Meluangkan waktu untuk ngobrol dengan anak merupakan kebiasaan yang perlu untuk dipupuk. Seringkali orang tua harus meluangkan waktu untuk bisa ngobrol dengan anak seperti ini.
(Ibu dalam foto di atas berbeda dengan ibu yang menjadi tokoh cerita dalam tulisan di bawah ini. Kebetulan keduanya memang sama-sama bekerja, tetapi di perusahaan yang berbeda).
Foto di atas adalah foto kejadian yang sebenarnya, bukan model / peragaan.
--------------------
"Saya kok sudah tidak bisa seperti dulu lagi, Pak. Sekarang kalau
waktunya pulang, saya ingin langsung pulang. Tidak ingin lembur lagi seperti
dulu," kata seorang ibu yang menjadi manajer di bidang keuangan sebuah
perusahaan swasta. "Kedua anak saya sudah SD. Sudah bisa protes kalau saya
lembar-lembur terus".
Saya maklum. Tapi saya hanya diam mendengarkan. Ibu ini bukan anak buah saya.
Saya sudah kenal ibu ini sejak 10 tahun lalu. Ibu ini memang
seorang pekerja yang keras.
Dan sudah bukan menjadi rahasia lagi di kantor tempatnya bekerja (kebetulan
saya menjadi Komisaris Independen di beberapa anak perusahaan di group perusahaan ini) bahwa ibu ini
hampir setiap hari selalu lembur atas inisiatifnya sendiri.
Memang, pekerjaan ibu ini sangat banyak.
Dan beliau
bukan tipe karyawan yang bisa berkata
"tidak" ketika diberi tambahan pekerjaan. Baik oleh Pengusaha, maupun
oleh rekan kerjanya sendiri (= dikerjain oleh sesama rekan kerja untuk
mengerjakan tugas yang bukan pekerjaannya).
--------------------
Saya masih menyimak cerita ibu ini.
"Apa saya salah, ya Pak ?"
Seperti biasa, saya tidak mau mem-vonis apakah ibu ini salah atau tidak. Jadi, saya tidak menjawab pertanyaannya.
Seperti biasa juga, saya hanya men-sharing-kan pengalaman saya (dan juga
ke-ilmua-an saya di bidang Psikologi).
Bahwa saya pun mengalami hal yang sama.
Waktu masih muda, saya biasa kerja lembur secara sukarela. Demi mengejar karir.
Dan fisik saya masih kuat.
Saya bercerita, bahwa sejalan dengan umur, fisik sudah tidak bisa dipakai
kerja sekeras waktu masih muda. Tujuan hidup juga sudah berbeda. Tidak lagi
mengejar karir. Tetapi menjaga keseimbangan antara alokasi waktu (dan juga kualitas)
untuk bekerja dan untuk kehidupan keluarga (= menemani anak). Juga untuk
kegiatan yang sifatnya spiritual (perenungan, ziarah, ibadah).
Saya juga menceritakan kepada ibu ini bahwa Carl Gustav Jung, seorang Psikolog ternama, mengatakan bahwa di usia pertengahan (= 40 tahunan,
seperti usia ibu ini dan juga usia saya), memang sudah sewajarnya kalau hidup
bukan hanya untuk "bekerja mengejar materi" saja. Harus ada keseimbangan “orientasi materi” dan “orientasi non materi”.
--------------------
"Tapi rasa bersalah karena ingin pulang tepat waktu itu masih saja ada,
Pak," kata si ibu ini.
Jadi, di satu pihak ibu ini ingin bisa segera pulang ke rumah bertemu
anak-anaknya, di lain pihak beliau masih merasa tidak enak karena pulang kerja
tepat waktu (sebab dulunya biasa lembur suka rela tanpa upah lembur setiap
harinya).
Akhirnya, saya juga berkata kepada ibu ini, "Kalau saya, setiap jam kerja selesai, saya selalu bilang di dalam
hati, 'Hore...waktunya bertemu dan menemani
anak...'," kata saya.
"Saya tidak bilang 'Hore....saatnya selesai kerja...', sebab
kenyataannya pekerjaan itu tidak akan pernah selesai meskipun digarap 24 jam
sehari...sebab selalu ada pekerjaan yang baru".
Saya juga mengatakan, dengan "self talking" alias berkata kepada diri
sendiri seperti itu, saya bisa "menghapus" rasa bersalah ketika
saya pulang tepat waktu meski pekerjaan belum selesai (kecuali kalau pekerjaan itu
memang harus dilembur malam itu juga).
Prinsip saya, sekarang waktunya pulang, bertemu, bermain, dan menemani anak. Besok kerja masih bisa dilajutkan lagi. Waktu memang harus
dibagi-bagi. Biar seimbang.
-------------------
Selang beberapa minggu, ibu ini mulai bisa pulang tepat waktu. Tidak lembar-lembur suka rela lagi.
Meskipun, kadang kala ibu ini juga masih nongkrong di kantor ketika jam kerja sudah
selesai. Mungkin saja, beliau sedang berjuang untuk menyeimbangkan waktu kerja di kantor dan
waktu menemani anak.
--------------------
Selamat menemani anak.
Bisa jadi, untuk menyeimbangkan waktu (dan kualitas) menemani anak dan
kerja kantor itu memang tidak mudah. Butuh perjuangan.
"Menemani Anak = Mencerdaskan Bangsa".
-----o0o-----
- Foto dan tulisan oleh Constantinus Johanna Joseph. Ilmuwan Psikologi anggota Himpunan Psikologi Indonesia nomor 03-12D-0922. Sarjana di bidang Ilmu Alam dan Sarjana di bidang Ilmu Sosial. Penulis di media massa dan Komisaris Independen di beberapa perusahaan perbankan (sesuai ketentuan dari Bank Indonesia).