Kamis, 07 Juni 2012

PRAKTIKUM MANDIRI SAMBIL JALAN-JALAN


Yang membuat saya malas belajar ----- setidaknya, sulit masuk ke otak saya ----- adalah ketika saya harus belajar sesuatu ----- biasanya pelajaran sekolah ----- yang tidak saya ketahui kegunaannya. Tentu saja, saya tahu bahwa kalau saya bisa hafal, maka saya mendapatkan nilai baik di ulangan dan di rapor sekolah. Tetapi, bukan kegunaan itu yang saya maksud. Yang saya maksud, kegunaan praktis, bisa dipakai buat apa dalam hidup ini.


Mungkin, karena itulah saya sering di-setrap (dihukum guru) di kelas sewaktu SD.  Di kelas 1, mulut saya di-plester lakban coklat dari pagi sampai siang. Waktu itu, tahun 1977, masih boleh. Orang tua tidak protes. Saya juga terima saja. Memang saya yang nakal. Cerewet di kelas.

Di kelas 2 SD, saya di-setrap lagi. Waktu itu saya mainan kaca / cermin yang ada di alat peraut pensil. Peraut pensil saya pasang di pensil, lalu saya pakai sebagai kaca spion untuk melihat teman yang duduk di belakang saya. Oleh guru, saya dinilai mengganggu. Disuruh berdiri di depan kelas, disuruh jongkok berdiri berkali-kali. Guru saya yang memberi aba-aba. Tetapi kalau guru saya diam, saya juga berhenti jongkok-berdiri. Lalu guru saya memberi aba-aba lagi. Dan saya jongkok-berdiri lagi. Lalu guru saya diam, karena harus mengajar murid-murid lain. Dan saya juga berhenti jongkok-berdiri (padahal, seharusnya saya tetap jongkok-berdiri, tapi saya diam saja). Lalu guru saya memberi aba-aba lagi. Begitu seterusnya. Lama-lama pelajaran di kelas terganggu. Bukan karena saya. Tetapi karena gurunya harus memberi saya aba-aba. Akhirnya, saya disuruh berdiri saja di depan kelas. Dengan satu kaki diangkat. Tetapi teman-teman sekelas malah terganggu melihat tampang nakal saya. Akhirnya, saya disuruh kembali ke tempat duduk. Hukuman saya sudah dipandang cukup. Syukurlah.....

Saya menceritakan sekelumit pengalaman ini bukan untuk pamer kenakalan.  Tetapi sekedar untuk mengatakan bahwa anak bisa saja menjadi nakal karena dia jenuh atau tidak tertarik mempelajari atau menghafal sesuatu yang tidak jelas kegunaan praktisnya. (Saat itu, guru memang sedang mengajarkan hafalan-hafalan yang saya tidak suka).

--------------------

Lalu, kegunaan praktis seperti apa yang dimaksud ? 
Begini. Sampai di SMA pun, saya kurang begitu suka dengan matematika integral - diferensial. Mungkin karena saya saja yang kurang sadar diri. Artinya, mungkin saja saat guru menjelaskan kegunaan praktisnya, saya sedang tidak memperhatikan. Jadi, saya tidak tahu benar apa kegunaan praktisnya.

Tetapi pada saat kuliah, pada saat praktikum tentang disain alat tangkap ikan di laut (namanya kuliah Fishing Gear and Material. Memang nama kuliahnya dalam Bahasa Inggris), saya baru sadar. Kalau membuat purse seine (jaring "purse seine", susah juga menerjemahkannya), maka jaring itu di-disain memiliki volume tertentu (katakanlah, satuannya meter kubik alias meter pangkat tiga).  

Padahal, bahan jaring itu dijual-belikan dalam bentuk lembaran (katakanlah, meter persegi alias meter pangkat dua). 

Nah, konversi untuk membuat jaring dengan satuan volume   meter pangkat tiga dari bahan jaring dengan satuan luas meter pangkat dua inilah yang menggunakan rumus integral.  

Dan sebaliknya, konversi dari disain jaring dengan satuan volume meter pangkat tiga ke bahan jaring dengan satuan luas meter pangkat dua inilah yang menggunakan rumus diferensial.    

Jujur saja, saya memerlukan waktu bertahun-tahun untuk merenungi makna dari rumus integral - diferensial. Mulai SMA, sampai kuliah. Dan begitu kegunaan praktisnya ketemu, maka saya merasa bahwa belajar ilmu ini lebih mudah dan menyenangkan. Dan ada gunanya !

--------------------

Dari sekelumit pengalaman di atas, saya mengambil hikmah bahwa adalah lebih mudah dan menyenangkan apabila orang tua sebagai guru di rumah menggunakan pendekatan menunjukkan kegunaan praktis tentang sesuatu yang perlu dipejari anak. Mengapa ? Karena bisa jadi guru di sekolah ----- karena diburu waktu untuk memenuhi target kurikulum sekolah ----- kurang waktu untuk menjelaskan kegunaan praktis dari suatu topik pelajaran. 

