Bagaimana
supaya anak menjadi kreatif ?
Pertanyaan
seperti itu sering diajukan kepada saya. Dan meskipun ada banyak teori tentang
itu, saya tidak mungkin ber-teori ria di hadapan para orang tua, karena memang
tidak praktis. Para orang tua (seperti biasa) ingin jawaban yang praktis.
Artinya, mudah dimengerti dan mudah diterapkan.
--------------------
Bagaimanapun,
saya tidak mungkin melepaskan diri dari teori begitu saja. Hanya saja, memang
saya tidak bisa berkotbah tentang teori di hadapan para orang tua yang
bertanya. Dan teori yang saya pegang karena mudah dipahami dan praktis adalah
bahwa kreativitas itu tidak dapat dipaksakan kemunculannya, tetapi dapat
dibiasakan dalam kehidupan sehari-hari. Contohnya begini.
Hari
Minggu tanggal 2 Desember 2012 saya bersama anak dan istri berjalan-jalan di
Kawasan Simpang Lima Semarang. Tiba-tiba saja pandangan mata kami bertiga
tertuju pada gerobak yang bertuliskan "Es Pisang Ijo". Bukan
bermaksud negatif, tetapi tentu saja hanya menjadi bahan diskusi kami bertiga,
ketika saya membuka pembicaraan dengan anak saya (dari jarak yang
sangaaaaaaaaat jauh dari penjualnya), "Bagaimana kalau bias lebih heboh,
ditulisnya Es Pisang Buto Ijo ? Orang pasti beranggapan pisangnya besar-besar,
karena memakai kata Buto yang artinya raksasa..."
"Lalu
diberi gambar raksasa warna hijau," jawab anak saya.
"Ya...
Dan paling tepat diberik gambar Hulk, si Raksasa Hijau yang terkenal,"
jawab saya lagi.
--------------------
Ibu-Ibu
dan Bapak-Bapak Yth.,
Obrolan
di atas memang sepertinya iseng saja. Tetapi sebagai "orang
psikologi" yang sering diminta memberikan sharing tentang "komunikasi
marketing dan leadership", obrolan seperti itu adalah hal yang serius di
perusahaan. Artinya, orang harus dibiasakan untuk "memberi wajah"
yang lebih baru dan lebih menarik perhatian konsumen. Artinya juga, jangan puas
dengan "yang biasa-biasa saja, yang datar-datar saja".
Memang,
mungkin putra dan putri Ibu-Ibu dan Bapak-Bapak masih duduk di bangku SD atau
SMP. Tetapi seperti yang selalu saya sharing-kan, membiasakan anak untuk
"berpikir lateral / berpikir dari sudut pandang yang lain dari yang
lain" memang akan membuat anak menjadi terampil berkreasi ketika sudah
dewasa.
--------------------
"Jadi
memang selalu harus mencari ide-ide yang aneh begitu, ya Pak ?" kata salah
satu orang tua.
"Iya,"
jawab saya. Dan keanehan itu jangan dibatasi. Toh masih sebatas ide, tidak
mengganggu ketertiban umum.
--------------------
"Sekolah
Musik Piano misalnya, bisa bikin papan yang diberi roda untuk mengangkut piano
dan pemainnya. Papan ini didorong atau ditarik bersama-sama oleh 2 atau 3
orang, sambil pianonya dimainkan. Berputar keliling Kawasan Simpang Lima. Pasti
banyak orang yang menonton. Nah, kemudian ada petugas yang membagi-bagikan
Brosur Kursus Piano. Tetapi karena mungkin banyak yang belum punya piano,
dibagikan juga Brosur Penjualan Piano. Tetapi lagi, mungkin ada yang bisanya
beli secara kredit, maka dibagikan juga Brosur Bank yang memberikan kredit
piano...," kata saya kepada anak saya, sambil makan Soto Bonkarang, masih
di Kawasan Simpang Lima Semarang.
"Tetapi
kalau rumahnya sudah penuh, bagaimana Pah ?" kata anak saya.
"Nah,
itu juga merupakan kesempatan. Ada petugas juga yang membagikan Brosur
Penjualan Rumah. Juga, ada yang membagikan Brosur Bank untuk kredit membeli
rumah itu," jawab saya lagi.
"Wah,
nanti orangnya jadi bingung, Pah... Kredit Piano dulu atau Kredit Rumah
dulu," kata anak saya lagi. Maksudnya, kalau orangnya kebetulan tidak mau
atau tidak mampu (secara keuangan) untuk kredit keduanya sekaligus.
Ini
memang obrolan sambil jalan-jalan pagi. Maka, tentu saja tidak ada solusinya.
Tetapi memang di sini yang diutamakan adalah keberanian untuk menemani anak
melontarkan gagasan-gagasan baru tanpa batas, sehingga anak juga terbiasa dengan
gagasan-gagasan unik dan orisinil seperti ini. Yang penting, ini masih sebatas
gagasan. Anak memang harus diberi tahu, kalau akan diwujudkan, maka perlu
pertimbangan keuangan, tidak melanggar hukum, dan sebagainya. Tetapi anak juga
harus diberi tahu bahwa "ide-ide unik betapapun liarnya" merupakan
modal awal yang harus dibiasakan kemunculannya.
--------------------
Selamat
menemani anak.
Selamat
menemani anak supaya anak tidak hanya sekedar menjadi "seperti burung
beo" yang pandai menirukan, tetapi memang kemampuannya ya sebatas
menirukan itu. Anak harus ditemani untuk terbiasa punya gagasan unik dan
orisinil.
"Menemani
Anak = Mencerdaskan Bangsa".
-----o0o-----
Foto
dan tulisan oleh Constantinus Johanna Joseph.