Selasa, 30 April 2013

MENEMANI ANAK - MENGAMATI LINGKUNGAN


Ibu-Ibu dan Bapak-Bapak Yth.,
Sebenarnya tulisan kali ini adalah untuk edisi 1 Mei 2013. Tetapi karena sudah terlanjur diterbitkan 30 April 2013, ya sudahlah. Yang penting, tulisan ini dapat menjadi bahan renungan kita bersama.

Foto-foto di atas dibuat oleh anak saya ketika dia masih di kelas III Sekolah Dasar.

Lalu, apa istimewanya siput di atas, sehingga difoto segala ?
Tidak ada yang istimewa ! Itu adalah siput biasa. Siput yang biasa kita lihat atau kita temui sehari-hari. Yang istimewa adalah ini : bagaimana kita selaku orang tua menemani anak, manakala anak mulai MEMPERHATIKAN apa yang ada di sekitarnya ATAS INISIATIFNYA SENDIRI, dan juga MENGGUNAKAN ALAT-ALAT yang ada di rumah guna mendukung KEINGINTAHUANNYA itu. Dalam hal ini : menggunakan kamera digital.

Tentu saja, anak memang perlu DIDAMPINGI menggunakan alat-alat seperti kamera digital ini. Tetapi, anak JANGAN DILARANG. Dalam berbagai kesempatan menjadi pembicara, saya menyampaikan hal ini berulang-ulang : lebih baik membeli kamera digital saku yang murah meriah tetapi BISA DIPAKAI MENEMANI ANAK MENGGUNAKAN KAMERA ITU, daripada membeli kamera digital yang mahal-mahal tetapi ANAK DILARANG MENGGUNAKANNYA KARENA TAKUT RUSAK. Kecuali, tentu saja, kalau orang tuanya adalah seorang fotografer profesional yang kameranya memang harus mahal-mahal karena untuk mencari nafkah. Dalam tulisan kali ini, konteksnya adalah : membeli kamera untuk hobi sekaligus sebagai alat untuk menemani anak "mengeksplorasi" alam sekitarnya. (Anak tidak hanya ditemani untuk MENGHAFAL PELAJARAN saja, tetapi juga ditemani untuk PEKA & BELAJAR LANGSUNG DARI ALAM).

Selanjutnya, marilah kita sebagai orang tua "mencari akal" bagaimana caranya supaya hasil eksplorasi / foto-foto buatan anak itu "ada ceritanya". Dalam contoh kali ini, ketika anak saya memotret siput, maka  "cerita" yang diangkat oleh saya dan istri saya adalah ini : bahwa ketika istri saya kuliah di Perikanan Undip tahun 1989-1994, skripsinya adalah tentang pembuatan pakan ikan dengan bahan baku tepung siput. Lalu, kami ceritakan betapa susahnya mencari siput dalam jumlah banyak. Juga betapa susahnya mengolah daging siput menjadi tepung siput, sebelum dibuat bentuk "pelet" (butiran) pakan ikan. Ditambah lagi, masih harus dicobakan kepada ikan dalam penelitian : dari pagi sampai malam sampai pagi lagi menunggui ikan-ikan memakan pelet / pakan ikan dari tepung siput ini, kemudian berat ikan-ikan itu ditimbang, kualitas airnya diukur dengan metode dan alat-alat yang secara ilmiah sudah diakui. Dan akhirnya, data-datanya ditulis sebagai skripsi dan diuji dalam ujian skripsi Sarjana Perikanan bidang Budidaya Perairan (Aquaculture).
Ibu-Ibu dan Bapak-Bapak Yth.,
Tentu saja, cerita tadi hanyalah sekedar contoh. Ibu-Ibu dan Bapak-Bapak pasti juga punya pengalaman-pengalaman hidup yang dapat dikait-kaitkan dengan apapun yang sedang "diminati" anak, sehingga anak memang merasa bahwa apa yang sedang diperhatikannya juga diminati oleh orang tuanya. Anak merasa DITEMANI oleh orang tuanya dalam mengembangkan pengetahuannya, bahkan merasa DIDUKUNG PENUH.
Selamat menemani anak.
Selamat menemani anak dalam mengembangkan minat, bakan, dan pengetahuan. Dari contoh  cerita di atas, anak juga mendapatkan wawasan bahwa ada PROSES PERJUANGAN yang harus dijalani oleh orang tuanya (kebetulan kuliah istri dan saya adalah sama, sama-sama di Perikanan Undip, sama-sama di bidang Aquaculture tapi beda topik penelitian), sehingga semua itu memang memberikan PENGALAMAN HIDUP yang nyata. Anak tahu bahwa TIDAK ADA YANG INSTAN.
"Menemani Anak = Mencerdaskan Bangsa"
-----o0o-----
Foto oleh Bernardine Agatha Adi Konstantia (saat itu, murid SD Pangudi Luhur Bernardus Semarang, saat tulisan ini dibuat : murid SMP Pangudi Luhur Domenico Savio).
Tulisan oleh Constantinus Johanna Joseph. Ilmuwan Psikologi anggota Himpunan Psikologi Indonesia nomor 03-12D-0922.