Lagi pula, masing-masing anak juga memiliki tingkat keperluan tentang kegunaan praktis yang berbeda-beda mengenai sesuatu yang sedang dipelajari. Ada anak yang bisa langsung hafal meskipun tidak tahu kegunaan praktis dari sesuatu yang sedang dia pelajari (pelajaran sekolah). Yang penting hafal, dan nilainya bagus. 

Tetapi bisa saja anak Ibu-Ibu dan Bapak-Bapak "senasib" dengan saya. Kalau tidak tahu kegunaan praktisnya, belajar (menghafal) sesuatu itu susahnya setengah mati. Apa boleh buat ? Kenyataannya begitu !

--------------------

Bagaimana pemecahannya ?

Belajar dari pengalaman saya pribadi, saya biasa menemani anak belajar sambil bermain menggunakan alat-alat yang menunjukkan kegunaan praktis dari suatu ilmu / teori / pelajaran. 

Contohnya, pada saat jalan-jalan ke Candi Ratu Boko (dekat Candi Prambanan, Klaten, Jawa Tengah), ada alat teropong di sana. Mungkin karena saya sudah menjadi Guru Les Privat sejak tahun 1989 (pengalaman ke Candi Ratu Boko ini terjadi di tahun 2008 atau 2009, saya agak lupa), naluri mengajar saya tiba-tiba saja muncul. 

Dan naluri mengajar sambil jalan-jalan inilah yang sedang saya tularkan kepada Ibu-Ibu dan Bapak-Bapak lewat blog ini.

Pada saat anak saya sedang asyik bermain melihat-lihat pemandangan menggunakan teropong (seperti tampak pada foto di atas, waktu itu saya belum kepikiran menggunakan foto itu sebagai ilustrasi blog ini), saya bercerita kepada anak tentang lensa cembung yang digunakan untuk membuat teropong. 

Di kesempatan lain, pada saat sedang di rumah, saya mengajak anak bermain menggunakan kaca pembesar di bawah sinar matahari yang terik. Dengan titik apinya, kaca pembesar yang terbuat dari lensa cembung itu bisa membakar kertas. Anak tentu saja senang, tetapi awas... jangan dibiarkan bermain sendiri memakai kaca pembesar kalau masih belum kelas 3 SD ke atas... karena bisa membuat kebakaran !

Dari kegunaan-kegunaan praktis yang dialami anak saat jalan-jalan atau bermain bersama orang tua, maka anak akan lebih tertarik dan lebih mudah mempelajari hal-hal yang biasanya cuma sebatas buku atau hafalan saja (dalam hal ini : tentang lensa cembung).

--------------------

Tentu saja, ada banyak hal lain yang bisa dipelajari anak dengan cara terbalik seperti ini, dengan bantuan orang tua : dari praktek / kegunaan praktis, baru diajak ngobrol tentang teorinya. 

Sekali lagi, di sinilah kesempatan orang tua dalam menemani anak untuk belajar secara kreatif. Kalau di sekolah, anak disuruh menghafalkan teori dan kemudian baru praktikum (itupun sangat terbatas waktu praktikumnya, sehingga cenderung kurang bisa dinikmati berlama-lama), maka di rumah orang tua berkesempatan menemani anak untuk praktikum dulu sambil jalan-jalan dalam suasana yang menyenangkan, kemudian baru di-cerita-in teorinya. 

Dan di zaman sekarang ini, orang tua bisa dengan mudah mencari materi penjelasan untuk bahan cerita. Buka saja Google. Semua ada di sana. 

--------------------

Selamat menemani anak. 
Selamat menemani anak praktikum mandiri sambil jalan-jalan.
Anak akan merasakan kegunaan praktisnya dan karena itu lebih mudah mempelajari teorinya.

"Menemani Anak = Mencerdaskan Bangsa".

-----o0o-----
  • Tulisan dan foto oleh Constantinus. Ilmuwan Psikologi - Himpunan Psikologi Indonesia nomor 03-12C-0922. Sarjana Perikanan Akuakultur - Universitas Diponegoro.  Alumnus Fisika - SMA Kolese Loyola.               
    • Mendirikan Bimbingan Belajar Privat / menjadi Guru Les Privat Matematika & IPA untuk SD - SMP - SMA pada tahun 1989 (sambil kuliah). 
    • Saat ini hobi mengajarnya disalurkan dengan menerima pembuatan "kurikulum" kreativitas, project (praktikum mandiri), bimbingan orang tua, serta menulis dan fotografi sain anak SD-SMP.  
      • Bimbingan setiap Senin - Jumat pk. 18.00-21.00 (telepon dulu) di  Jl. Anjasmoro V no. 24 Semarang. Telp. 085 741 6400 99, 081 229 255 689.
      • Atau lewat e-mail : constantinus99@gmail.com. 
      • Pembayaran (suka rela) lewat ATM Bank Mandiri a/c 135 00 053 9086 7.