Rabu, 17 Oktober 2012

P-KETIGA DALAM STRATEGI PENGEMBANGAN KREATIVITAS : PROSES




Melanjutkan P-Pertama yaitu mengakui pribadi yang unik pada setiap anak yang sudah dibahas pada edisi 5 Oktober 2012 dan P-Kedua yaitu adanya pendorong kreativitas yang dibahas pada edisi 16 Oktober 2012, maka kali ini akan dibahas P-Ketiga yaitu Proses.

Yang dimaksud dengan proses di sini adalah anak perlu diberi kesempatan untuk bersibuk diri secara kreatif. Orang tua perlu menyediakan sarana dan prasarana untuk mendukung proses kreatif anak. Jadi, bukan berarti orang tua (misalnya) membelikan anaknya piano, menghadirkan guru les piano di rumah, kemudian mengharuskan anaknya les piano karena orang tuanya ingin anaknya bisa main piano. Tidak. Kalau seperti ini, anak tidak merasa senang, anak merasa tertekan, dan meskipun anak mau les piano, itu dikarenakan takut / tidak mau membantah orang tuanya. Kalau sudah demikian, proses kreatif main piano tidak muncul.

Tetapi, kalau anak memang menunjukkan minat untuk bermain piano (terlihat dari perhatiannya pada lagu-lagu yang ada permainan pianonya, atau karena anak suka mendengarkan kaset lagu-lagu klasik lewat tape kecil-nya), maka ini mengindikasikan bahwa anak memang berminat. Kemudian ketika anak ditanya, apa ingin belajar piano, anak menjawab "ya", maka ini pun mengindikasikan bahwa anak memang mau. Dan ketika anak diajak ke tempat les musik piano, anak terlihat bersemangat, maka indikasi minat ini pun semakin kuat. Nah, dalam hal demikian, orang tua (dalam batas kemampuannya) memang sah-sah saja membelikan piano untuk anak (kalau memang belum punya piano). Yang penting adalah bahwa piano ini hadir sebagai sarana proses berkreasi anak sesuai minat dan bakat anak, bukan karena keinginan / jaga gengsi orang tua.


Dalam kasus piano sebagai sarana berproses kreatif ini, apabila anak memang memiliki minat dan bakat, setidaknya akan terlihat juga indikasi ini :
(1)        Anak dalam setiap kesempatan, meskipun hanya sebentar, akan meluangkan waktu atas inisiatifnya sendiri untuk bermain piano (belajar sendiri berdasarkan buku-buku piano yang dimilikinya). Jadi, tidak perlu disuruh orang tua.

(2)        Anak selalu bersemangat dan tidak pernah bolos berangkat ke tempat les piano (atau menunggu kedatangan guru les piano, kalau guru les didatangkan ke rumah).

(3)        Bisa jadi, anak juga menuliskan di atas secarik kertas kemudian menempelkannnya pada pianonya : cita-cita yang ingin dicapainya dalam hal bermain piano.

Bukan hanya dalam hal les piano. Dalam hal les / kursus Bahasa Inggris juga sama. Juga dalam bidang-bidang lainnya.

(Khusus untuk kisah tentang les piano dan Bahasa Inggris, hal ini saya tulis berdasarkan pengalaman pribadi anak saya. Jujur saja, saya dan istri sama sekali tidak bisa main piano dan dulunya kami tidak punya piano. Kalau Bahasa Inggris, saya dan istri memang bisa, tapi tidak memiliki minat untuk kursus setinggi anak kami. Dulu kami belajar Bahasa Inggris secara otodidak saja).

--------------------

 
Apakah anak yang memiliki minat dan bakat bermain piano atau Bahasa Inggris atau menulis akan menghasilkan produk-produk kreatif yang bermakna ?

Berdasarkan pengalaman dan sesuai dengan hasil penelitian / teori dalam buku-buku Psikologi, jawabannya adalah ya, tetapi anak jangan dituntut untuk itu, karena anak pertama-tama anak perlu diberi kesempatan untuk bersibuk diri dalam proses kreatif, tanpa dibayang-bayangi ketakutan akan tuntutan menghasilkan prestasi tertentu.

--------------------

Jadi, ketika anak gemar menulis, misalnya, memang perlu bagi orang tua untuk menyediakan sarana berupa notebook / komputer dan juga printer, dan kemudian biarkan anak berkreasi tanpa dituntut harus menjadi juara ini - itu. Semuanya berproses.


Demikian pula kalau anak gemar memotret, orang tua memang perlu menyediakan kamera digital maupun handycam, kemudian biarkan anak berproses kreatif tanpa tuntutan harus menang lomba fotografi.

Bahkan, ketika anak atas inisiatifnya sendiri mengikuti loma (menulis, atau fotografi, atau yang lainnya), orang tua harus mendorong dalam arti positif yaitu melakukan yang terbaik dan memiliki mental juara, sekalipun (mungkin) belum menjadi juara. Kalaupun anak menjadi juara, orang tua juga memberikan apresiasi secara positif bahwa ini adalah anugerah Tuhan dan karena usaha yang sungguh-sungguh, serta anak selalu diingatkan bahwa perlu selalu meningkatkan kemampuan kalau ingin tetap berprestasi seperti ini sebab orang lain pasti juga berusaha meningkatkan kemampuannya.


Menjadi juara adalah anugerah Tuhan yang harus disyukuri. 
Tetapi berproses kreatif juga sudah merupakan anugerah Tuhan 
yang harus disyukuri pula. 

--------------------

Selamat menemani anak.

"Menemani Anak = Mencerdaskan Bangsa"


-----o0o-----

Foto dan tulisan oleh Constantinus.

CONSTANTINUS (pengelola HOLIPARENT) adalah lmuwan Psikologi anggota Himpunan Psikologi Indonesia nomor 03-12D-0922. Sarjana di bidang Ilmu Alam dan Sarjana di bidang Ilmu Sosial. Magister Manajemen di bidang Marketing, Praktisi Psikologi Industri & Komunikasi, dan Praktisi Perbankan.
 
 
  
www.holiparent.blogspot.com diterbitkan oleh "Holiparent Studio 89" (dahulu "Jantera Study 89") yang memberikan bimbingan & konsultasi untuk anak-remaja-dewasa tentang Article Writing & Scientific Photography for  Communication & Creativity Purposes. Bimbingan & konsultasi di Jalan Anjasmoro V no. 24 Semarang setiap Senin-Jumat pk. 18.00-21.00 (Minggu pagi khusus Scientific Photography - Outdoor).