Suatu sore, saya menerima SMS dari dua orang Psikolog. Saya senang, karena tulisan yang sederhana ini ternyata dibaca oleh para senior saya di dunia Psikologi.
Terima kasih kepada Psikolog Rini Sugiarti yang telah mampir ke blog ini. Beliau ini Dosen Wali saya ketika saya kuliah di Fakultas Psikologi Universitas Semarang.
Tentang beliau, saya selalu punya kenangan tersendiri. Sebagai mahasiswa, umur saya di atas beliau. (Kami sama-sama lulus dari SMA Kolese Loyola Semarang. Tetapi ketika beliau belajar di SMA ini, saya sudah lulus. Jadi, saya memang mahasiswa tua usia dalam arti yang sebenarnya).
Dulu, terutama pada saat awal-awal kuliah di Fakultas Psikologi, banyak yang mengira saya adalah dosennya. Padahal, saya adalah mahasiswa. :-) Harap maklum, karena saya baru mulai kuliah Psikologi di umur 37 tahun.
--------------------
Satu lagi yang mengirim saya SMS sore ini (selain Psikolog Rini), adalah Psikolog Probowatie Tjondronegoro. Beliau ini juga dosen saya ketika saya kuliah di Fakultas Psikologi Universitas Semarang.
Kebetulan, keluarga saya adalah langganan Rumah Sakit Elisabeth Semarang (dalam arti : kalau terpaksa harus rawat inap, ya memilih dirawat inap di rumah sakit ini). Dan Psikolog Probowatie adalah psikolog klinis sekaligus Humas di rumah sakit ini. Jadi, saya memang sering ngobrol dengan beliau.
Tentang beliau ini, saya senang sekali ketika mengetahui bahwa beliau adalah Insinyur Peternakan lulusan Universitas Gadjah Mada. Kenapa ? Hanya gara-gara saya adalah Insinyur Perikanan lulusan Universitas Diponegoro (waktu saya kuliah, saya juga masuk Fakultas Peternakan, meskipun Jurusannya Perikanan) !
Saya merasa punya teman senasib : sama-sama Insinyur, kemudian sama-sama belajar Psikologi. Apalagi beliau juga cerita bahwa kuliah Psikologi ketika sudah berumur. Wah, lagi-lagi saya merasa punya teman senasib.
Semoga saya bisa meniru beliau untuk membantu banyak orang dengan ilmu yang dikuasai.
Terima kasih kepada Psikolog Probowatie karena setia mampir di blog sederhana ini. Juga setia kirim SMS ke saya. Saya jadi merasa berarti.....
Dan, tulisan kali ini juga bersumber dari usulan beliau.....
-------------------
Ibu-Ibu dan Bapak-Bapak Yth.,
Kalau saya bilang bahwa IQ itu tidak penting, berarti saya sudah berbohong. Karena memang saya tidak bisa memungkiri fakta bahwa saya (menurut tes IQ) memang memiliki IQ yang di atas rata-rata. Dan, saya memang mendapatkan banyak keuntungan selama sekolah / kuliah maupun bekerja karena ini.
Tetapi, jujur saja, karir saya pernah ambruk karena waktu itu Kecerdasan Spiritual dan Kecerdasan Emosional saya rendah.
Di lain pihak, saya (dalam kehidupan saya sebagai marketing sejak tahun 1989, dan terutama sebagai konsultan dan praktisi Human Resources dalam 10 tahun terakhir) melihat bahwa ada orang dengan IQ biasa-biasa saja (kalimat ini sebenarnya kurang valid karena tidak dilakukan pengukuran IQ kepada yang bersangkutan) bisa sukses dalam pekerjaannya karena orang tersebut memiliki Kecerdasan Spiritual dan Kecerdasan Emosional yang baik.
Jadi, saya memang belajar untuk bisa punya Kecerdasan Spiritual dan Kecerdasan Emosional yang baik juga. :-)
--------------------
Gambar di atas adalah foto dari salah satu buku saya. (Kebetulan, saya punya banyak sekali koleksi buku dengan judul yang ada kata "Psikologi Umum"-nya, yang ditulis oleh para Psikolog yang berbeda-beda, dengan penekanan yang berbeda-beda pula).
Doktor Sarlito Wirawan Sarwono adalah Psikolog Sosial di Universitas Indonesia. Hampir tiap minggu saya membaca tulisan beliau di harian Sindo (Seputar Indonesia).
Tetapi bukan karena itu buku tulisan beliau ini saya tampilkan gambarnya di blog ini.
