Hari
Minggu tanggal 13 Oktober 2013, saya menjadi pembicara dalam acara Latihan
Ketrampilan Manajemen Mahasiswa Perikanan Universitas Diponegoro di Kampus
Tembalang - Semarang. Acara yang diikuti 390 orang mahasiswa baru itu membuat
saya bernostalgia ke tahun 1989-1994 ketika saya masih menjadi mahasiswa
Perikanan Undip dan sempat mewakili Undip mengikuti Latihan Kepemimpinan Pemuda
Tingkat Nasional XXII yang diadakan oleh Kantor Menteri Pemuda dan Olah Raga
Republik Indonesia di Cibubur (Jawa Barat) selama 1 bulan penuh.
Ibu-Ibu
dan Bapak-Bapak Yth.,
Meskipun
dari tahun ke tahun saya menjadi pembicara di berbagai sekolah &
universitas seperti ini, selalu saja saya merasakan ada sesuatu yang baru :
semangat generasi muda Indonesia yang menjadi harapan negeri ini di masa depan.
Di
hadapan adik-adik mahasiswa Perikanan Undip (dalam acara tanggal 13 Oktober
2013 ini) saya sekedar men-sharing-kan pengalaman saya sebagai mahasiswa yang
punya 4 kegiatan : (1) kuliah, (2) kegiatan Himpunan Mahasiswa Jurusan Perikanan,
(3) kerja sebagai salesman buku, agen asuransi, dan guru les privat (membuat
lembaga sendiri), (4) pacaran. Secara terus terang saya mengatakan bahwa ayah
saya bekerja sebagai sopir swasta dengan kondisi keuangan yang pas-pasan.
Tetapi di dalam doa dan usaha (dan DOA ORANG TUA JUGA TENTUNYA, SEINGAT SAYA :
IBU SAYA SANGAT RAJIN MENDOAKAN SAYA), saya masih bisa membayar biaya kuliah
(orang tua membayar SPP Rp 120.000 per 6 bulan, saya kerja sambilan untuk bayar
praktikum yang rutin diadakan di luar kota karena laboratorium berupa laut ada
di luar kota yaitu di Jepara). Saya juga masih bisa pacaran (layaknya anak
muda) dengan uang hasil kerja sambilan sebagai guru les privat, bahkan saya
mempekerjakan para mahasiswa lain sebagai guru les juga dalam lembaga bimbingan
belajar yang saya dirikan (namanya Jantera Study 89). Kegiatan di Himpunan
Mahasiswa Jurusan Perikanan juga lancar, dan saya punya banyak teman, bukan
hanya dari Perikanan tetapi juga dari Fakultas Hukum, Ilmu Sosial & Ilmu
Politik, Ekonomi, Sastra, dan lain-lain. Singkat kata, saya punya banyak teman,
relasi saya luas. Meskipun sampai lulus S-1, saya tidak punya sepeda motor
(umumnya mahasiswa saat itu sudah punya), saya bisa berkegiatan ke mana-mana
dengan naik angkutan umum "dikombinasikan" dengan berjalan kaki (saya
baru bisa "beli secara kredit" sepeda motor Honda Astra pada
pertengahan tahun 1995 akhir, pada saat saya sudah lulus S-1).
Ibu-Ibu
dan Bapak-Bapak Yth.,
Apa
yang saya "sharing"-kan dalam acara Latihan Ketrampilan Manajemen Mahasiswa
Perikanan Undip ini sederhana saja. Bahwa mahasiswa jangan hanya kuliah saja.
Tetapi kuliah itu perlu, dan Indeks Prestasi bagus itu perlu (saya lulus dengan
Predikat Cumlaude dengan IPk 3,77, sedangkan pacar saya yang sekarang menjadi
istri saya lulus dengan Predikat Cumlaude dengan IPk 3,61. Pacar saya juga
waktu mahasiswa menjadi guru les privat). Tetapi juga harus "mengasah
ketrampilan sosial" dengan berkegiatan : entah kegiatan mahasiswa, entah
berkegiatan kerja sambilan, entah kombinasi keduanya. Ini berguna untuk
membangun relasi / pergaulan yang luas, selain harus pula dijaga reputasi /
nama baik sebagai orang yang dapat diandalkan / dipercaya. Dari sinilah, nanti
muncul Konsep Diri yang berfokus pada Competitive Advantage : "Apa sih nilai
lebih saya dibandingkan orang lain ?
Apa yang harus saya lakukan untuk membuat nilai lebih ini lebih jelas /
menonjol, dalam rangka memenangkan persaingan di dunia kerja nantinya ?"
Ibu-Ibu
dan Bapak-Bapak Yth.,
Dengan
demikian, saya men-sharing-kan kepada adik-adik mahasiswa saya : jangan kuliah
sekedar kuliah, tetapi harus punya idealisme. Jangan berkegiatan sekedar
berkegiatan, tetapi harus tahu arah-tujuan-kegunaannya. Dan kelak kalau sudah
bekerja : jangan bekerja sekedar bekerja, tetapi harus bekerja dengan
menjunjung "value" / nilai luhur dari kegiatan bekerja (saya
menyebutnya : menerapkan ke-ilmu-an untuk kemanusiaan yang adil dan beradab).
Dengan demikian jangan sampai terjadi dua hal ini : (1) Seorang aktivis
mahasiswa, setelah lulus ternyata tidak sukses memasuki dunia kerja alias tidak
mendapat pekerjaan, atau (2) Setelah bekerja ternyata dia bekerja "hanya
demi uang saja".
Semoga
apa yang saya ceritakan dalam edisi kali ini berguna untuk menginspirasi
Ibu-Ibu dan Bapak-Bapak Yth., terutama kalimat yang saya tuliskan di atas :
bahwa itu semua perlu DUKUNGAN DOA dari orang tua.
Meskipun
(barangkali) anak kita masih SMP (anak saya masih kelas IX SMP), ada baiknya
dukungan doa bagi anak kita itu kita
mulai dari sekarang...sampai selamanya.
Selamat
menemani anak.
"Menemani
Anak = Mencerdaskan Bangsa".
---o0o---
Foto
oleh Bernardine Agatha Adi Konstantia.
Tulisan
oleh Constantinus Johanna Joseph. Lulusan Perikanan Universitas Diponegoro
dalam bidang "Aquaculture Engineering", Ilmuwan Psikologi - Anggota
Himpunan Psikologi nomor 03-12D-0922.