Gasing bambu yang berputar.
Mainan tradisional dari bambu ini memang (hanya) asyik kalau
dimainkan oleh anak bersama dengan orang tua atau temannya.
Karena memainkannya memang perlu "keahlian khusus",
justru membuat mainan ini menjadi sarana yang baik
bagi orang tua dan anak bermain bersama.
Dari segi IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial), anak bisa di-cerita-in tentang
budaya, sosial, ekonomi para pembuat gasing bambu.
Dari segi IPA (Ilmu Pengetahuan Alam), anak bisa di-cerita-in tentang
Gaya Sentripetal dan Gaya Sentrifugal yang membuat gasing bambu bisa berputar
pada porosnya. Juga tentang resonansi udara yang timbul karena
adanya lubang pada gasing bambu.
"Anak saya ngambeg, tidak mau sekolah. Protes kepada saya. Katanya karena sering saya tinggal pergi ke luar kota, " demikian diungkapkan seorang Ibu kepada saya. Juga diungkapkan seorang Ibu yang lain kepada saya. Juga diungkapkan Ibu yang lain lagi kepada saya. Ibu-Ibu ini ada yang bekerja sebagai manajer. Juga direktur (dia bukan pemilik / pemegang saham). Juga dokter. Juga profesi / pekerjaan lainnya.
"Anak saya tidak dekat dengan saya. Kalau saya dekati, malah serba bingung. Saya juga ikut bingung," kata seorang Bapak. Juga kata Bapak yang lain. Juga yang lainnya lagi. Bapak-Bapak ini ada yang bekerja sebagai manajer. Direktur. Juga profesi / pekerjaan lainnya.
--------------------
Setelah saya ajak ngobrol secara santai agak lama, pada umumnya Ibu-Ibu dan Bapak-Bapak ini mengakui bahwa "saya memang kalau di rumah sudah lelah, jadi ya banyak tidur. Kurang bisa menemani anak bermain". Atau "saya memang sibuk kerja, tetapi kalau saat libur, anak sudah saya ajak jalan-jalan. Apa jalan-jalannya masih kurang lama, ya ?".
--------------------
Obrolan-obrolan seperti ini menunjukkan bahwa Ibu-Ibu dan Bapak-Bapak bekerja sungguh-sungguh untuk anak-anaknya. Mengapa demikian ? Karena Ibu-Ibu dan Bapak-Bapak ini masih peduli, masih memperhatikan bahwa anaknya ngambeg / protes. Atau tidak akrab. Atau serba salah kalau ada di dekatnya. Padahal, mereka bekerja juga untuk nafkah dan biaya sekolah anak-anak.
Tentu saja, tulisan ini mendukung Ibu-Ibu dan Bapak-Bapak untuk tetap bekerja. Dan, meningkatkan kualitas kegiatan dalam menemani anak-anak secara kreatif dalam waktu libur yang terbatas. Artinya, waktu untuk jalan-jalan yang selama ini sudah dilakukan tidak perlu ditambah. Tetapi, pada saat Ibu-Ibu dan Bapak-Bapak selesai jalan-jalan bersama anak-anak dan perlu istirahat / tidur di rumah, anak masih memiliki kegiatan yang menyenangkan di rumah sebagai kelanjutan dari jalan-jalan tadi. Dengan demikian anak tidak bengong saja ketika orang tuanya memang sedang perlu beristirahat setelah lelah jalan-jalan (dan juga bekerja keras di hari-hari kerja).
--------------------
Sebagai orang tua, kita pasti sering mengajak anak kita berjalan-jalan. Nah, ada baiknya kita memodifikasi kegiatan pada saat bersama anak-anak. Kalau biasanya mengajak anak-anak berjalan-jalan di mall, cobalah kita bertanya seolah-olah kita yang menjadi anak, "Apakah aku (anak) memang suka jalan-jalan ke mall ? Apa nilai ilmiah dan kreatif - produktif yang bisa aku (anak) dapatkan ? Apa aku (anak) tidak bosan ?"
"Tetapi anak saya suka kalau saya ajak jalan-jalan ke mall, " begitu kata beberapa orang tua kepada saya.
"Masalahnya, apa dia tidak lebih suka jalan-jalan ke tempat lain ?" tanya saya menggelitik.
"Jalan-jalan ke mana ?"