Tetapi karena ini : Buku ini adalah buku yang ditulis ulang oleh beliau dan diterbitkan pada tahun 2010. Padahal, buku asli sudah diterbitkan tahun 1974.
Apa yang menjadikan beliau rela bersusah payah menulis ulang buku ini ?
Karena Doktor Sarlito Wirawan mengatakan (dalam kata pengantar buku ini) bahwa, "Sejak itu, buku tersebut mengalami cetak ulang entah berapa kali dan sampai beberapa waktu lalu, saya masih mendengar bahwa buku ini masih dibaca oleh mahasiswa zaman sekarang. Kenyataan ini cukup mencemaskan buat saya, karena dalam waktu lebih dari 30 tahun, dunia ilmu psikologi (baik teori maupun terapannya) sudah banyak sekali berubah. Sebagai contoh, ketika buku 'Pengantar Umum Psikologi' terbit pertama kali di tahun 1974, dunia psikologi masih percaya bahwa IQ (angka yang menunjukkan kecerdasan umum) sangat besar pengaruhnya. Seakan-akan, angka IQ yang tinggi (di atas 120) adalah angka yang sakti (jaminan kesuksesan di masa depan), sedangkan angka IQ yang rendah (100 ke bawah) seakan-akan merupakan vonis mati (tidak ada lagi harapan masa depan). Sekarang, dengan berkembangnya teori 'multiple intelligence' dan 'emotional intelligence', teori IQ itu sudah kuno dan tidak dipakai lagi".
--------------------
Kecerdasan Emosional adalah kemampuan untuk mengontrol emosi.
Doktor Howard Gardner mengatakan hal-hal pokok dalam Kecerdasan Emosional adalah :
- mampu
menyadari dan mengelola emosi diri sendiri
- memiliki kepekaan terhadap emosi
orang lain
- mampu merespon dan bernegosiasi dengan orang lain
- dapat menggunakan emosi sebagai alat untuk memotivasi diri
--------------------
Kecerdasan Spiritual adalah kecerdasan jiwa yang membantu seseorang untuk mengembangkan dirinya secara utuh. Caranya adalah dengan menciptakan kemungkinan untuk menerapkan nilai-nilai positif.
Orang dengan Kecerdasan Spiritual yang baik akan :
- mampu bersikap fleksibel / mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan
- punya tingkat kesadaran yang tinggi
- mampu menghadapi penderitaan
- mampu mengambil pelajaran dari kegagalan
- hidup sesuai dengan visi dan misi yang dicanangkannya
- mampu melihat keterkaitan berbagai hal dalam hidup ini
- mandiri
- mampu memaknai hidup ini
--------------------
Sebenarnya, ibu dan ayah saya sejak dulu juga sudah selalu memberikan nasehat kepada saya, yang kalau saya renungkan sekarang ini, isinya adalah Kecerdasan Emosional dan Kecerdasan Spiritual.
Tetapi memang saya saja yang bengal, sehingga hanya mengandalkan IQ (yang kebetulan memang tinggi), dan akhirnya memang bisa sukses, tetapi sempat jatuh terpuruk. (Ini kejadian yang saya alami sebelum saya kuliah Psikologi, dan waktu itu memang belum populer istilah Kecerdasan Emosional dan Kecerdasan Spiritual. Plus saya memang bengal waktu itu : melupakan nasehat orang tua yang isinya juga Kecerdasan Emosional dan Kecerdasan Spiritual).
--------------------
Ibu-Ibu dan Bapak-Bapak Yth.,
Sekarang, saya sedang belajar terus untuk hidup dengan Kecerdasan Emosional dan Kecerdasan Spiritual yang baik.
Saya juga sudah bertemu banyak orang yang biasa-biasa saja (sebatas lulusan SMA, bahkan hanya lulus SMP atau SD) dan tidak pintar Matematika, tetapi bisa hidup layak bahkan sukses karena punya Kecerdasan Emosional dan Kecerdasan Spiritual yang baik.
Jadi, selamat menemani anak.
Entah anak kita punya IQ tinggi atau rata-rata atau di bawah rata-rata, mari kita temani anak kita supaya punya Kecerdasan Emosional dan Kecerdasan Spiritual yang baik.
"Menemani Anak = Mencerdaskan Bangsa".
-----o0o-----
- Foto dan tulisan oleh Constantinus Johanna Joseph. Ilmuwan Psikologi anggota Himpunan Psikologi Indonesia nomor 03-12D-0922. Sarjana di bidang Ilmu Alam dan Sarjana di bidang Ilmu Sosial.
- Definisi tentang Kecerdasan Emosional dan Kecerdasan Spiritual diambil dari Wikipedia.