Saya
sudah lama tidak membaca buku novel. Penyebabnya antara lain karena di zaman
sekarang ini "semuanya ada gambarnya". Bagi saya pribadi (mungkin
bagi banyak orang lain juga), gambar memang lebih menarik daripada tulisan. Ini
bagi saya pribadi (sekali lagi, mungkin bagi banyak orang lain juga) berarti
bahwa buku novel yang tidak ada gambarnya semakin jarang disentuh. "Malas
membacanya, isinya cuma tulisan semua," begitu kira-kira kata saya dalam
hati.
Padahal,
ketika masih SMP sampai umur 20-an, saya jago membaca buku novel dan buku
sastra lainnya yang "tidak ada gambarnya".
--------------------
Hari-hari
ini anak saya mendapat tugas dari sekolah untuk membuat sinopsis salah satu
novel. Karena dia punya koleksi buku novel remaja masa kini, maka salah satu
buku itu yang dia buat sinopsisnya. Dia baca berulang-ulang, meskipun
sebelumnya buku itu juga sudah selesai dibacanya.
Dan
seperti biasa, saya berusaha untuk menemani anak. Dalam arti : anak saya
membaca novel, saya juga ikut menemani baca novel.
Maka,
saya pun membeli beberapa buku novel. Beberapa novel John Grisham, pengacara
Amerika yang pindah profesi jadi penulis novel dan karena itu novelnya selalu
bercerita tentang para pengacara, memang sudah saya baca dan jadi koleksi saya
sejak lama. (Begitu lamanya, sampai-sampai saya tidak yakin novel itu sekarang
tersimpan di mana). Tetapi beberapa novel John Grisham memang ada yang belum
saya beli / baca. Maka, saya membeli dan membaca novel yang sebenarnya sudah
cukup lama yang berjudul "Ganti Rugi" (judul aslinya "The King
of Torts"). Ini buku buatan John Grisham tahun 2003. Selain itu saya beli
/ baca juga novelnya Sandra Brown yang
baru, tahun 2012. Judulnya "Dramatis" (judul aslinya "Smash
Cut").
Mulanya,
saya tidak yakin apakah saya masih bisa menikmati (baca : berkhayal tentang)
cerita novel itu. Tetapi saya coba saja.
Pertama
membaca, baru sekitar 10 halaman, sudah bosan. Bosan melihat banyak tulisan.
100% tulisan, tidak ada gambarnya sama sekali.
Lalu
novel itu saya letakkan.
Besoknya,
saya melanjutkan membaca. Lumayan, setelah membaca cukup banyak halaman (cukup
tebal), baru saya menyerah lagi.
Novel
saya tutup lagi.
Tetapi
kali ini, muncul rasa penasaran, "Bagaimana kelanjutannya, ya ?"
Maka,
keesokan harinya saya melanjutkan membaca lagi. Kali ini, khayalan di kepala
jadi lebih hidup. Rasanya seperti menonton bioskop. Dan novel itupun tamat saya
baca.
(Saya
membaca novel Sandra Brown lebih dulu. Setelah itu, saya membaca novel John
Grisham. Kali ini, rasanya lebih mudah, karena sudah lebih mudah berkhayal
sambil membaca kalimat-kalimat di dalamnya).
--------------------
Membaca
novel memang bukan salah satu kebutuhan pokok manusia. Seingat saya, dulu
ketika di SD saya diajar bahwa kebutuhan pokok itu adalah pangan, sandang,
papan. Jadi, novel memang tidak termasuk.
Tetapi
saya juga ingat pesan para guru saya (guru Bahasa Indonesia), entah siapa, saya
sudah lupa, yang mengatakan bahwa membaca novel itu ada gunanya. Pertama,
membuat kita terlatih untuk banyak membaca tuisan. Kedua, membuat kita mahir
berimajnasi, justru karena novel tidak ada gambarnya (kita bisa bebas
betimajinasi semau kita, sepanjang sesuai dengan kalimat-kalimat novel itu).
Bagi
saya, justru poin kedua ini yang menarik. Membaca novel membuat kita mahir
berimajinasi. Dan tentu saja ini juga berlaku bagi anak-anak kita. Dengan mahir
berimajinasi, anak menjadi kreatif. Dia tidak hanya menjadi konsumen atas apa
saja yang sudah digambarkan oleh orang lain / yang disajikan oleh buku
bergambar.
