Minggu, 03 Maret 2013

MENEMANI ANAK : MAKAN YANG BIASA-BIASA SAJA....


Makan soto ayam di emperan GOR Tri Lomba Juang - Semarang juga menyenangkan.....

**********

-->
Ibu-Ibu dan Bapak-Bapak Yth.,

Di beberapa perusahaan di mana saya memberikan jasa profesional sebagai "Praktisi Human Resources", saya selalu berpesan kepada para karyawan yang akan mendapatkan promosi jabatan, baik dari level staf menjadi supervisor, dari level supervisor menjadi manajer, maupun dari level manajer menjadi direktur (sebenarnya, menurut Undang-Undang Perseroan Terbatas yang berlaku saat ini, direktur itu bukan karyawan, tetapi pengelola perusahaan), supaya menjaga diri untuk tidak terlena "hidup mewah" ketika sudah mendapatkan jabatan baru, sebab memang sudah banyak bukti / korban di mana "karyawan yang dulunya sederhana dan jujur, ketika mendapat jabatan lebih tinggi justru terpeleset karena uang / hidup mewah sehingga akhirnya dikeluarkan dari perusahaan / karirnya hancur".

**********

Lalu, apa kaitannya dengan blog pendidikan anak Holiparent ini ?

Perilaku orang dewasa menurut para ahli psikologi memang ditentukan oleh faktor genetis / keturunan dan faktor proses belajar sosial / belajar dari pengalaman sehari-hari. Saya tidak mengatakan bahwa "karyawan yang ketika mendapat jabatan lebih tinggi akhirnya menyalahgunakan keuangan / wewenangnya" disebabkan oleh pendidikan yang salah di masa kecilnya. Tidak. Sebab proses belajar sosial itu terus berlanjut sampai ketika dia dewasa. Tetapi yang saya maksudkan adalah ini : bahwa pendidikan di masa kecil (termasuk proses belajar sosial dari pengalaman-pengalaman yang dialami sehari-hari) merupakan fondasi yang berpengaruh dalam proses belajar sosial di usia-usia selanjutnya.

Kalau ketika masih kecil anak dibiarkan untuk selalu hidup bermewah-mewah, misalnya makan harus selalu di restoran yang mahal-mahal, maka pengalaman ini akan tertanam di dalam diri anak, dan dimungkinkan makin berkembang ketika anak bertambah usianya.

Saya ada satu contoh nyata yang baru-baru ini saya tangani. Seorang karyawan (dari berbagai sumber yang saya telusuri) sudah terbiasa hidup mewah karena ayahnya masih bekerja dan memiliki jabatan yang tinggi. Dia (sebut saja Jaka, bukan nama sebenarnya) terbiasa menggunakan mobil-mobil ayahnya secara gonta-ganti untuk mengunjungi pacarnya (sebut saja Bunga, bukan nama sebenarnya).
Jaka dan Bunga akhirnya menikah. Selama ayah Jaka masih bekerja / punya jabatan, keluarga mereka didukung secara keuangan oleh ayah Jaka. Tetapi kemudian ayah Jaka sakit, meninggal dunia, dan keuangan keluarga ayah Jaka merosot tajam. Otomatis, keuangan keluarga Jaka dan Bunga juga menjadi sulit, karena sebenarnya Jaka dan Bunga masing-masing hanya bekerja sebagai staf biasa. Tetapi gaya hidup mewahnya tidak bisa hilang. Mereka mulai berhutang ke banyak pihak. Bahkan ketika Jaka mendapatkan promosi jabatan (karena waktu itu kerjanya cukup baik) dan penghasilannya meningkat, aktivita berhutang itu justru semakin meningkat juga, bahkan Jaka juga berhutang kepada anak buahnya.

Singkat cerita, wibawa Jaka jatuh di mata anak buahnya, kepemimpinannya tidak efektif, dan kinerjanya dinilai jelek oleh manajemen perusahaan. Jaka akhirnya dicopot dari jabatannya....

**********

Ibu-Ibu dan Bapak-Bapak Yth.,

Tentu saja, kita boleh-boleh saja mengajak anak kita untuk makan di restoran mahal, menginap di hotel bagus, dan sebagainya. Yang harus kita perhatikan adalah ini : bahwa kita jangan lupa juga memberikan pengalaman kepada anak kita untuk makan di soto pinggir jalan / di trotoir, belanja di pasar tradisional (tidak selalu ke mall), naik angkot (tidak selalu naik mobil pribadi ber-AC), dan sebagainya. Dengan demikian anak memiliki pengalaman bahwa "hidup itu tidak harus mewah, tidak harus mahal, karena yang biasa-biasa saja, yang murah meriah, juga ada dan bisa dinikmati". Anak dengan demikian tidak akan canggung untuk hidup "biasa-biasa saja", dan tidak memaksakan diri untuk hidup bermewah-mewah (kalau memang tidak mampu).

**********

Selamat menemani anak...

Selamat memberikan pengalaman kepada anak bahwa "yang biasa-biasa saja itu juga bisa dinikmati"...

"Menemani Anak = Mencerdaskan Bangsa".

**********03 Maret 2013**********

Foto dan tulisan oleh Constantinus Johanna Joseph. Ilmuwan Psikologi anggota Himpunan Psikologi Indonesia nomor 03-12D-0922.
Melayani pertanyaan lewat e-mail : constantinus99@gmail.com.