Kamis, 01 November 2018

Menemani Anak Sesuai dengan TAHAP PERKEMBANGAN ANAK

 Agatha mengetik dengan mesin ketik manual, 
sebelum dia mempunyai komputernya sendiri




Ibu-Ibu dan Bapak-Bapak pembaca Blog Holiparent yang terhormat,

Mulai 1 Nopember 2018, Holiparent hadir kembali dengan tulisan-tulisan yang ditujukan untuk menemani para orang tua dalam menemani anak-anaknya.

Kali ini, Holiparent memuat tulisan tentang perkembangan anak. Tulisan ini dibuat oleh Susana Adi Astuti, S.Pi, MM, M.Si, seorang pemerhati psikologi sosial dan lingkungan. Susana menyelesaikan pendidikan sarjana di bidang budidaya perairan / perikanan dengan predikat cumlaude, magister manajemen di bidang pemasaran dengan predikat cumlaude, dan magister sain di bidang psikologi dengan predikat cumlaude. Dia pernah bekerja di bank umum selama 20 (dua puluh) tahun, di bidang layanan nasabah, operasional, dan juga marketing, mulai dari posisi staf hingga manajerial. Susana mempunyai sabuk hitam karate, dan melatih karate untuk wanita remaja dan dewasa.

Semoga bermanfaat !

Salam Redaktur,

(Constantinus, S.Pi, S.Psi, MM (Mktg), MM (SDM), M.Psi, Psikolog)

*****

MENEMANI ANAK SESUAI DENGAN
TAHAP PERKEMBANGAN ANAK

Oleh :
Susana Adi Astuti, S.Pi, MM, M.Si

Menurut Erikson, perkembangan anak dibagi menjadi  :
·         masa bayi (sejak lahir sampai usia 1 tahun)
·         masa kanak-kanak awal /early childhood  (lebih dari 1 tahun sampai dengan  3 tahun)
·         usia bermain /play Age (lebih dari 3 tahun sampai dengan 5 tahun)
·         usia sekolah (lebih dari 5 tahun sampai dengan 13 tahun)
Kali ini saya akan membahas anak pada usia sekolah.

Mengapa ?

Karena masa ini penting untuk tugas perkembangan anak selanjutnya di masa remaja.

Anak usia sekolah menurut Erikson  digolongkan dalam rentang umur antara 6 tahun (atau lebih dari 5 tahun) sampai 13 tahun. Periode disebut juga sebagai masa latensi psikoseksual. Masa ini  memungkinkan anak untuk mengalihkan kelebihan energinya untuk mempelajari interaksi sosial di luar diri dan lingkungan keluarganya.  Mereka mulai membentuk gambaran diri sebagai ego identity, saya atau ke-saya-an, yang nantinya akan berkembang secara utuh ketika masa remaja.

*****

Agatha di usia 8 tahun berlatih karate dengan sabuk putih. 

Saya dan suami juga berlatih karate untuk menemani Agatha. 



Ketika anak saya (namanya Agatha) berumur 8 atau 9 tahun, saya dan suami membelikan personal computer (PC) dan kamera untuknya.  Saya dan suami bersepakat untuk membentuk kompetensi dirinya,  supaya rasa percaya dirinya meningkat.

Tiap akhir pecan, saya dan suami berburu foto (ini adalah istilah yang kami pakai untuk kegiatan outbound) ke tgempat yang dia sukai. Kemudian foto akan dia upload ke komputer, dengan diberi tulisan tulisan singkat tentang perjalanan kami hari itu.

Agatha melakukan apa yang dia sukai, yaitu memfoto objek yang menjadi minatnya, dan membuat cerita-cerita tentang foto tersebut. 

Ini adalah salah satu contoh kegiatan dalam menemani anak, supaya anak tumbuh dengan memiliki percaya diri yang sesuai dengan usianya, dan juga memiliki kompetensi yang sangat penting untuk modal perkembangan selanjutnya di masa remaja.

Saat ini Agatha adalah mahasiswa teknologi pangan di Unika Soegijapranata, dan aktif menjadi jurnalis sejak masih di Sekolah Dasar sampai sekarang. Saat ini Agatha adalah aktivis Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Pers Paraga, serta jurnalis Kronik yang dikelola oleh Humas Unika Soegijapranata.

*****

 Agatha sedang latihan split ketika masih sabuk putih


Karena pada masa ini anak sedang dalam pembentukan ego, maka kalau tidak didampingi atau ditemani orang tuanya, dikawatirkan mereka akan mengalami kesulitan ketika menginjak masa remaja.

Anak masa sekolah sedang mengembangkan diri terutama untuk mengembangkan kekuatan dasar kompetensi, yaitu rasa percaya diri untuk menggunakan kemampuannya, baik fisik maupun kognitif dalam menyelesaikan masalah yang mengiringi usia sekolah mereka. Apabila orang tua gagal mendidik (dalam arti tidak pernah menemani anak), maka kompetensi dalam diri yang harusnya berkembang, menjadi surut bahkan mereka tidak berhasil untuk mengembangkannya sama sekali. Akibatnya timbul rasa rendah diri, yang terus akan terus diingatnya sampai usia remaja.

Kasihan bukan, apabila anak kita mempunyai rasa rendah diri ?

Anak yang rendah diri terlihat tidak semangat, minder, tidak mau bergaul, selalu pesimis. Akibatnya mereka menutup diri dan menjadi anak yang asosial, tidak mau bergaul dengan teman. Temannya menganggap dia sombong, dan semakin mengucilkannya dalam pergaulan dengan teman sebaya.

Bisa dibayangkan : pergi ke sekolah adalah suatu sikasaan bagi anak-anak seperti ini….

Maka dari itu penting bagi orang tua untuk selalu menemani, dan menumbuhkan kompetensi dalam diri anak, sehingga anak berkembang sempurna, tanpa merasa ada paksaan.
  
*****

 Agatha (nomor 2 dari kanan) bersama saya dan suami,
 berfoto setelah lulus ujian sabuk hitam di tahun 2017. 
Yang memakai pakaian hitam adalah Sihan Yani, 
Wakil Ketua Dewan Guru INKADO.



Selamat menemani anak….

“MENEMANI ANAK = MENCERDASKAN BANGSA”

--- oOo ---