Minggu, 17 Juni 2012

BELAJAR DARI SAMPAH


Setiap saat, kita dapat menggunakan apa saja yang kita temui sebagai materi menemani anak belajar. Apa saja yang ada di depan mata kita. Yang penting pikiran dan hati kita selalu terbuka untuk mendapatkan ide bahwa ini adalah alat peraga yang nyata untuk belajar anak kita. 

Hari Minggu ini saya menemani anak berkegiatan di suatu tempat. Kebetulan kegiatan sekolah. Jadi saya (dan istri) cuma bisa meunggu di tempat parkir. 

Tiba-tiba saja mata saya tertuju pada tumbukan sampah di salah satu pojok tempat parkir. Sampah dari kayu. Bekas dibakar. Tapi belum habis. 

Saya jadi tertarik. Saya ambil handphone Nokia E71 yang saya bawa. Handphone ini memang sudah lanjut usia, tapi saya memang familiar menggunakannya untuk memotret dadakan seperti ini. Jadi, saya potret saja tumpukan sampah ini. Saya potret yang sudah jadi arang sebagian.

Buat apa ?

------------------

Terus terang, tidak seperti zaman saya masih kecil dulu, anak saya tidak terlalu akrab dengan arang kayu. Artinya, zaman saya masih kecil, ibu saya setiap hari menyetrika pakaian dengan setrika arang. Anak saya tidak. Zaman saya masih kecil, ibu saya masih memasak menggunakan "anglo" (tungku api kecil terbuat dari tanah liat) berbahan bakar arang (meskipun ibu saya juga memasak dengan kompor minyak tanah). Anak saya tidak. Zaman saya kecil, kalau musim hujan, ibu saya mengeringkan pakaian dengan cara "digarang" di atas kurungan ayam jago (yang terbuat dari bambu). Di tengah-tengah kurungan ayam itu diletakkan "anglo" berbahan arang kayu. Anak saya tidak mengalami ini.

Jadi, sambil menunggu anak di tempat parkir, saya sudah siap-siap merangkai cerita untuk ngobrol dengan anak saya nantinya. Tentang arang kayu. Tentang proses terbuatnya. Tentang penyebab terjadinya. Sambil mengajak anak saya melihat arang kayu yang terbentuk di tempat (pembakaran) sampah.

--------------------

Benar saja. Seusai kegiatan sekolah itu, anak saya langsung tertarik ketika kepadanya saya tunjukkan arang kayu yang terbentuk tidak sengaja di tempat pembakaran sampah. Anak saya memang jarang melihat langsung arang kayu. Apalagi melihat arang yang setengah jadi seperti ini. 

"Kenapa jadi arang ?" tanya anak saya sambil melihat tempat sampah itu. 

"Karena ada unsur Carbon di kayu itu. Besi tidak menjadi arang, karena tidak terbuat dari Carbon," jawab saya.

Penjelasan yang simpel tapi mengena. Karena di tempat sampah itu juga ada paku besi yang terbakar, tetapi tidak menjadi arang.

Lalu saya cerita bahwa pembakaran hanya mungkin terjadi kalau ada Oksigen. 

Lalu saya cerita tentang Oksigen di udara di sekitar ini.

Dan seterusnya. Dan seterusnya. Sambil saya dan anak saya masih tetap memperhatikan tempat pembakaran sampah itu dengan seksama. 

Asyik juga. Anak saya banyak bertanya. Tentang apa saja yang belum dia ketahui. Terkait unsur Carbon, unsur Oksigen, dan pembakaran. Juga tentang arang kayu tentunya, karena di depan mata kami memang ada barang ini.

--------------------

Semoga tulisan kali ini (lagi-lagi) menginspirasi untuk menemani anak belajar ilmu alam dan ilmu sosial dari apa saja yang sedang ada di depan mata kita. Yang sederhana dan praktis saja. Yang penting ada unsur ilmu pengetahuannya. 

Yang penting, pikiran dan hati kita selalu terbuka. Juga membawa notebook / tablet / BB / handphone yang bisa untuk "browsing" internet. Supaya kalau kita "bertemu" dengan suatu benda / keadaan, kita bisa langsung dapat materi cerita ilmiahnya lewat "Google". Jadi, kita bisa sigap menemani anak belajar dari apa yang ada di depan mata (sekalipun hanya kebetulan / tanpa direncanakan). Setiap saat, kita siap menceritakan aspek ilmu pengetahuan dari barang-barang itu.

--------------------

Selamat menemani anak.
Bahkan sampah pun bisa digunakan sebagai sarana belajar sambil menemani anak.

"Menemani Anak = Mencerdaskan Bangsa".

-----o0o-----

  • Tulisan dan foto oleh Constantinus. Ilmuwan Psikologi anggota Himpunan Psikologi Indonesia nomor 03-12C-0922. 
  • Constantinus adalah Guru Les Matematika dan IPA sejak 1989, ketika baru lulus dari Jurusan Fisika di SMA Kolese Loyola Semarang. Menjadi Guru Les sambil kuliah di Jurusan Perikanan Universitas Diponegoro, sampai lulus jadi Sarjana Akuakultur dengan predikat Cumlaude.
  • Ilmunya di bidang Psikologi dikombinasikan dengan ilmunya di bidang IPA "menghasilkan" inspirasi belajar kreatif dari apa yang ada di alam sekitar, bukan sekedar menghafalkan buku teks.