Selasa, 30 April 2013

BERSEKOLAH DAN TETAP MENGASAH KREATIVITAS & KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS

"MENYAMBUT HUT KE-1 BLOG HOLIPARENT, 8 MEI 2013"

Seperti biasa, setiap hari Minggu pagi saya selalu menyempatkan diri membaca Koran Sindo (dulu namanya : Koran Seputar Indonesia) yang setiap hari memang dikirim ke rumah saya. Yang selalu menjadi bacaan favorit saya (dan hanya ada di edisi Minggu) adalah kolom-nya Profesor Sarlito Wirawan Sarwono. Beliau adalah Guru Besar Fakultas Psikologi - Universitas Indonesia.

Tulisan-tulisan Profesor Sarlito Wirawan Sarwono selalu aktual dan mengandung ulasan dari segi "ilmu kejiwaan dan perilaku" alias psikologi. Nah, khusus untuk edisi hari Minggu tanggal 28 April 2013, saya secara khusus menampilkannya di sini (bukan bermaksud mempromosikan koran tertentu), sebagaimana yang dapat Ibu-Ibu dan Bapak-Bapak lihat pada gambar di atas.

Intinya, Profesor Sarlito Wirawan Sarwono mengatakan bahwa memang sekolah itu penting, tetapi jangan lantas hanya fokus pada formalitas per-sekolah-an itu saja : yang penting naik kelas, yang penting dapat nilai bagus, yang penting lulus. Memang, naik kelas itu penting. Memang, mendapat nilai bagus itu penting. Memang, lulus itu penting. Tetapi, apakah "makna" yang terkandung di dalamnya memang benar-benar sudah dikuasai ? Dalam salah satu kegiatan di mana saya menjadi pembicara di sebuah sekolah, saya menceritakan bagaimana "kondisi kesadaran" yang diciptakan ketika saya bersekolah di SMA Kolese Loyola - Semarang : bahwa naik kelas itu memang penting, tetapi lebih penting lagi adalah KEJUJURAN dan KESADARAN DIRI. Dalam arti begini : menyontek itu adalah lebih memalukan daripada tidak naik kelas, karena naik kelas dengan cara yang tidak jujur (hasil menyontek) adalah sungguh-sungguh memalukan. Juga "kesadaran diri" ini : kalau memang aku belum layak naik kelas, ya memang lebih baik (meskipun menyedihkan) bahwa aku (kali ini) tidak naik kelas dulu, baru tahun depan aku naik kelas. Dan kenyataannya : teman-teman yang dulu saya tahu betul pernah tidak naik kelas tetapi memiliki KEJUJURAN dan KESADARAN DIRI seperti itu, pada saat sudah memasuki dunia kerja ternyata mereka ini menjadi PRIBADI YANG MATANG / DEWASA sehingga secara umum orang-orang menilai mereka sebagai pandai (termasuk : pandai secara akademis, karena mereka SADAR DIRI untuk selalu TEKUN BELAJAR secara RUTIN & DISIPLIN, bahkan ketika sudah bekerja).

Ibu-Ibu dan Bapak-Bapak Yth.,
   KREATIVITAS & KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS oleh Profesor Sarlito Wirawan Sarwono dikatakan lebih penting dibandingkan hanya sekedar mengejar formalitas sekolah. (Sekali lagi, saya tidak melihat bahwa beliau mengatakan bahwa sekolah itu tidak penting. Tidak. Saya melihat bahwa beliau menggarisbawahi bahwa jangan hanya mengejar formalitas per-sekolah-an saja, tetapi kuasailah konten / isi / makna-nya). Harus diakui bahwa di zaman yang serba instan ini, anak-anak tergoda / cenderung untuk dikejar-kejar supaya "yang penting hafal" dan "yang penting naik kelas / lulus". Saya melihat bahwa apabila anak memang memiliki minat dan bakat yang luar biasa, maka kecepatan belajar seperti itu baik-baik saja. Tetapi tidak semua anak seperti itu. Artinya, bagi anak-anak yang biasa-biasa saja, maka perlu didampingi oleh para orang tua dan gurunya untuk secara lebih rutin dan disiplin belajar sambil mengasah kreativitas & kemampuan berpikir kritisnya, dan bukan sekedar menghafal saja (apalagi malah dibela-belain mencari contekan / bocoran soal segala).

Selamat menemani anak.

Selamat menemani anak untuk menguasai materi pelajaran sekolah dengan mengembangkan kreativias & kemampuan berpikir kritis.

"Menemani Anak = Mencerdaskan Bangsa"

-----o0o-----

Foto dan tulisan oleh Constantinus Johanna Joseph. Ilmuwan Psikologi anggota Himpunan Psikologi Indonesia nomor 03-12D-0922.