Senin, 18 Juni 2012

KEGIATAN BERMAIN ANAK PEREMPUAN VS LAKI-LAKI ?

Apakah kegiatan bermain anak perempuan harus beda dengan anak laki ? 

Wah, saya tidak mau menjawab "seharusnya" YA atau TIDAK.

Tetapi memang harus saya katakan bahwa sebagai konsultan dan praktisi dan konsultan di bidang Human Resources selama 10 tahun terakhir, banyak perusahaan yang lebih suka menerima karyawan yang bisa setir mobil dan sepeda motor sekaligus. Tidak membedakan perempuan atau laki-laki. Tidak peduli untuk karyawan di dalam kantor ataupun di luar kantor.

"Karyawan perempuan maupun laki-laki yang bisa setir mobil dan sepeda motor menunjukkan bahwa mereka itu mandiri, tidak tergantung kepada orang lain". Demikian kesimpulan yang saya dapatkan dari para pemilik perusahaan. 

--------------------

Apabila ada yang berpendapat bahwa kegiatan bermain anak perempuan harus beda dengan anak laki, saya menghormati. 

Sebaliknya, apabila ada yang berpendapat bahwa kegiatan bermain anak perempuan tidak ada bedanya dengan anak laki, saya juga menghormati. 

Atau, apabila ada yang berpendapat bahwa kegiatan anak perempuan dan anak laki jangan terlalu dibedakan, tetapi tetap harus ada perbedaan terkait dengan jati diri mereka sebagai perempuan dan laki-laki, saya juga menghormati pendapat ini. 

Itu semua adalah hak asasi masing-masing orang tua. 

Dalam tulisan ini, saya hanya akan men-sharing-kan pengalaman saya dalam menemani anak saya. Jadi, sekali lagi, ini sekedar sharing saja. 

Anak saya tunggal. Perempuan. Sekarang sedang "dalam proses" naik ke kelas VIII (dulu : SMP kelas II).

--------------------

Foto di atas didisain sendiri oleh anak saya. Waktu itu dia baru saja masuk ke kelas VII (dulu : SMP kelas I). Semua idenya dari dia.

Dia mendesain sendiri tulisan yang ada di celemek-nya. Dia memilih sendiri celemek yang akan dipakainya untuk kegiatan ekstra tata boga setiap hari Senin di sekolahnya.

Dia sangat menikmati kegiatan masak-memasak.

Bahkan, dia juga menulis novel (dijilid sendiri dan diedarkan di kalangan teman-teman sendiri) tentang anak-anak yang membuka usaha pembuatan roti. Nama pabrik roti itu "AKI".  Cerita ini dibuat anak saya ketika dia masih SD kelas V atau kelas VI.

Itu sebabnya, ketika di SMP ada kegiatan tata boga dan diharuskan memakai celemek untuk masak-memasak, anak saya langsung minta saya temani ke tukang bordir untuk menuliskan "AKI" pada celemeknya.

--------------------
    
Sejak masih SD kelas II atau kelas III, anak saya memang sudah belajar membuat bakso sapi sendiri. Saya dan istri saya menemani saja. Termasuk, anak saya yang menamai bakso buatannya dengan nama "Bakso Sapi RAJA RASA".

Di kelas V atau kelas VI SD, anak saya mulai menjual bakso sapi buatannya itu kepada teman-teman sekolahnya. 

Laris manis. Apalagi, produksinya sangat terbatas. Calon pembeli harus pesan lebih dulu. Sebab bakso sapi ini hanya diproduksi anak saya di hari Minggu pagi, dan harus sudah dimakan (oleh pembeli) sebelum Senin sore keesokan harinya. Karena tanpa bahan pengawet sama sekali !

(Kebetulan saya dan istri saya dulu sama-sama sekolah di Perikanan Universitas Diponegoro. Dulu ada kuliah Ilmu Pangan I, Ilmu Pangan II, Biokimia, dan sebagainya. Di situ, kami dapat ilmu tentang bahayanya bahan pengawet. Jadi kami bilang ke anak kami, baksonya tidak usah pakai pengawet sama sekali !)