Tentu
saja, novel yang dibaca harus sesuai dengan usia. Kalau anak usia SD, ada novel
Lima Sekawan yang sekatang diterbitkan ulang dengan edisi cover yang baru. Di
novel seperti ini, masih ada sedikit ilustrasi untuk membantu khayalan anak.
Untuk
usia SD dan SMP, ada banyak sekali novel remaja. Untuk SMA, menurut saya sudah
waktunya membaca novel-novel sastra (seperti ketika saya SMA dulu), baik itu
karya sastra Indonesia maupun dunia. Apalagi bagi mahasiswa, membaca novel itu
tidak terkait dengan kuliah di jurusan apa. Saya mahasiswa Perikanan ketika
membaca "Ronggeng Dukuh Paruk", "Pengakuan Pariyem", dan
"Ikan-Ikan Hidu, Ido, Homa".
--------------------
"Bagus
John Grisham atau Sandra Brown ?" tanya istri saya.
"Sandra
Brown plot ceritanya meledak, ada unsur misterinya. John Grisham plot ceritanya
tidak meledak, tidak ada yang mengejutkan, tetapi enak diikuti," jawab
saya. "Kalau Sandra Brown, kandungan unsur seks-nya agak banyak, kurang
cocok untuk anak SMP. Kalau John Grisham, unsur seks-nya sangat sedikit, masih
bisa dibaca oleh anak SMP. Kaljmat-kalimat John Grisham juga lucu-lucu, bisa
bikin senyum".
Tentu
saja, jawaban saya ini hanya untuk dua novel yang baru saja saya baca. Bukan
tentang keseluruhan novel tulisan mereka.
"Jadi,
novel The King of Torts bisa dibaca Agatha, ya?" yanya istri saya
meyakinkan dirinya sendiri.
Agatha
adalah anak kami. Dia sangat senang membaca dan juga sangat senang menulis.
Artikelnya banyak dimuat di majalah sekolahnya, dan dia bisa mendapat honor
ratusan ribu dari itu. Agatha masih duduk di kelas VIII SMP.
"Ya,"
jawab saya.
--------------------------
Unsur
seks memang menjadi bumbu penyedap dalam novel. Ini pernah diulas di Majalah
Sastra "Horison" ketika saya masih SMA atau kuliah dulu (akhir
1980-an atau awal 1990-an). Ada novel dewasa / umum yang unsur seksnya sedikit,
jadi aman dibaca anak SMP. Ada yang unsur seksnya banyak, sehingga hanya cocok
dibaca anak SMA atau mahasiswa. Tentu saja, unsur seks ini tidak terlalu
vulgar, tetapi unsur seks tetaplah unsur seks, sehingga hanya cocok dibaca oleh
anak usia tertentu.
Saya
jadi merenung : kalau orang tua tidak suka membaca novel, bagaimana bisa
memberikan arahan kepada anak bahwa novel yang ini sudah cocok dibaca oleh
anaknya yang masih SMP, sedangkan novel yang itu baru cocok dibaca kalau besok
anaknya sudah SMA ?
--------------------
Selamat
menemani anak.
Selamat
membaca novel dan berkhayal bersama anak. Tentu saja, yang sesuai dengan usia
anak. Karena itu, untuk novel umum / dewasa, orang tua perlu membaca lebih
dulu. Supaya anak tidak dilarang membaca semua novel umum / dewasa, tetapi anak
juga jangan dibiarkan membaca semua novel umum / dewasa. Semua itu tergantung
kadar unsur seks yang ada di dalam novel, yang diketahuo oleh orang tua ketika
orang tua sudah membacanya.
"Menemani
Anak = Mencerdaskan Bangsa".
Catatan Tambahan :
PERKENALAN
BLOG HUKUM DAN PSIKOLOGI DUNIA KERJA / BISNIS
(www.hukumdanpsikologi.blogspot.com)
BLOG HUKUM DAN PSIKOLOGI DUNIA KERJA / BISNIS
(www.hukumdanpsikologi.blogspot.com)
Saya
harus banyak mengucapkan terima kasih
kepada beberapa pembaca setia yang selalu saja menanyakan kepada saya,
"Mengapa blog Holiparent akhir-akhir ini beberapa kali tidak terbit ?"
