Ketika jalan-jalan di hari Minggu misalnya, anak dapat kita ingatkan bahwa benda-benda yang kita lihat secara langsung di pinggir jalan (seperti pada gambar di atas) sejatinya adalah bangun-bangun yang (kemarin) dipelajari dalam pelajaran Matematia : menghitung luas sisi, menghitung volume, dan sebagainya.
Dengan demikian anak terbiasa mengaitkan apa yang dipelajari di atas kertas (dalam buku pelajaran) dengan apa yang sehari-hari ditemui dalam hidup sehari-hari.
------------------------------
Menemani Anak : Belajar dengan "Apa Kegunannya".
Beberapa hari lalu, anak saya ----- duduk di kelas VIII SMP
----- bertanya kepada saya, relasi,
fungsi, korespondensi satu-satu itu gunanya
untuk apa. Kebetulan, anak saya sedang belajar Matematika tentang hal itu
di meja belajarnya. Maka, saya pun bercerita untuknya, bahwa tombol power on - off pada televisi
kita di rumah adalah penerapan dari relasi / fungsi yang dipelajari dalam
Matematika itu. Bahwa kalau tombol itu ditekan
ketika televisi sedang mati, maka fungsi
yang bekerja adalah on / hidup (maka
televisi menjadi hidup). Bahwa kalau
televisi sedang on / nyala, kemudian tombol itu ditekan, maka fungsi yang
bekerja adalah off / mati (maka televisi menjadi mati). Saya katakan bahwa dalam hal ini, fungsinya bukan korespondensi satu-satu karena
tombol itu berfungsi ganda (dua macam) :
untuk menyalakan dan untuk mematikan.
Saya juga bercerita lagi, bahwa contoh korespondensi satu-satu ada pada tombol lampu pada jam tangan digital : kalau ditekan, maka fungsi yang bekerja adalah on / hidup (maka lampu pada jam digital
hidup). Jadi, tombol ini hanya berfungsi
untuk satu hal saja :
menghidupkan lampu.
Karena anak masih mendengarkan, maka saya juga bercerita bahwa ada satu tombol yang pasangannya / kegunaannya banyak. Ini
kalau di Matematika adalah satu anggota
domain / himpunan asal / X yang punya banyak
pasangan pasangan di anggota
kodomain / himpunan pasangan / Y. Contohnya, di jam tangan digital, ada
tombol yang kalau ditekan 1 kali maka
layar jam tangan menampilkan tanggal. Kemudian kalau ditekan 1 kali lagi (jadi sama saja ditekan 2 kali) maka menampilkan alarm. Kemudian kalau ditekan 1 kali lagi (jadi sama saja ditekan 3 kali) maka menampilkan stop
watch. Ini sebagai contoh saja.
----------
Setelah saya bercerita demikian, anak saya jadi punya gambaran lebih nyata tentang apa gunanya belajar tentang relasi dan
fungsi. Saya katakan kepada anak saya bahwa relasi dan fungsi harus dipelajari
(dan diterapkan dalam hidup nyata) supaya ada
ketertiban / keteraturan, bahwa kalau yang
ini difungsikan maka hal apa yang
akan terjadi. Ini juga akan menentukan
kemudahan (banyak hal menjadi
otomatis) karena sudah jelas : untuk
mendapatkan efek apa maka tombol / hal apa yang harus ditekan /
dipakai / difungsikan.
Padahal, dalam kehidupan sehari-hari, kita sudah akrab dengan tombol-tombol seperti ini,
bukan ? Ada tombol lampu. Ada tombol televisi. Ada tombol bel pintu. Ada tombol
lampu senter. Ada tombol-tombol komputer. Dan masih banyak lagi.
----------
Karena dikerja target untuk
menyelesain tugas mengajarkan / menyampaikan materi yang harus selesai disampaikan dalam satu
semester, anak perlu ditemani orang
tuanya pada saat belajar sehingga orang tua dapat menceritakan hal-hal yang ditanyakan anak untuk memperjelas kegunaan dari hal / materi
yang sedang dipelajari anak. Dengan demikian anak belajar bukan hanya supaya mendapatkan nilai ulangan yang baik saja, tetapi
anak juga terbiasa berpikir praktis / mengaitkan apa yang sedang
dipelajarinya dengan kegunaannya dalam
hidup sehari-hari, sehingga anak tidak menganggap bahwa teori dengan kehidupan nyata itu adalah dua
hal yang terpisah. Diharapakan anak nantinya juga akan secara naluri / kebiasaan menerapkan teori-teori yang sudah
dipelajarinya dalam mengatasi masalah kehidupan
/ pekerjaan.
