Blog Inspirasi Pendidikan Kreatif - Edisi 31 Desember 2013
Ibu-Ibu dan Bapak-Bapak Pembaca Blog Holiparent Yth.,
Sudah lama saya tidak hadir dalam tulisan di blog inspirasi
pendidikan kreatif ini. Bukan apa-apa. Karena kesibukan kuliah di Psikologi
Industri & Organisasi - Universitas Katholik Soegijapranata sambil tetap
mengelola Manajemen Sumberdaya Manusia di beberapa perusahaan-lah, maka saya
cukup lama absen. Semoga Ibu-Ibu dan Bapak-Bapak sudi untuk memaafkannya.
Ibu-Ibu dan Bapak-Bapak Yth.,
Bagaimanapun, menulis di akhir tahun 2013 ini adalah sesuatu
yang istimewa. Untuk itu, secara khusus saya hadir dengan tulisan ini, tepat di
tanggal 31 Desember 2013.
Ibu-Ibu dan Bapak-Bapak Yth.,
Hari ini, Selasa 31 Desember 2013, sekitar pk. 05.30 WIB
anak saya (Agatha, kelas IX alias kelas III SMP) dan saya bersepeda berdua.
Hujan rintik-rintik tidak menghalangi rencana bersepeda yang sudah kami buat
sejak Senin sore hari sebelumnya.
Kami berdua bersepeda tidak jauh dari rumah. Bersepeda
pelan-pelan sambil melihat-lihat keadaan kiri dan kanan. Lalu, kira-kira
setelah bersepeda 30 menit, kami sarapan bubur kacang hijau hangat yang dijual
di pinggir jalan.
Nah, sambil makan bubur kacang hijau hangat itulah, obrolan
yang menjadi idea tulisan ini mengalir....
Ibu-Ibu dan Bapak-Bapak Yth.,
Kami berdua (Agatha dan saya) ngobrol tentang "minat
dan bakat". Seperti biasa, obrolan seperti ini ringan tetapi bermakna.
Dalam obrolan sambil makan bubur kacang hijau hangat plus rintik hujan di pagi
hari itu, saya bercerita kepada Agatha bahwa "minat" adalah sesuatu
yang "seseorang ingin melakukannya" karena dia melihat orang lain
melakukannya, atau karena adanya alat-alat / fasilitas tertentu. Jadi, minat
itu "lebih dominan tergantung pada hal-hal di luar diri orang itu sendiri".
"Melihat banyak orang bersepeda di pagi hari, orang
bisa jadi berminat bersepeda juga. Tetapi ketika "trend" bersepeda
ini memudar, orang juga jadi bosan bersepeda," kata saya. "Ini
berbeda dengan orang yang memang punya bakat bersepeda. Dia selalu senang
bersepeda, entah bersepeda sedang jadi trend atau tidak. Bahkan, dia bisa
berprestasi dalam olah raga bersepeda".
BAKAT MENULIS ATAU MINAT MENULIS ?
"Sejak kecil, Agatha suka mengetik. Mungkin karena
melihat Nonoh suka mengetik, dan di rumah ada mesin ketik," lanjut saya.
"Nonoh" adalah nama panggilan saya. "Tetapi kemudian terlihat
bahwa Agatha selalu senang mengetik, bahkan tulisannya dimuat di Majalah
Sekolah sewaktu SD maupun SMP. Juga ikut kegiatan Jurnalistik dan menjadi
Pemimpin Redaksi sewaktu SD maupun SMP. Itu prestasi. Guru-guru SD dan SMP
mengakui bahwa Agatha berbakat menulis. Bukan hanya berminat menulis".
"Kalau hobby itu apa ?" tanya Agatha.
"Hobby itu adalah kegiatan yang dilakukan seseorang di
waktu luang. Orang melakukannya karena merasa senang, bukan karena keharusan
misalnya untuk mendapatkan uang," jawab saya. "Hobby ditanyakan untuk
mengetahui apa minat seseorang. Kalau hobby itu dilakukan secara terus-menerus
tanpa rasa bosan, bahkan dia bisa berprestasi atau terlihat menonjol di bidang
itu, maka dia memang berbakat di bidang itu. Bakat itu lebih dari sekedar
minat".
MENGEMBANGKAN BAKAT UNTUK BEKERJA
Karena Agatha sudah kelas IX alias kelas III SMP, bahkan
sudah diterima di SMA Kolese Loyola, maka saya mengajak Agatha untuk
"membicarakan pekerjaan" yang mungkin akan dia pilih di masa
mendatang.
"Agatha senang menulis, bahkan orang mengakui kalau
bakatnya adalah menulis. Juga suka fotografi. Bakat fotografi juga diakui oleh
Pak Par, Guru Ekstra Fotografi. Agatha berkali-kali menang lomba fotografi
meskipun tidak ikut Ekstra Fotografi," kata saya. "Agatha suka dengan
Ekologi, suka dengan Fisika, Biologi, Kimia. Agatha bercita-cita jadi Ekolog,
seperti yang dikatakan waktu Wawancara Seleksi Murid Baru di SMA Kolese Loyola.
Agatha juga suka membaca Majalah National Geographic. Bisa jadi, Agatha jadi
Ilmuwan sekaligus Penulis Ilmu Alam".
Ibu-Ibu dan Bapak-Bapak Yth.,
Apa yang saya ceritakan di atas adalah tentang obrolan saya
dengan anak saya, yaitu tentang mengamati dan menggali bakat yang dimiliki oleh
anak. Sebagai seorang Praktisi Psikologi Industri selama 12 tahun, saya melihat
kenyataan di banyak perusahaan bahwa orang yang bekerja sesuai dengan bakatnya
akan menjadi karyawan atau profesional yang lebih tahan stress dan lebih baik
kinerjanya.
Itu sebabnya, menjadi sangat penting bagi kita (para orang
tua) untuk mengamati dan menggali bakat anak, setidaknya sejak anak masih kelas
1 atau 2 atau 3 SD (ini menurut pengalaman pribadi saya).
Selamat menemani anak.
Selamat mengamati dan menggali serta memfasilitasi
pengembangan bakat anak. Tentu saja, untuk itu orang tua harus menemani anak,
menjadi teman terbaik bagi anak.
"Menemani Anak = Mencerdaskan Bangsa"
-----o0o-----
Foto dan tulisan oleh Constantinus Johanna Joseph, Ilmuwan
Psikologi - Anggota Himpunan Psikologi Indonesia nomor 03-12D-0922.