"Ke mana saja. Yang dekat-dekat saja. Yang murah meriah. Melihat-lihat, mempelajari pohon-pohon di tepi jalan. Anak diajak memperhatikan dan dicerita-in tentang ekosistem / lingkungan hidup selokan beserta ikan-ikan kecil dan ketam-ketam yang ada di kota kita. Atau anak diajak me-main-kan mainan tradisional yang memang (untuk anak kecil) harus dibantu orang tua. Mainan gasing dari bambu, misalnya. Atau bermain layang-layang," kata saya.
"Bapak melakukannya dengan anak ?"
"Ya," jawab saya. "Dan itu menyenangkan. Buat anak. Juga buat saya dan istri saya. Memang tidak elit. Tidak mewah. Tetapi anak jadi senang. Apalagi kalau pakai foto-foto segala. Pakai saja kamera handphone. Praktis. Bahkan sampai bertahun-tahun kemudian, anak saya masih suka melihat foto-foto itu. Kenangan yang menyenangkan buat anak".
--------------------
Setiap kali saya, istri saya, dan anak saya jalan-jalan melewati selokan yang ada di kota kami (kami tinggal di Kota Semarang), saya dan istri saya selalu bercerita kepada anak tentang ikan-ikan kecil yang hidup di situ. Tentang mereka itu makan apa. Tentang bagaimana mereka berenang melawan arus. Juga tentang ketam-ketam yang ada di situ, yang bersembunyi di lubang-lubang tanah.
Ada banyak sekali selokan di kota tempat tinggal kami yang selalu bisa dijadikan bahan cerita sambil belajar. Dan, keadaan setiap selokan masing-masing berbeda. Tidak sama persis. Jadi, selokan memang merupakan salah satu "tempat tujuan wisata" kami. Murah, mudah, ilmiah.
Saya tidak memungkiri bahwa karena saya dan juga istri saya adalah lulusan Perikanan Undip, saya dan istri saya bisa bercerita banyak kepada anak tentang ekologi perairan seperti itu. (Waktu kuliah dulu, memang ada mata kuliah Limnology alias "ilmu perairan tawar". Terima kasih kepada Yth. Bapak Ir. Prijadi Soedarsono, M.Sc dan DR. Ir. Subiyanto, M.Sc, dosen-dosen Ilmu Perairan kami di Perikanan Undip 1989-1995).
Dan kami yakin, apapun ilmu yang Ibu-Ibu dan Bapak-Bapak pelajari, juga bisa digunakan untuk diceritakan kepada anak. Baik itu Ilmu Pengetahuan Sosial maupun Ilmu Pengetahuan Alam. Yang ringan-ringan saja. Yang memang sedang terlihat di depan mata. Sambil jalan-jalan. Karena itu, kalau mengajak anak jalan-jalan, memang kita carikan tempat jalan-jalan yang bisa nyambung dengan cerita kita nantinya.
Masalahnya, mungkin, kita akan merasa jadi keluarga yang agak aneh saja. Tetapi kalau tujuan dan hasilnya bagus, ya tidak masalah. Santai saja. Toh tidak mengganggu ketertiban umum. Dan ini ilmiah. Murah, mudah, bermanfaat.
Saya dan istri saya bukan orang pertanian atau kehutanan (kami berdua Sarjana Perikanan). Tetapi kalau jalan-jalan, saya dan istri saya biasa mengajak anak untuk mengamati, juga memotret pohon-pohon yang ada di tepi jalan. Ada tunas yang baru tumbuh. Ada pohon yang mau mati. Ada pohon yang sudah mati. Ada pohon-pohon yang terluka, atau dilukai manusia. Dengan begitu, anak kita juga sejak kecil sudah mencintai alam lingkungan sekitar.
Dari mana kita mendapatkan sumber cerita ilmiah seperti itu ? Kalau saya, saya masih membaca-baca buku Biologi SMP milik anak saya. Dari situ, saya tahu apa yang secara teori diajarkan di sekolah. Kemudian, saya mengajaknya jalan-jalan ke tempat yang sesuai, yang anak saya bisa saya cerita-in sambil melihat langsung kenyataan yang ada di alam.
Ini praktikum mandiri yang murah, mudah, menyenangkan. Juga mengakrabkan kita dengan anak. Anak juga jadi lebih paham dengan apa yang diajarkan di sekolah / ditulis di buku pelajarannya.
