Agatha mengetik dengan mesin ketik manual,
sebelum dia mempunyai komputernya sendiri
Ibu-Ibu dan Bapak-Bapak
pembaca Blog Holiparent yang terhormat,
Mulai 1 Nopember 2018,
Holiparent hadir kembali dengan tulisan-tulisan yang ditujukan untuk menemani
para orang tua dalam menemani anak-anaknya.
Kali ini, Holiparent memuat
tulisan tentang perkembangan anak. Tulisan ini
dibuat oleh Susana Adi Astuti, S.Pi, MM, M.Si, seorang pemerhati psikologi
sosial dan lingkungan. Susana menyelesaikan pendidikan sarjana di bidang
budidaya perairan / perikanan dengan predikat cumlaude, magister manajemen di
bidang pemasaran dengan predikat cumlaude, dan magister sain di bidang
psikologi dengan predikat cumlaude. Dia pernah bekerja di bank umum selama 20
(dua puluh) tahun, di bidang layanan nasabah, operasional, dan juga marketing,
mulai dari posisi staf hingga manajerial. Susana mempunyai sabuk hitam karate,
dan melatih karate untuk wanita remaja dan dewasa.
Semoga bermanfaat !
Salam Redaktur,
(Constantinus, S.Pi, S.Psi,
MM (Mktg), MM (SDM), M.Psi, Psikolog)
*****
MENEMANI
ANAK SESUAI DENGAN
TAHAP
PERKEMBANGAN ANAK
Oleh
:
Susana
Adi Astuti, S.Pi, MM, M.Si
Menurut
Erikson, perkembangan anak dibagi menjadi :
·
masa
bayi (sejak lahir sampai usia 1 tahun)
·
masa
kanak-kanak awal /early childhood (lebih dari 1 tahun sampai dengan 3 tahun)
·
usia
bermain /play Age (lebih dari 3 tahun
sampai dengan 5 tahun)
·
usia
sekolah (lebih dari 5 tahun sampai dengan 13 tahun)
Kali
ini saya akan membahas anak pada usia sekolah.
Mengapa
?
Karena
masa ini penting untuk tugas perkembangan anak selanjutnya di masa remaja.
Anak
usia sekolah menurut Erikson digolongkan
dalam rentang umur antara 6 tahun (atau lebih dari 5 tahun) sampai 13 tahun. Periode
disebut juga sebagai masa latensi psikoseksual. Masa
ini memungkinkan anak untuk mengalihkan kelebihan energinya untuk mempelajari interaksi sosial di luar diri dan lingkungan
keluarganya. Mereka mulai membentuk
gambaran diri sebagai ego identity, saya atau ke-saya-an, yang nantinya
akan berkembang secara utuh ketika masa remaja.
*****
Agatha di usia 8 tahun berlatih karate dengan sabuk putih.
Saya dan suami juga berlatih karate untuk menemani Agatha.
Ketika
anak saya (namanya Agatha) berumur 8 atau 9 tahun, saya dan suami membelikan personal computer (PC) dan kamera
untuknya. Saya dan suami bersepakat
untuk membentuk kompetensi dirinya,
supaya rasa percaya dirinya meningkat.
Tiap
akhir pecan, saya dan suami berburu foto (ini
adalah istilah yang kami pakai untuk kegiatan outbound) ke tgempat yang dia sukai. Kemudian foto akan dia upload ke komputer, dengan diberi
tulisan tulisan singkat tentang perjalanan kami hari itu.
Agatha
melakukan apa yang dia sukai, yaitu memfoto objek yang menjadi minatnya, dan
membuat cerita-cerita tentang foto tersebut.
Ini
adalah salah satu contoh kegiatan dalam menemani anak, supaya anak tumbuh
dengan memiliki percaya diri yang sesuai dengan usianya, dan juga memiliki
kompetensi yang sangat penting untuk modal perkembangan selanjutnya di masa
remaja.
Saat
ini Agatha adalah mahasiswa teknologi pangan di Unika Soegijapranata, dan aktif
menjadi jurnalis sejak masih di Sekolah Dasar sampai sekarang. Saat ini Agatha
adalah aktivis Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Pers Paraga, serta jurnalis Kronik
yang dikelola oleh Humas Unika Soegijapranata.
*****
Agatha sedang latihan split ketika masih sabuk putih
Karena
pada masa ini anak sedang dalam pembentukan ego, maka kalau tidak didampingi
atau ditemani orang tuanya, dikawatirkan mereka akan mengalami kesulitan ketika
menginjak masa remaja.
Anak
masa sekolah sedang mengembangkan diri terutama untuk mengembangkan kekuatan dasar kompetensi, yaitu rasa percaya diri
untuk menggunakan kemampuannya, baik fisik maupun kognitif dalam menyelesaikan
masalah yang mengiringi usia sekolah mereka. Apabila orang tua gagal mendidik (dalam
arti tidak pernah menemani anak), maka kompetensi dalam diri yang harusnya
berkembang, menjadi surut bahkan mereka tidak berhasil untuk mengembangkannya
sama sekali. Akibatnya timbul rasa rendah diri, yang terus akan terus
diingatnya sampai usia remaja.
Kasihan
bukan, apabila anak kita mempunyai rasa rendah diri ?
Anak
yang rendah diri terlihat tidak semangat, minder, tidak mau bergaul, selalu
pesimis. Akibatnya mereka menutup diri dan menjadi anak yang asosial, tidak mau
bergaul dengan teman. Temannya menganggap dia sombong, dan semakin mengucilkannya
dalam pergaulan dengan teman sebaya.
Bisa
dibayangkan : pergi ke sekolah adalah suatu sikasaan bagi anak-anak seperti
ini….
Maka
dari itu penting bagi orang tua untuk selalu menemani, dan menumbuhkan
kompetensi dalam diri anak, sehingga anak berkembang sempurna, tanpa merasa ada paksaan.
*****
Selamat
menemani anak….
“MENEMANI
ANAK = MENCERDASKAN BANGSA”
--- oOo ---