(STOP
WAWANCARA BERBASIS ASUMSI SAJA !)
JANGAN
MELAKUKAN WAWANCARA
TANPA
OBSERVASI DI LAPANGAN
LEBIH DULU
“Apakah yang harus dilakukan
oleh seorang pewawancara sebelum dia mewawancarai calon karyawan ?” tanya
Slontrot kepada saya.
“Dia harus tahu betul apa yang harus dikerjakan oleh calon karyawan itu kalau nantinya diterima,” jawab
saya.
“Jadi pewawancara harus tahu betul apa yang nantinya harus
dikerjakan oleh seorang operator SPBU[4]
kalau akan mewawancarai calon operator SPBU ?” tanya Slontrot.
“Ya,” jawab saya tegas.
“Bagaimana caranya ?” Slontrot kelihatan ingin tahu.
“Harus hafal Job Desc[5]
dan SOP[6]
operator SPBU di luar kepala,” jawab saya. “Juga melakukan observasi dan wawancara
informal
kepada para operator SPBU yang sudah berpengalaman”.
*****
Pertanyaan yang kemudian muncul, itu untuk pewawancara psikologi
atau wawancara kompetensi ? Jawabannya adalah untuk keduanya. Pewawancara
psikologi maupun pewawancara kompetensi sama-sama harus mengetahui dengan
pasti, bukan hanya berdasarkan angan-angan tentang SOP dan Job Desc
operator SPBU. Jangan sampai membuat rekomendasi dapat diproses lanjut, masih
dapat diproses lanjut, atau kurang disarankan untuk diproses lanjut hanya
berdasarkan angan-angan saja, tanpa pernah secara nyata melakukan observasi dan
wawancara, dan tanpa hafal di luar kepala tentang SOP dan Job Desc pekerjaan
yang di-wawancara-kan.
*****
“Terus, apa perbedaan pewawancara psikologi dan pewawancara kompetensi
kalau sama-sama harus melakukan observasi dan wawancara serta hafal SOP
dan Job Desc operator SPBU ?” tanya Slontrot.
“Pewawancara psikologi akan mendalami dengan BEI-STAR[7]
tentang kecocokan calon karyawan itu dengan pekerjaan sebagai operator SPBU
ditinjau dari tujuan hidup atau motifnya bekerja, kecerdasannya,
kepribadiannya, dan minatnya,” kata saya. “Pewawancara kompetensi akan mendalami
dengan wawancara hal-hal teknis serta simulasi
atau peragaan untuk mengukur kecocokan calon karyawan itu dengan pekerjaan
sebagai operator SPBU”.
Slontrot mengangguk-anggukkan kepala.
“Dan ada tambahan lagi,” kata saya mengagetkan Slontrot. “Pewawancara psikologi
harus mengukur juga potensi yang dapat dikembangkan
dalam diri calon karyawan itu. Misalnya, karena dia relatif pandai berhitung
atau matematika, atau karena komunikasinya ramah dan jelas, atau karena dia
terlihat percaya diri dan mempersiapkan diri mengikuti wawancara dilihat dari
cara berpakaian, kerapian rambut, bahasa tubuh, dan sebagainya. Pewawancara dapat
mengukur apakah calon karyawan ini apabila nantinya diterima dapat
dikembangkan menjadi supervisor dengan pelatihan dan pendidikan yang
khusus diberikan kepada calon supervisor.”
“O… Jadi memang harus ada pelatihan dan pendidikan khusus untuk mengembangkan
karyawan yang punya potensi lebih baik dari yang biasanya, ya ?” tanya
Slontrot.
*****
Godaan bagi pewawancara pemula adalah kurang menggali lebih dalam dan
melihat secara lebih luas atau lebih utuh serta lebih jauh ke depan tentang apa
yang ada pada diri calon karyawan, serta kondisi nyata dari bisnis yang
sedang di-wawancara-kan (dalam contoh ini adalah bisnis SPBU). Termasuk dalam
kondisi nyata dari bisnis adalah harapan / tuntutan dari masyarakat
selaku konsumen, aturan yang diterapkan oleh institusi terkait tentang
penjaminan mutu, aturan dari pemilik perusahaan tentang target yang harus
dicapai dan kepemimpinan untuk kerja sama tim, dan lain-lain.
Dengan demikian, menjadi pewawancara potensi haruslah benar-benar
membumi alias mengetahui betul kondisi nyata di lapangan, lewat
observasi dan wawancara kepada para operator yang sudah berpengalaman, serta
hafal tentang SOP dan Job Desc yang harus dikerjakan operator SPBU.
*****
Slontrot pamit pulang. Dia sudah lebih paham sekarang. Tinggal melakukan
apa yang sudah saya katakan, yaitu harus melakukan observasi dan wawancara di
lapangan, serta hafal SOP dan Job Desc, supaya dalam melakukan wawancara
psikologi jangan didasarkan pada asumsi saja.
Semarang, 6 April 2020
di teras rumah
Jl. Anjasmoro V/24 Semarang
[1] Adalah tulisan
yang dibuat sebagai bahan refleksi kepemimpinan bagi para pemimpin dan calon
pemimpin di Komunitas Psikologi “Holiparent Research & Education” Semarang,
supaya tidak membatasi diri untuk melihat pekerjaan sebatas kegiatan mencari
uang (karena pekerjaan adalah kesempatan berkarya untuk memuji Tuhan
Yang Mahaesa).
[2] Constantinus,
S.Pi, S.Psi, MM, MM, M.Psi, Psikolog adalah psikolog praktek, employment counselor bersertifikat
manajemen sumber daya manusia dari BNSP RI, Direktur “Praktek Psikologi
Constantinus & Rekan”.
[3] Susana Adi
Astuti, S.Pi, MM, M.Si adalah ilmuwan psikologi sosial, employment counselor bersertifikat manajemen SDM dari BNSP RI,
Direktur “Holiparent Research & Education”.
[4] Stasiun Pompa
Bensin untuk Umum alias pom bensin.
[5] Job Description
[6] Standard Operation & Procedure
[7] Behavior Event Interview – Situation Task
Action Result