Justru karena setiap orang adalah unik ----- tidak ada orang yang sama persis ----- maka diperlukan kemampuan untuk memahami dan menyesuaikan diri dengan orang lain / dengan lingkungan sekitar. Dan ini adalah penerapan dari Emotional Intelligence dalam kehidupan / pekerjaan sehari-hari.
Emotional Intelligence
dalam definisi Daniel Goleman mencakup juga memotivasi diri sendiri dan orang
lain serta mengembangkan diri sendiri dan orang lain.
Maju dan berkembang dalam
kebersamaan, itulah
istilah yang saya gunakan ----- sebagai Praktisi
Psikologi Industri dan Komunikasi / Marketing ----- dalam praktek
kerja sehari-hari di dunia bisnis.
Individu yang pandai
(= punya banyak pengetahuan) di tempat kerja tetapi
"kepandaiannya tidak ditularkan kepada karyawan lainnya" (= kepandaiannya hanya "disimpan" untuk dirinya sendiri)
merupakan individu yang Emotional Intelligence-nya kurang.
Sebaliknya, individu
dengan kemauan dan kemampuan yang baik dalam "transfer of
knowledge" merupakan
individu dengan Emotional Intelligence yang baik.
Sebagai orang tua,
kita sudah selayaknya memberikan dukungan kepada anak
supaya anak bersikap sosial dengan membantu temannya belajar secara benar, misalnya dengan melakukan belajar kelompok.
Di zaman sekarang ini,
belajar kelompok ternyata sudah dipraktekkan oleh anak-anak SMP secara virtual dengan menggunakan Group BB (BlackBerry).
Saya pribadi melihat
hal ini wajar-wajar saja, sepanjang di bawah pengawasan orang tua (bahwa memang
digunakan untuk belajar bersama pada saat
jam belajar di rumah),
sepanjang tidak dibawa
ke sekolah (kalau memang membawa HP / BB memang masih dilarang),
dan sepanjang bahwa
anak tidak memaksa orang tuanya harus dibelikan HP / BB
(kalau orang tuanya
tidak bisa membelikan HP / BB, ya bikin kelompok belajar "non maya"
saja).
----------
Banyak Ibu-Ibu dan
Bapak-Bapak yang mengajukan pertanyaan tentang asal-usul Emotional
Intelligence, setelah saya men-sharing-kan pengalaman praktis mengenai Emotional
Intelligence terkait dengan kesuksesan di tempat kerja dan juga dalam pergaulan
sosial.
Menanggapi hal itu,
kali ini akan diceritakan tentang asal-muasal munculnya istilah Emotional
Intelligence.
----------
Istilah Emotional
Intelligence menjadi populer setelah pada tahun 1990 dua orang psikolog -----
Peter Salovey dan John Meyer ----- menggunakan istilah ini untuk menjelaskan
tentang kemampuan untuk mengenali dan menghadapi perasaan sendiri dan
perasaan orang lain.
Setelah itu, seorang
psikolog lainnya yang bernama Daniel Goleman mengemukakan pendapat bahwa Emotional
Intelligence ----- yang
diperluas sehingga juga mencakup optimisme,
kecermatan, motivasi, empati, dan kompetensi sosial ----- "bisa
jadi" lebih penting daripada IQ dalam menentukan "kesuksesan di tempat kerja".
Catatan
dari penulis : kata "bisa jadi"
sengaja diberi tanda kutip untuk memberikan penekanan bahwa hal ini masih
bersifat kemungkinan, bukan sesuatu yang pasti / mutlak. Kata "kesuksesan
di tempat kerja" sengaja
ditulis di antara tanda kutip untuk memberikan penegasan bahwa ini memang
difokuskan di dunia kerja. Di dunia pendidikan, di mana aspek kognitif
lebih besar peranannya, maka IQ masih tetap lebih relevan untuk memprediksi
tingkat kesuksesan belajar seseorang.
----------
Semakin erat kaitan
suatu pekerjaan dengan ke-manusia-an (= melayani / berhubungan dengan manusia), semakin
besar relevansi Emotional Intelligence sebagai prediktor tingkat
kesuksesan kerja. Orang yang bekerja di bidang marketing atau customer service atau public relation sejatinya
"sangat berhubungan erat" dengan ke-manusia-an orang lain.
Dalam bidang pekerjaan
ini, Emotional Intelligence yang tinggi akan membuat seseorang dapat bekerja baik
dalam timnya, dapat menyadari dan merespon tengan tepat "perasaannya sendiri
dan perasaan orang lain", juga untuk memotivasi
dirinya sendiri serta orang lain.
Ini akan membuat
karyawan itu sebagai orang yang "handal sebagai team player" serta "tetap
tangguh / dapat mengendalikan diri pada saat bekerja di bawah tekanan".
----------
Kembali kepada Daniel
Goleman yang sudah mengembangkan cakupan tentang Emotional
Intelligence atas batasan awal (tahun 1990) yang
diberikan oleh Peter Salovey dan John Meyer.
Menurut Daniel
Goleman, Emotional Intelligence dapat diuraikan menjadi beberapa kompetensi
dalam kaitannya dengan keperluan praktis di tempat kerja, yaitu :
- Kesadaran diri. Meliputi kesadaran diri emosional, penilaian diri yang akurat, keyakinan diri.
- Manajemen diri. Meliputi : kontrol diri, kejujuran, kecermatan, kemampuan menyesuaikan dengan orang lain / lingkungan, dorongan mencapai prestasi, inisiatif.
- Kesadaran sosial. Meliputi : empati, memperhatikan / mengutamakan pelayanan, memiliki kesadaran / perhatian pada organisasi.
- Manajemen relasi. Meliputi : mengembangkan orang lain, memberikan pengaruh, komunikasi, manajemen konflik, kepemimpinan, agen percepatan perubahan, membangun relasi, kerja sama tim, berkolaborasi denga pihak lain.
----------
Nah, didasari
kesadaran bahwa saat ini anak kita masih sekolah, dan pada saatnya
nanti akan memasuki dunia kerja sebagai orang dewasa, ada baiknya kita
sebagai orang tua selalu menemani dan memberikan perhatian kepada anak kita,
baik tentang IQ maupun EI-nya.
Dengan demikian anak
dapat menyelesaikan pendidikan sekolah dengan baik ----- setidaknya,
memenuhi standar-standar yang harus dipenuhi; bukan berarti harus jadi jenius
---- dan pada saat memasuki dunia kerja juga dapat menjadi sumber daya
manusia yang baik ---- untuk dirinya sendiri, keluarga, dan lingkungan kerjanya
----- sesuai norma-norma yang berlaku pada umumnya di masyarakat / di dunia
kerja.
Haruslah diupayakan oleh kita selaku orang
tua : jangan sampai anak hanya pandai ketika masih bersekolah,
tetapi pada saat memasuki dunia kerja menjadi frustrasi karena tidak
bisa diterima & tidak menerima lingkungan kerjanya
karena Emotional Intelligence-nya kurang.
"Menemani Anak =
Mencerdaskan Bangsa"
-----o0o-----
Foto dan tulisan oleh
Constantinus Johanna Joseph. Ilmuwan Psikologi anggota Himpunan Psikologi
Indonesia nomor 03-12D-0922. Sarjana di bidang Ilmu Alam dan Sarjana di bidang
Ilmu Sosial. Magister Manajemen di bidang Marketing, Praktisi Psikologi
Industri, dan Praktisi Perbankan (Komisaris Independen).