Pada saat mengunjungi saudara yang tinggal di lereng Gunung Merapi paska gempa tahun 2010, saya, istri, dan anak menyempatkan diri ke sungai-sungai yang ada di dekat rumah saudara kami itu (di bawah Ketep Pas, Kabupaten Magelang). Sambil jalan-jalan di sungai-sungai itu, saya dan istri bercerita kepada anak tentang perubahan lingkungan yang terjadi akibat gempa. Juga semangat gotong royong untuk bangkit kembali yang ada dalam diri penduduk setempat.
Jadi, sambil menengok atau mengunjungi saudara pun, anak bisa kita cerita-in tentang Ilmu Pengetahuan Alam dan juga Ilmu Pengetahuan Sosial.
--------------------
Demikianlah sekelumit cerita tentang bagaimana caranya mengajak anak jalan-jalan. Supaya anak merasa diperhatikan, ditemani. Supaya anak juga memiliki kenangan manis berupa foto-foto unik yang dibuatnya bersama dengan orang tuanya. Yang pada saat orang tuanya harus bekerja pada hari-hari kerja, foto-foto itu dapat di-edit, di-kliping, dib eri tulisan-tulisan oleh anak, dan ditempel di dinding kamar, di lemari belajar, atau di meja belajar. Juga dapat dijadikan sisipan / pembatas buku, atau untuk mengerjakan tugas sekolah. (Anak saya selalu menggunakan foto-foto buatan sendiri saat jalan-jalan seperti ini untuk berbagai tugas sekolahnya). Apa saja. Banyak sekali.
Dan, di hari libur yang akan datang, anak bisa diajak jalan-jalan dan berburu foto lagi. Kemudian di hari-hari kerja orang tuanya, anak di rumah (pulang sekolah) bisa melakukan banyak kegiatan dengan foto-foto kenangan jalan-jalan itu. Kenangan indah.
Begitu seterusnya. Sehingga pada saat orang tua benar-benar bisa hadir menemani anak pada saat libur kerja maupun pada saat orang tua sedang bekerja di kantor, anak selalu merasa bahwa orang tuanya ada dan menemani serta memperhatikannya. Dan dengan demikian, anak dengan senang hati mau sekolah. Karena saat hari libur sudah diajak jalan-jalan. Diperhatikan. Karena saat pulang sekolah, ada foto-foto yang dapat dikoleksi. Karena pada saat ada tugas sekolah, foto-foto itu bisa digunakan untuk mengerjakan tugas sekolah itu. Semua adalah hasil karyanya bersama orang tuanya di hari libur. Anak merasa bahagia. Juga bangga. Pengetahuannya juga bertambah karena cerita-cerita ilmiah dari orang tuanya selama jalan-jalan di hari libur.
Selamat menemani anak. Selamat memodifikasi kegiatan jalan-jalan yang murah, mudah, sederhana menjadi lebih bermakna dengan foto-foto unik buatan sendiri (buatan anak dan orang tuanya) dan dengan cerita-cerita ilmiah IPS maupun IPA dengan memanfaatkan buku-buku pelajaran sekolah anak yang ikut dibaca oleh orang tua.
"Menemani Anak = Mencerdaskan Bangsa".
-----o0o-----
- Tulisan oleh Constantinus, Ilmuwan Psikologi anggota Himpunan Psikologi Indonesia nomor 03-12C-0922. Lulus dari Universitas Semarang (2012) dengan predikat Cumlaude.
- Constantinus dan Susana Adi Astuti adalah lulusan Perikanan Undip Semarang (keduanya lulus Cumlaude tahun 1995). Keduanya menempuh pendidikan SMA di Kolese Loyola Semarang (1986-1989). Tinus di Jurusan Fisika, Susana di Jurusan Biologi.
- Foto tentang "gasing bambu" dibuat oleh Constantinus, sambil bermain gasing bambu dengan Bernardine Agatha, anaknya (saat ini sekolah di SMP Pangudi Luhur - Domenico Savio Semarang).
- Foto tentang "selokan" dan "pohon" dibuat oleh Constantinus di kawasan Undip Pleburan Semarang.
- Foto tentang "sungai" dibuat oleh Bernardine Agatha di Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang (di bawah Ketep Pas).