalau tidak ada persneling mundur,
'kan repot juga kalau mau parkir. Atau kalau kesasar / salah jalan dan
di depan ternyata jalan buntu (terpaksa harus mundur).
Memang,
tidak setiap saat mobil memakai persneling mundur. Tetapi, persneling mundur
itu perlu. Begitu pula dengan berpikir lateral.
Kembali
ke pelatihan tadi. Misalnya, saya menanyakan kegunaan dari uang. Jawaban yang
diberikan tidak boleh sebagai alat pembayaran yang sah. Jawaban
ini standar, tidak orisinil, tidak unik, tidak kreatif. Tetapi jawaban seperti
ini boleh : sebagai alat menggambar rumah, burung, dan sebagainya (uang logam ditaruh di bawah
kertas, kemudian bagian atas kertas diwarnai dengan pensil, maka akan muncul
gambar apa saja yang ada di permukaan uang logam itu), sebagai
pengganti jangka (untuk membuat lingkaran), dan sebagainya.
Menariknya,
setelah saya menggali informasi lebih dalam, orang-orang yang banyak memberikan jawaban-jawaban unik
seperti itu adalah orang-orang yang dalam keseharian memang memiliki terobosan-terobosan
dan ide-ide orisinil untuk memecahkan masalah.
(Kalau
saya sendiri, ide saya yang saya rasa cukup orisinil ----- meski sebenarnya
tidak 100% orisinil, karena sudah ke-dahulu-an pembuatnya ---- adalah membuat / mengetik
artikel dengan HP QWERTY, di mana saja dan kapan saja saya punya ide.
Saya
sudah biasa melihat HP QWERTY dipakai orang untuk
telepon, SMS, FB, BB, Browsing, Streaming, memotret,
dan sebagainya. Tetapi sampai sekarang saya belum pernah bertemu orang yang setiap
hari mengetik artikel dengan HP QWERTY.
Saya juga untuk membuat resume
wawancara pelamar kerja, rapat, dan sebagainya dengan HP QWERTY.
Nge-print atau meng-copy-nya ke komputer juga gampang....tinggal pakai card
reader. Beres...).
----------
Ini
sekedar sharing saja....
Sehari-hari, saya biasa mengajak anak (dan istri) untuk menggali ide-ide orisinil / kreatif alias berpikir
lateral ini. Dan, biasanya banyak muncul ide orisinil kalau kami sedang
bercanda
dan tertawa terbahak-bahak bersama. Karena itu, untuk menghasilkan
ide-ide kreatif dan orisinil, kami punya slogan "Tiada Hari Tanpa
Guyonan". (Tapi bukan berarti sehari
penuh guyonan terus...malah nanti bisa jadi aneh....).
----------
Selamat
menemani anak.
Selamat
menemani anak untuk berpikir lateral, orisinil, kreatif. Bahwa lakban itu dapat
digunakan sebagai alat untuk mendisiplinkan anak yang tidak tertib (tetapi
tidak perlu meniru pengalaman saya ketika kelas 1 SD yang mulutnya harus di-lakban).
Bahwa HP QWERTY itu bisa dipakai untuk mengetik artikel (jangan lupa diisi
dengan aplikasi Word to Go atau Word Mobile supaya hasil ketikan
bisa langsung di-edit dengan MS-Word di komputer / notebook / tablet).
Intinya,
selamat menemani anak melakukan eksplorasi-eksplorasi positif menggunakan alat-alat yang selama ini ada di
hadapan kita.
"Menemani
Anak = Mencerdaskan Bangsa".
-----o0o-----
Foto
dan tulisan oleh Constantinus Johanna Joseph. Ilmuwan Psikologi anggota
Himpunan Psikologi Indonesia nomor 03-12D-0922. Sarjana di bidang Ilmu Alam dan
Sarjana di bidang Ilmu Sosial. Magister Manajemen di bidang Marketing, Praktisi
Psikologi Industri, dan Praktisi Perbankan.