Kamis, 10 Mei 2012

BU WAGINEM, PENJUAL MAINAN DUGDER


BU WAGINEM, PENJUAL MAINAN DUGDER
(Mainan tradisional sebagai sarana belajar 
praktis - kreatif - ilmiah - mudah - murah)

Apakah kita terlalu sering mengajak jalan-jalan anak-anak ke mall ? Apakah kita dan anak-anak kita mulai jenuh melihat-lihat dan membeli mainan serba elektronik di mall ? Apakah kita dan anak-anak kita ingin sesuatu yang baru (tetapi sederhana, unik dan bermanfaat) ? Ajaklah anak-anak kita berjalan-jalan ke toko sederhana milik Bu Waginem.

Ya. Bu Waginem berjualan aneka macam mainan tradisional. Mainan seperti ini pasti tidak ada di mall. Setidaknya sekarang. Entah besok. 

Dulu, mainan yang dijual Bu Waginem ini hanya dijual saat Dugderan. Dugderan adalah salah satu ciri khas Kota Semarang. Diadakan setiap kali menjelang Bulan Puasa. Dulu biasanya diadakan di sekitar Masjid Kauman, dekat Pasar Johar (sampai tahun 1990-an). Tetapi sekarang ini (tahun 2000-an) Dugderan diadakan di dekat Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT), di tepi Jalan Arteri Soekarno-Hatta Kota Semarang.

Waktu berlalu dan zaman berubah.  Sejak dua tahun yang lalu, Bu Waginem tidak hanya berjualan mainan tradisional ini di saat Dugderan saja. Dia sekarang berjualan setiap hari di tepi Jalan Arteri Soekarno-Hatta Kota Semarang, tepatnya di sebelah timur Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT). Mulai pagi hingga malam.


Ada berbagai mainan tradisional yang dijual oleh wanita paruh baya kelahiran Klaten, Jawa Tengah ini. Mainan-mainan yang sederhana ini layak dibeli karena tetap saja menarik. Terutama untuk anak-anak kita yang mungkin sudah terlalu akrab dengan mainan elektronik. Mainan sederhana ini menarik bagi anak-anak, asalkan kita sebagai orang tua menemani anak-anak bermain dengan mainan ini, memberikan penjelasan tentang seluk-beluk mainan ini. Mainan sederhana ini memang mendorong anak untuk bersosialisasi. Entah dengan orang tuanya. Entah dengan teman sebayanya. Sebab memang sulit untuk memainkannya seorang diri. Itulah kelebihan mainan tradisional : mendorong anak bersosialisasi, karena harus ada teman bermain.

Semuanya tanpa listrik. Semuanya tanpa perlu batu baterei. Alat musik sederhana yang terlihat pada foto di atas bisa berbunyi hanya mengandalkan resonansi udara. Bagaimana pun, ini bisa merangsang pikiran kreatif anak-anak, tentang bagaimana menciptakan kesenangan bermain dari kesederhanaan. Tanpa listrik. Tanpa batu baterei. Kalau anak bertanya tentang sumber bunyi atau tentang resonansi dari mainan ini, dan kita sebagai orang tua agak lupa tentang pelajaran IPA / Fisika saat SMA dulu, jawabannya bisa dengan mudah ditemukan di Google. Ini adalah memadukan mainan tradisional dengan kecanggihan internet untuk mendidik anak terbiasa berpikir kreatif.

 
Atau tentang kendi mainan ini. Kendi adalah tempat air minum. Kita bisa merangsang pemikiran praktis - kreatif anak-anak kita dengan mengajukan pertanyaan : bagaimana cara mengukur volume air yang dapat dimasukkan ke dalam kendi ini ? Bagaimana cara mengukur volume dinding kendi ini ? Jadi, ini adalah barang-barang sederhana yang dapat digunakan untuk merangsang pemikiran praktis - kreatif anak-anak kita. Dan di saat itulah, kita sebagai orang tua dapat menemani anak, bermain dan belajar bersama anak-anak kita secara praktis - kreatif - ilmiah - mudah - murah.

Selamat menemani anak. "Menemani Anak = Mencerdaskan Bangsa".

-----o0o-----

  • Tulisan ini dipersembahkan untuk Ibu-Ibu dan Bapak-Bapak yang sedang berproses menemani anak-anaknya (usia SD & SMP) untuk bermain dan belajar secara praktis - kreatif - ilmiah - mudah - murah.
  • Tulisan ini dibuat oleh Tim Holistic Parenting.
  • Foto dibuat oleh Tim Holistic Parenting pada hari Selasa tanggal 8 Mei 2012 sekitar pukul 18.30 WIB.
  • Terima kasih disampaikan kepada Bu Waginem. Semoga dagangannya laris dan usahanya tambah maju. Semoga sehat walafiat dan senyumnya manis selalu. Semoga banyak pecinta blog ini yang mampir ke toko sederhana milik Bu Waginem.