Saya pribadi bukan penggila bubur ayam. Tetapi karena anak dan istri saya suka bubur ayam, jadinya saya pun cukup sering makan bubur ayam. Setidaknya, seminggu sekali. Setidaknya, setiap hari Minggu pagi, setelah selesai jalan-jalan atau olah raga pagi.
---------------------
Bubur ayam banyak dijual di mana-mana. Rasanya satu sama lain
---- jujur saja ----- tidak sama persis. Di Jakarta begitu. Di Semarang pun
begitu. Lain penjualnya, pasti ada bedanya.
Bukan bermaksud promosi ----- karena saya tidak dibayar oleh
pemiliknya untuk ini ----- saya kali ini mau menceritakan tentang seorang penjual yang menjaga
sungguh-sungguh kualitas bubur yang dijualnya, sehingga banyak orang yang
mengakui bahwa rasa bubur ayamnya enak.
Penjual ini menuliskan di spanduk depan warungnya : dibuat dari beras tumbuk Cianjur. Ini
menekankan bahwa bubur ayam ini tidak dibuat dari beras yang dimasak biasa. Ini istimewa.
Benarkah demikian ?
Saya sendiri harus mengakui bahwa bubur ayam ini rasanya lebih lezat meskipun dimakan tanpa diberi
kuah. Artinya, rasa nasinya / buburnya memang benar-benar istimewa.
Dengan harga per porsi Rp 9.000,- (termasuk 1 butir telur rebus
dan 1 mangkok kecil kerupuk) ditambah teh hangat manis Rp 1.000,- atau teh
hangat tawar Rp 500,-, harga bubur ayam yang murah meriah ini memang lebih terasa lezatnya (karena tidak
mahal).
Karena banyak pembelinya, dagangan di warung ini cepat habis.
Buka jam 07.00-an, paling siang jam 11.00-an sudah habis / tutup.
--------------------
Ketika kita membeli sesuatu, kita dapat merasakan apakah penjualnya melayani dengan sepenuh hati, apakah
penjualnya melayani dengan rasa cinta
pada pekerjaannya, atau tidak. Di warung bubur ayam ini, hal-hal baik itu dapat kita rasakan secara langsung. Bahwa
penjualnya ramah. Bahwa penjualnya menjaga betul kebersihan bubur ayam yang
dijualnya. Bahwa setiap mangkok bubur yang dihidangkan adalah bubur yang istimewa / terjaga kualitasnya.
Terbukti, secara berkala penjualnya
mengaduk bubur yang masih ada di dandang besar, supaya tidak menggumpal. Bahwa
kalau ada bubur di lapisan atas agak
mengering, maka lapisan itu diambil kemudian disendirikan di mangkok khusus
(tidak dijual). Dengan demikian yang dijual hanya bubur yang benar-benar halus / lembut dan hangat.
--------------------
Sambil jajan atau jalan-jalan bersama anak, kita bisa
mengenalkan kepada anak : orang-orang
yang bangga dan mencintai
pekerjaannya. Itu tidak berarti dia harus seorang pemilik restoran besar atau pemilik
perusahaan besar. Bisa saja, dia adalah orang yang berjualan bubur ayam di warung tepi jalan Jalan Pringgading
Semarang, seperti pada contoh di atas.
Dengan demikian, anak juga kita ajak mempunyai wawasan / pengetahuan dan pengalaman praktis bahwa penjual yang
melakukan pekerjaannya dengan bangga dan rasa cinta ternyata memang berbeda dengan penjual yang asal jualan saja / asal
jualannya laku saja. (Untuk itu, anak memang juga perlu kita ajak makan di warung yang penjualnya biasa-biasa saja alias berjualan tanpa mengedepankan kualitas baik
itu kualitas barang yang dijualnya maupun
kualitas pelayanan / penyajiannya).
--------------------
Tetapi, mengapa saya tiba-tiba saja ingin menuliskan kisah
tentang Bubur Ayam "Wa Apuy" yang berkualitas itu ?
Sebab, hari Sabtu tanggal 15 September 2012 kemarin (tulisan ini
saya buat hari Minggu tanggal 16 September 2012) saya mendapat tambahan
pengalaman bertemu 2 orang pada
kesempatan yang berbeda, yang kedua-duanya merupakan contoh nyata orang yang tidak bangga dan tidak mencintai pekerjaannya.
Orang yang pertama selalu
"garing" alias kurang
gairah alias tidak bersemangat alias
tidak bangga & tidak mencintai pekerjaannya.
Setiap kali diajak memikirkan pengembangan
/ kemajuan terkait bidang pekerjaannya, tanggapannya selalu saja, "Ah....saya dapat apa". Artinya,
dia hanya melakukan pekerjaannya biasa-biasa
saja sekedar memenuhi prosedur, sehingga tidak ada yang istimewa dengan dirinya atau pekerjaannya.
Orang yang kedua, sudah cukup lama tidak bertemu saya. Ketika
bertemu saya dan saya tanya sekarang bekerja di mana, dengan cepat dia
menjawab, "Saya bekerja di
perusahaan Anu...tetapi saya masih mencari yang lebih baik lagi...
Bla...bla...bla....". Saya jadi heran, betapa bersemangatnya dia untuk menunjukkan ketidakpuasan di tempat kerjanya sekarang, padahal tempat kerja
baru yang diinginkannya pun masih
sebatas ada di angan-angan. Tampak jelas bahwa dia tidak bangga dan tidak
mencintai pekerjaannya yang sekarang.
Saya menuliskan tentang Bubur Ayam "Wa Apuy" karena di
hari Minggu pagi ini saya sedang makan bubur ayam ini bersama anak dan istri
saya (saya ketik tulisan ini sambil makan
bubur ayam di warung, saya ketik memakai HP Samsung QWERTY supaya ide ini tidak
hilang) dan saya melihat betapa kontrasnya sikap - perilaku - tutur kata
penjual Bubur Ayam "Wa Apuy" dengan orang pertama dan orang kedua
yang saya ceritakan tadi.
--------------------
Selamat menemani anak.
Selamat mengejak anak jalan-jalan sambil jajan untuk memberikan contoh pengalaman nyata tentang orang
yang bangga & mencintai pekerjaannya
(dan yang tidak). Sehingga, anak kita tahu bahwa ketika kita bertemu / bertransaksi, maka kita bisa merasakan itu. Jadi, anak kita pun jadi
lebih hati-hati (saat ini maupun kelak ketika dewasa) kalau mau bersikap -
berpikir - bertingkah laku tidak bangga /
tidak senang dengan pekerjaannya, karena hal itu pasti akan terasa pada orang lain yang ditemuinya.
"Menemani Anak = Mencerdaskan Bangsa".
-----o0o-----
Foto dan tulisan oleh Constantinus Johanna Joseph. Ilmuwan
Psikologi anggota Himpunan Psikologi Indonesia nomor 03-12D-0922. Sarjana di
bidang Ilmu Alam dan Sarjana di bidang Ilmu Sosial. Magister Manajemen di
bidang Marketing, Praktisi Psikologi Industri, dan Praktisi Perbankan.
www.holiparent.blogspot.com diterbitkan oleh "Holiparent Studio 89" (dahulu
"Jantera Study 89") yang memberikan Bimbingan & Konsultasi anak-remaja-dewasa untuk Article Writing & Scientific
Photography for Communication & Creativity Purposes.
--------------------