Penjual rebung di Pasar (Tradisional) "Gang Baru" di Kota Semarang.
Rebung adalah bahan baku Lunpia, makanan khas Kota Semarang.
Tampak pada foto di atas, para penjual rebung sedang
memotong-motong rebung (tunas bambu yang masih muda)
dengan alat potong bikinan sendiri. Terdiri dari sebilah papan berlubang
dan pisau dapur yang sangat tajam.
Ibu-Ibu dan Bapak-Bapak Yth.,
Kali ini kembali kita akan melihat
kesempatan yang dapat dipelajari anak-anak kita
pada saat mereka bersama kita pergi
ke pasar tradisional.
Seperti biasa, saya menggunakan contoh nyata.
Di sini, contoh itu adalah Pasar (Tradisional) "Gang Baru"
di Kota Semarang.
Ibu-Ibu dan Bapak-Bapak Yth.,
Apa sih yang bisa dipelajari oleh anak-anak kita
di pasar tradisional seperti ini ?
Ada banyak. Tetapi kali ini, saya contohkan saja : Berhitung / Matematika.
Berbeda dengan pada saat kita berbelanja di mall / supermarket,
di pasar tradisional para penjualnya tidak dilengkapi dengan
komputer / mesin kasir.
Jadi, justru di sinilah letak kesempatan belajar Berhitung / Matematika itu.
Kalau kita bersama anak-anak belanja di mall / supermarket,
maka jumlah uang kembalian yang kita terima dari kasir
tergantung pada angka-angka yang terpampang
di komputer / mesin kasir itu.
Itu memang canggih, praktis. Tetapi akibatnya, kita (dan anak kita juga)
jadi malas menghitung / mencongak,
karena semuanya tinggal mencocokkan dengan angka-angka
pada komputer / mesin kasir.
Bagaimana dengan di pasar tradisional ?
Semuanya manual. Juga dalam menentukan besarnya
uang kembalian.
Dan ini yang menarik. Maksud saya, menarik untuk tetap
melatih kemampuan Berhitung / Matematika kita dan anak-anak kita
secara praktis dan tanpa alat bantu.
Ibu-Ibu dan Bapak-Bapak Yth.,
Di pasar tradisional, apabila kita (dan anak kita)
berbelanja dengan harga Rp 17.850,-
(tujuh belas ribu delapan ratus lima puluh rupiah),
maka cara si penjual dalam menghitung sekaligus
menyerahkan uang kembalian adalah dengan cara
menggenapkan nominal uang yang kita serahkan kepadanya.
Katakanlah, uang yang kita serahkan kepada
si penjual adalah Rp 100.000,-
(seratus ribu rupiah).
Maka, si penjual akan langsung menyerahkan uang kembalian
sambil berhitung dan berucap :
Menyerahkan uang Rp 50,- dan berucap Rp 17.900,-.
Maksudnya, dengan mengembalikan Rp 50,- maka dia sudah menyerahkan
barang yang dijualnya plus uang kembalian total sebesar Rp 17.900,-.
Kemudian dia menyerahkan uang Rp 100,- dan berucap Rp 18.000,-.
Selanjutnya, dia menyerahkan uang Rp 2.000,- dan berucap Rp 20.000,-.
Berlanjut terus. Menyerahkan uang Rp 30.000,- dan berucap Rp 50.000,-.
Dan akhirnya, dia menyerahkan uang Rp 50.000,- sambil berucap Rp 100.000,-.
Pas !
Ibu-Ibu dan Bapak-Bapak Yth.,
Tentu saja, cara berhitung seperti ini
belum tentu bermanfaat pada saat ujian di sekolah.
Tetapi, ini bermanfaat buat anak-anak kita.
Setidaknya, mereka tahu bahwa ada cara berhitung yang praktis dan mudah
seperti ini.
Setidaknya, anak-anak kita tidak 100% tergantung
pada mesin hitung / kalkulator / komputer.
Dan secara mental, anak-anak kita siap
untuk berhitung tanpa bantuan alat hitung.
Setidaknya juga,
pikiran anak-anak kita masih tetap tajam dan praktis
untuk memecahkan persoalan-persoalan sederhana
seperti ini.
Selamat menemani anak. Selamat mengajak anak ke pasar.
Selamat belajar berhitung / matematika secara praktis dan mudah.
"Menemani Anak = Mencerdaskan Bangsa".
-----o0o-----
- Foto dan tulisan oleh Constantinus.
- Foto diambil di Pasar "Gang Baru" dengan kamera HP Nokia (lama) E71.