Catatan : Kebiasaan menerapkan teori yang sudah dipelajari ini juga saya alami
secara pribadi. Dulu, jauh sebelum saya
belajar manajemen dan hukum serta psikologi,
ketika saya baru sebatas menyelesaikan ilmu dalam bidang Akuakultur /
Perikanan, saya menerapkan teori tentang Tragedi
Kebersamaan yang saya dapatkan di bangku kuliah sebagai prinsip dasar dalam menjalankan
departemen yang menjadi tanggung jawab saya : bahwa peraturan itu harus ada, bahwa peraturan
itu harus ditegakkan, karena
kalau tidak, maka akan terjadi
malapetaka / musibah yang menima semua orang (yang melanggar peraturan maupun yang tidak melanggar peraturan), di mana dalam hal demikian maka yang tidak melanggar peraturan mengalami kerudian ganda : pada saat yang melanggar peraturan mengambil
keuntungan dengan melanggar peraturan, dia tidak ikut melakukan itu, tetapi
pada saat akhirnya terjadi musibah /
malapetaka maka dia ikut terkena musibah / malapetaka itu bersama-sama dengan yang melanggar peraturan.
Teori tentang Tragedi Kebersamaan ini
bercerita tentang penangkapan ikan di suatu perairan di luar negeri (saya lupa
apa nama negaranya, tapi ini merupakan kisah nyata), yang dituliskan oleh Rognvaldur dalam bukunya yang berjudul Ekonomi Perikanan (meskipun saya
mengambil penelitian / skripsi di bidang Akuakultur, ketika itu saya juga harus
menempuh kuliah Ekonomi Perikanan). Nah, di perairan itu sudah diberlakukan peraturan : dilarang menangkap ikan pada bulan-bulan
tertentu, yaitu pada bulan-bulan ketika ikan sedang memijah, karena penangkapan
di saat itu akan menyebabkan anak-anak ikan yang masih kecil-kecil ikut
tertangkap (padahal akhirnya dibuang / tidak laku dijual) sehingga anak-anak
ikan itu tidak sempat tumbuh sebagai ikan besar
(berukuran ekonomis). Tetapi ternyata tetap ada yang nekat melanggar
peraturan itu dengan tetap menangkap ikan
di bulan-bulan larangan tersebut, dan
pelanggaran ini dibiarkan alias
peraturan yang sudah dibuat
pemerintah ternyata tidak ditegakkan oleh
pemerintah setempat. Maka, beberapa tahun kemudian di perairan tersebut
ikan-ikan besar / berukuran ekonomis semakin berkurang (karena anak-anak ikan
sudah ikut tertangkap oleh para pelanggar peraturan, dan dibuang begitu saja /
tidak laku dijual). Kemudian terjadilah
malapetaka : para penangkap ikan di daerah itu tidak lagi dapat menangkap ikan
karena ikan ukuran ekonomis sudah semakin menurun sekali jumlahnya. Pada
saat itu, penangkap ikan yang tidak melanggar peraturan mengalami
kerugian ganda : dia tidak ikut-ikut menangkap ikan di bulan-bulan larangan,
tetapi sekarang dia ikut terkena akibat / malapetaka yaitu jumlah tangkapan
ikan menurun sekali.
----------
Selamat menemani anak.
Selamat bercerita kepada
anak tentang makna / kegunaan apa
yang sedang dipelajarinya dalam
kehidupan sehari-hari, sehingga anak tidak berpikir bahwa belajar itu hanya untuk mendapatkan nilai ulangan yang
baik saja.
"Menemani Anak = Mencerdaskan Bangsa".
-----o0o-----
Foto dan tulisan oleh Consantinus Johanna Joseph, Ilmuwan
Psikologi anggota Himpunan Psikologi Indonesia nomor 03-12D-0922. Sarjana di
bidang Ilmu Alam dan Sarjana di bidang Ilmu Sosial. Magister Manajemen di
bidang Marketing, Praktisi Psikologi Industri, dan Praktisi Perbankan.
www.holiparent.blogspot.com diterbitkan oleh "Holiparent
Studio 89" (dahulu "Jantera Studi 89"), yang memberikan Inspirasi Pendidikan Kreatif di bidang
Sain, Fotografi, dan Kepenulisan.