Dengan
malu-malu saya memang harus mengakui bahwa hal itu terkait dengan persiapan
saya membuat blog lain, yang rencananya beriringan terbit setiap hari, atau
setidaknya terbit dua hari sekali, bersama dengan blog inspirasi pendidikan
kreatif Holiparent ini.
Blog
yang baru ini, yang tadi saya sebut akan terbit beriringan dengan Holiparent
ini, saya buat atas dorongan dari relasi yang saat ini terkait dengan bidang
hukum dan psikologi di dunia kerja / dunia orang dewasa. Bagi para pembaca
setiap Holiparent yang kebetulan juga aktif di dunia kerja / bisnis, semoga
blog baru ini juga dapat bermanfaat dalam menjalankan pekerjaan / bisnis,
setidaknya dapat menambah luas wawasan. Adapun bagi pembaca setia Holiparent
yang kebetulan tidak aktif di dunia kerja / bisnis, semoga blog baru ini juga
memberikan manfaat dalam menambah wawasan ketika mendampingi anak, sebab di era
sekarang ini memang ada manfaatnya bahwa sejak SD kelas 4 (setidaknya) anak
sudah ditemani oleh orang tua untuk tahu tentang apa yang disebut sebagai hukum
positif di negara ini.
Saya
menamai blog ini "Hukum dan Psikologi Dunia Kerja / Bisnis" dengan alamat www.hukumdanpsikologi.blogspot.com. Dan dari beberapa diskusi dengan relasi yang telah terbentuk sejak tahun
1995, yaitu sejak saya masih bekerja di PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk,
maka motto yang dirasa tepat untuk blog ini adalah "Hukum untuk
Kemanusiaan yang Adil dan Beradab".
Beberapa
artikel saya yang pernah dimuat di media massa, misalnya yang dimuat di harian
Suara Merdeka di akhir tahun 2011 dengan judul "Persepsi Mobil Mewah"
(yang banyak dikutip oleh beberapa blog / website antikorupsi), akan menjadi
salah satu rujukan isi blog hukum dan psikologi dunia kerja / bisnis ini.
Seperti
juga halnya blog Holiparent ini, saya berharap bahwa semoga blog hukum dan
psikologi dunia kerja / bisnis ini juga dapat menjadi sarana yang baik guna
men-sharing-kan pengalaman-pengalaman saya dalam mendampingi relasi-relasi yang
ada selama ini, dengan semangat bahwa "pengalaman seseorang semoga
menambah luas wawasan orang lain".
Jadi, silakan mampir di www.hukumdanpsikologi.blogspot.com.
Jadi, silakan mampir di www.hukumdanpsikologi.blogspot.com.
"Hukum
untuk Kemanusiaan yang Adil dan Beradab".
-----o0o-----
Foto
dan tulisan oleh Constantinus Johanna Joseph. Ilmuwan Psikologi anggota
Himpunan Psikologi Indonesia nomor 03-12D-0922. Praktisi Psikologi Industri dan
Komunikasi.
Constantinus
bekerja untuk PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk di Bagian Jasa Luar Negeri
/ Ekspor-Impor, kemudian bekerja untuk salah satu perusahaan Texmaco Group di
Bagian Marketing Ekspor. Aktif menulis
di berbagai media massa dan memberikan pelatihan tentang hukum dan psikologi
secara praktis terkait bidang kerjanya sejak tahun 1999. Saat ini bekerja
sebagai komisaris independen di beberapa perusahaan setelah dinyatakan lulus
fit and proper test oleh Bank Indonesia pada tahun 2007.
Pendidikan
bankir diperoleh di PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. Pendidikan tentang
kepemimpinan diperoleh di Latihan Kepemimpinan Pemuda Tingkat Nasional Angkatan
XII di Cibubur yang diadakan oleh Kantor Menpora Republik Indonesia. Pernah
mendapatkan pendidikan formal di bidang Perikanan dan Kelautan, Hukum,
Psikologi, dan Manajemen.