Ketika itu, setiap Minggu pagi, pukul 05.00 WIB anak, saya dan istri saya sudah sampai di daerah Jalan Majapahit Semarang. Di daerah bekas Rumah Pemotongan Hewan "Kabluk". (Rumah Pemotongan Hewannya sekarang sudah pindah, tapi yang berjualan daging sapi segar yang baru saja dipotong masih banyak di situ. Juga ada banyak jasa penggilingan daging sapi di situ. Ramai sekali).


Tetapi karena kesibukan belajar di kelas VII (dulu : kelas I SMP), untuk sementara pembuatan bakso sapi ini berhenti dulu. 

--------------------

Apakah anak saya selalu hanya berkegiatan masak-memasak, sehingga bisa "menikmati" kegiatan ekstra masak-memasak di sekolah (plus membuat dan menjual bakso sapi sendiri) ?


Anak saya tidak hanya berkegiatan masak-memasak saja. Dia sangat suka menulis juga. Bahkan dia juga menjadi Wartawan Yunior di Harian Suara Merdeka, menjadi Pemimpin Redaksi di majalah sekolahnya ketika SD (SD Pangudi Luhur Bernardus Semarang), dan menjadi kontributor untuk majalah sekolah di SMP Pangudi Luhur Domenico Savio tempatnya sekolah sekarang. 

Foto di atas adalah ketika dia mengikuti pelatihan jurnalistik di aula Harian Suara Merdeka di Jalan Kaligawe Semarang. Saat itu dia masih kelas V atau VI SD.


Sebelum Gunung Merapi meletus tahun 2010, anak saya juga punya usaha peternakan kambing di Desa Talun Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang. Kira-kira 12 km dari puncak Gunung Merapi, di bawah Gardu Pandang dan Tempat Wisata "Ketep Pass" yang terkenal itu.
Modal untuk membeli kambing tentu saja dari saya. Tetapi dia sendiri yang memutuskan kapan kambingnya akan dijual, berapa banyak yang dijual, berapa banyak yang tetap dipelihara, dan sebagainya.

Foto di atas adalah ketika dia berada di dalam kandang kambing yang baunya "minta ampun". Tetapi dia menikmatinya.
Setiap bulan sekali (hari Minggu) anak saya, saya, dan istri saya dari Semarang pergi ke Desa Talun Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang untuk "menengok" kambing. Anak saya memang rutin menengok kambing-kambingnya. 

Usahanya beternak kambing sudah berjalan 3 - 4 tahun, dan terpaksa "bangkrut dulu" karena Gunung Merapi meletus tahun 2010.

Setidaknya dia belajar bahwa bisnis itu memang tidak selalu untung. Tapi yang jelas sudah dapat pengalaman.

(Ketika itu, dia juga sudah menjalankan jualan "Bakso Sapi RAJA RASA di sekolahnya. Juga usaha persewaan buku di sekolahnya. Sewanya Rp 2.000 per hari. Dia dapat uang banyak dari bisnis ini).

--------------------
Jadi, dari cerita-cerita di atas, terlihat bahwa dia tidak hanya berkegiatan masak-memasak di dapur.




Kalau sedang di Desa Talun (tempatnya beternak kambing), anak saya juga biasa ke sawah bersama saudara-saudaranya yang laki-laki (saudara sepupu). Mereka bersama-sama mengambil buah kelapa yang jatuh (baru saja dipetik dari pohon). 

Mereka bahkan mengambil buah salak dari kebun salak milik kakeknya. Untuk diketahui, di kebun salak ada banyak sekali duri yang ada pada pohon salak. Jadi harus hati-hati. Tidak boleh penakut. Tidak boleh cengeng.


Di Desa Talun, di sore hari, anak saya bahkan juga bermain layang-layang bersama saudara-saudara (sepupunya) yang laki-laki. 


Dan tentu saja, bersama ibunya tetap membantu memasak di dapur rumah desa. Dapurnya sangat sederhana. Masih menggunakan "anglo" dan arang / kayu bakar untuk memasak. (Seperti tampak pada gambar di atas. Foto ini dibuat beberapa tahun yang lalu).

Adapun di rumah Semarang, pada saat saya "bersih-bersih" mesin mobil di pagi hari, dia ikut memperhatikan dan bertanya "ini - itu" tentang mesin mobil. 

