Minggu, 31 Juli 2016

Menemani Anak : JANGAN HANYA MENGEJAR "KULIT"-NYA SAJA



Sekitar sebulan yang lalu, saya (seperti biasa) sedang mewawancarai para pelamar kerja untuk mengisi posisi jabatan yang kosong di sebuah perusahaan. Dari sekian banyak pelamar, ada seorang pelamar yang menarik perhatian saya.

Mengapa ?

Karena selain memenuhi syarat-syarat minimal yang harus dipenuhi, pelamar ini menuliskan di Daftar Riwayat Hidupnya : mengikuti kegitatan karate dan bahkan melampirkan fotokopi sertifikat kelulusan ujian kenaikan tingkat di karate.

Singkat kata, saya mengundang pelamar ini dan melakukan wawancara. Dan, di sini masalah mulai muncul.

PERTAMA,

Meskipun pelamar ini seorang sarjana dan pada berkas lamaran juga disertakan fotokopi ijazah sarjana dan fotokopi transkrip nilai sarjana, ketika saya tanya tentang materi kuliah di mana dia mendapat nilai A, dia menjawab, "Lupa". Padahal, dia belum lebih dari 5 tahun lulus sarjana !

KEDUA,

Pada saat saya tanya tentang warna sabuk karate-nya, dia menjawab, "Biru". Lalu, ketika saya tanya, sabuk karate biru itu dalam aliran karate yang dia ikuti berarti "kyu" (tingkat) berapa, dia bingung menjawabnya. Lalu, dia mulai berusaha mencari pembenaran dengan mengatakan bahwa sertifikat kelulusan sabuk birunya belum dia ambil dari pengurus karate tempat dia berlatih. Saya menjawab bahwa tanpa memegang sertifikat pun, seorang praktisi karate pasti tahu "kyu" (tingkat / level) berapa dia saat ini.

Selanjutnya, saya menanyakan kepadanya tentang nama 5 (lima) "kata" (jurus) dasar dalam aliran karate yang diikutinya. Dia pun tidak bisa menyebutkan nama-nama itu.

Saya semakin penasaran. Maka, saya meminta dia untuk memperagakan "kata" (jurus) dasar pertama saja. Dan seperti yang sudah saya duga, dia tidak bisa !

* * * * *

Ibu-Ibu dan Bapak-Bapak pecinta blog inspirasi pendidikan kreatif "Holiparent" yang saya hormati,

Tentu saja, pelamar ini tidak akhirnya tidak diterima menjadi karyawan di perusahaan tersebut. Tetapi, bukan tentang itu saya menulis di blog "Holiparent"  kali ini.

Saya dalam edisi kali ini ingin membagikan pengalaman tentang BAHAYANYA mengejar SEKEDAR KULIT tanpa menguasai ISINYA. Yang saya maksud adalah begini : pelamar yang saya ceritakan di atas memang secara LEGAL FORMAL memiliki ijazah dan transkrip nilai sebagai seorang sarjana, tetapi itu hanya KULITNYA saja. Sebab, dia tidak menguasai ISINYA. Dia tidak bisa menjawab pertanyaan tentang mata kuliah di mana dia mendapat nilai A untuk mata kuliah tersebut ! Dalam bidang karate, sama saja. Dia memang secara legal formal memiliki sertifikat dan sabuk, tetapi itu hanya KULITNYA saja. Dia tidak tahu ISINYA : dia itu sudah "kyu" berapa, apa saja nama "kata" yang harus dikuasainya, dan bagaimana memperagakan "kata" tersebut.

Mengapa hal seperti ini bisa terjadi ?

Pengalaman saya sebagai praktisi psikologi industri menunjukkan bahwa ada banyak orang (salah satunya adalah pelamar yang saya ceritakan tadi) yang memang hanya MENGEJAR KULIT, tanpa peduli apakah ISINYA sudah dia kuasai atau belum. Bagi orang-orang ini, yang penting adalah punya ijazah + transkrip nilai + gelar (dan setelah itu tidak berusaha mengingat-ingat lagi ilmu yang seharusnya dikuasainya).  Dalam kasus pelamar tadi, dia pun melakukan hal yang sama dalam bidang karate : yang penting punya sabuk biru (dan setelah itu tidak berusaha mengingat-ingat "kyu" maupun nama "kata" apalagi gerakan "kata" yang seharusnya tetap dikuasainya).

Memang, orang-orang golongan tersebut di atas mempunyai harapan bahwa pada saat melamar kerja, maka penyeleksi akan terpesona dengan segala macam berkas yang disertakannya dalam berkas lamaran. Hal itu memang benar !

Tetapi harus diingat bahwa para penyeleksi sepert saya mempunyai metode untuk mengecek apakah itu semua hanya sebatas KULIT, atau benar-benar dikuasai ISINYA. Sebab, dalam menjalankan pekerjaan nantinya, yang dipakai adalah ISINYA (ilmu / pengetahuan yang sudah dipelajari, yang tidak boleh di-LUPA-kan). Pelamar seperti tersebut di atas juga menunjukkan gejala bahwa dia adalah orang yang TIDAK SUNGGUH-SUNGGUH INGIN MEMPELAJARI SESUATU (dalam hal ini adalah ISINYA), dan sudah merasa puas kalau mendapatkan KULITNYA saja dalam mempelajari sesuatu.

* * * * *

Ibu-Ibu dan Bapak-Bapak pembaca blog inspirasi pendidikan kreatif "Holiparent" yang saya hormati,

Semoga tulisan edisi kali ini semakin membuat kita tambah bersemangat dalam menemani anak-anak kita untuk belajar, dan bukan hanya mengejar KULIT, tetapi juga harus menguasai ISINYA.

Selamat menemani anak.

"Menemani Anak = Mencerdaskan Bangsa".

-----oOo-----



Tulisan dan foto oleh Constantinus J. Joseph, Susana Adi Astuti, dan Bernardine Agatha Adi Konstantia.

Constantinus adalah praktisi karate, praktisi psikologi industri, anggota Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI), dan anggota Asosiasi Psikologi Industri dan Organisasi (APIO). Susana adalah praktisi karate dan karyawati perusahaan. Agatha adalah praktisi karate dan murid SMA.