Saya pribadi tidak melihat bahwa pengetahuan tentang mesin mobil hanya cocok untuk anak laki-laki. Saya pribadi berpendapat, buat anak perempuan pun oke saja.

Dan sejak dia di kelas IV atau V SD, saya biasa memberinya kepercayaan untuk "memanaskan mesin mobil" di pagi hari, di halaman depan rumah.

Dia begitu senang. Begitu bersemangat. Dan bisa.

Bagi saya tidak ada masalah. Toh ketika dewasa, perempuan dan laki-laki juga sama-sama setir mobil. Jadi, ketika masih anak-anak, anak perempuan dipercaya "memanaskan mesin mobil" juga oke-oke saja.


Tokoh idolanya (antara lain) memang Seichiro Honda, penemu sepeda motor Honda. Dia sangat kagum pada kemampuan Honda sebagai teknisi / mekanik. Sangat kagum pada kegigihannya. Sangat kagum pada cita-citanya yang tinggi. Sangat kagum pada kemampuannya menggerakkan tim kerjanya sehingga mememangkan persaingan.

Toh anak saya tidak bercita-cita jadi mekanik. Tidak juga jadi koki. Anak saya bercita-cita menjadi ilmuwan dan penulis.

Dia betah berjam-jam menulis dengan notebook pribadinya.



Dan meskipun sejak kelas II SD berlatih Karate (yang mayoritas diikuti oleh anak laki-laki).....

 

Serta bermain "game" komputer balapan mobil "Hot Wheels" (dia juga mengoleksi mobil-mobil mainan ini)...


Atau tampil "nyentrik" ala seniman ketika menjadi MC di acara pentas seni di sekolahnya (ketika SD).....(dia mendisain sendiri jas panjang warna merah yang dipakainya, seperti terlihat pada foto di atas ini)....


Dia tetap tampil feminim dalam banyak kesempatan...


Dan dengan senang hati memakai rok / pakaian wanita dalam banyak acara dengan keluarga dan teman-temannya....tidak harus selalu tampil dengan jaket dan celana jeans....

--------------------

Sekali lagi, cerita-cerita kali ini hanya merupakan sharing saya saja.... 

Saya hanya menceritakan bahwa anak perempuan dapat saja diberikan kebebasan berkegiatan seperti halnya anak laki-laki. Bermain bersama saudara-saudaranya yang laki-laki. Dan dia tetap suka dengan kegiatan-kegiatan masak-memasak. Dan dia tetap suka mememilih dan memakai rok. Dan dia tetap suka tampil sebagai anak perempuan.

--------------------

Semoga sharing kali ini bermanfaat.

Ini sekedar pengalaman pribadi saya. Bisa saja para Ibu-Ibu dan Bapak-Bapak memiliki pengalaman yang sama. Atau berbeda. Itu akan semua akan menambah wawasan kita.

Karena bagaimana pun kita sadar bahwa kelak ketika dewasa, anak kita yang perempuan ataupun laki-laki akan memasuki dunia kerja yang tidak lagi terlalu membedakan jenis kelamin.


Selamat menemani anak.
Selamat mendukung anak dalam berbagai kegiatan.

"Menemani Anak = Mencerdaskan Bangsa".  


-----o0o-----

  • Foto-foto oleh Susana Adi Astuti dan Constantinus.
  • Tulisan oleh Constantinus.
  • Constantinus adalah Ilmuwan Psikologi anggota Himpunan Psikologi Indonesia nomor 03-12C-0922 dan Sarjana di bidang Ilmu Alam. Lulus Cumlaude dari Akuakultur Perikanan Universitas Diponegoro. Menjadi Guru Les Matematika dan IPA sejak tahun 1989 saat lulus dari Jurusan Fisika SMA Kolese Loyola. Saat ini menjadi Praktisi Psikologi Industri dan Komunikasi serta Konsultan Hukum.
  • Susana Adi Astuti adalah Sarjana di bidang Ilmu Alam. Lulus Cumlaude dari Akuakultur Perikanan Universitas Diponegoro. Menjadi Guru Les Matematika dan IPA sejak tahun 1989 saat lulus dari Jurusan Biologi SMA Kolese Loyola. Saat ini bekerja sebagai praktisi perbankan sejak tahun 1996.