"Ini
memang tidak ada di teori pada saat masih kuliah dulu. Dasarnya memang teori-teori
itu, tetapi sudah dikembangkan, sebagai hasil dari proses yang disebut inovasi
di tempat kerja. Hasil dari inovasi itu yang nantinya menjadi teori yang baru. Ini
seperti fenomena sepeda motor matic yang pakai automatic transmition. Sepeda motor
matic itu disebut hasil inovasi karena tidak ada persnelingnya. Padahal menurut
teori yang selama ini sudah ada, sepeda motor itu harus ada persnelingnya. Sepeda
motor bebek maupun yang tidak bebek pasti ada persnelingnya. Tetapi ‘kan
tadinya sepeda motor bebek itu juga tidak sesuai dengan teori yang sebelumnya sudah
ada bahwa sepeda motor itu harus ada koplingnya. Karena dulu semua sepeda motor
harus ada koplingnya. Lalu muncullah sepeda motor bebek yang tanpa kopling.
Kemudian muncul lagi sepeda motor yang tanpa persneling," kata saya
menjawab pertanyaan seorang sarjana psikologi yang baru memulai karirnya
sebagai HRD di perusahaan swasta.
Karyawati
yang masih berusia 23 tahun dan baru saja diwisuda kurang dari setahun yang
lalu itu bertanya kepada saya tentang struktur organisasi tidak biasa yang
di-ADA-kan di perusahaan tempat dia bekerja. Dia baru bekerja di perusahaan ini
kurang dari enam bulan, sedangkan saya sudah menjadi konsultan untuk perusahaan
ini selama lebih dari sebelas tahun. Jadi wajar saja kalau saya bisa
menjelaskan apa yang ditanyakannya. Bukan karena saya lebih pandai. Tetapi
karena saya lebih dulu berinteraksi dengan perusahaan ini. Lagipula, yang
mendisain struktur organisasi yang tidak wajar di perusahaan tempat dia bekerja
itu memang saya. Dan disain yang tidak wajar itu / yang tidak sesuai dengan
teori itu masih dijalankan sampai sekarang. Dan masih memberikan nilai lebih /
keunggulan bersaing (“competitive advantage”) untuk perusahaan itu dibandingkan
perusahaan-perusahaan pesaingnya.
"Jadi,
teori itu perlu. Saya tidak sependapat dengan orang yang bilang bahwa teori itu
tidak perlu. Apa yang dipelajari di fakultas itu perlu," kata saya.
"Ketika sudah bekerja, teori-teori itu yang sudah kita pelajari itu masih harus
kita ramu sedemikian rupa sehingga bisa diterapkan di perusahaan kita sebagai
sesuatu yang UNIK dibandingkan perusahaan lain / perusahaan pesaing. Ini supaya
perusahaan tempat kita bekerja memiliki KEUNGGULAN dibandingkan
perusahaan-perusahaan pesaing. Dengan demikian perusahaan tempat kita bekerja
akan bisa BERTAHAN dalam persaingan dengan perusahaan-perusahaan lainnya".
Ibu-Ibu dan
Bapak-Bapak Yth.,
Dalam
kehidupan sehari-hari memang masih saja kita temui orang-orang yang berpendapat
bahwa teori-teori yang dipelajari di sekolah / kuliah itu tidak dapat
diterapkan dalam pekerjaan sehari-hari. Saya melihat bahwa “apakah yang
dipelajari sebagai teori di sekolah / kuliah itu dapat diterapkan dalam
pekerjaan sehari-hari atau tidak” tergantung pada individu / orang yang
bersangkutan. Kalau seseorang ketika kuliah MENCARI SAMPAI MENDAPATKAN INTISARI
dari ilmu yang dipelajari di sekolah / kuliah, maka teori yang dipelajari itu
DAPAT DITERAPKAN / DIGUNAKAN untuk memecahkan masalah dalam kehidupan /
pekerjaan sehari-hari. Ini karena dia MEMAHAMINYA. Tetapi kalau teori itu hanya
DIHAFAL SAJA sebatas kulitnya hanya sekedar untuk mendapatkan nilai baik / bias
lulus, maka teori yang dipelajari itu tidak dapat digunakan untuk memecahkan
masalah-masalah dalam kehidupan / pekerjaan sehari-hari karena dia TIDAK
MEMAHAMI-nya.
Ibu-Ibu dan
Bapak-Bapak Yth.,
Leonardo da
Vinci, ilmuwan dan filsuf ilmu alam serta insinyur dan sekaligus pelukis yang
terkenal karena lukisan "Monalisa" itu pernah berkata bahwa orang yang
bekerja tanpa ilmu sebagai dasarnya, ibarat pelaut yang berlayar menggunakan
kapal tanpa kompas. Dia tidak tahu KAPAN & DI MANA AKAN TERDAMPAR. Adalah
penting bagi kita untuk menemani anak-anak kita supaya tidak belajar HANYA
SEKEDAR MENCARI NILAI yang akan ditulis pada rapor / ijazah, tetapi BELAJAR
MEMANG UNTUK MEMAHAMI.
Saya pernah bercerita kepada Agatha anak saya pada
saat kami sedang berada di kawasan Tugu Muda Semarang. Saya mengatakan kepada
Agatha (dia duduk di kelas IX SMP Domenico Savio Semarang pada saat tulisan ini
saya buat) bahwa pada awalnya ketika Plato membuat sekolah yang pertama di
dunia (yang dinamakan Academia) belum ada ijazah seperti yang sekarang kita
punya. Dulu Plato dan para muridnya berkumpul di depan pasar dan menjalankan
proses belajar mengajar di sana. Kemudian seiring dengan perkembangan zaman,
diperlukan bukti tertulis bahwa
seseorang sudah menguasai suatu ilmu sehingga dibuatlah selembar kertas sebagai bukti
tertulis yang disebut rapor / ijazah.
Jadi, rapor / ijazah
itu hanya salah satu cara pembuktian saja bahwa seseorang sudah menguasai suatu ilmu. Pembuktian
utamanya adalah penguasaan ilmu
itu dalam penerapannya
untuk memecahkan masalah dalam kehidupan /
pekerjaan sehari-hari. Jangan sampai dibalik seperti ini : bahwa sekolah itu memang tujuannya mendapatkan
rapor / ijazah saja, padahal ilmunya tidak
dikuasai, sehingga segera setelah lulus maka ilmunya langsung hilang dari ingatan
/ tidak dapat diterapkan untuk memecahkan masalah kehidupan / pekerjaan
sehari-hari.
Selamat
menemani anak.
Selamat
menemani anak dengan cerita-cerita nyata supaya anak tahu & sadar betapa
pentingnya dia belajar teori di sekolah. Bukan semata-mata supaya bisa naik
kelas / lulus atau mendapatkan rapor / ijazah. Tetapi supaya dengan menguasai
teori-teori itu, dia bisa meramunya dan menghasilkan "sesuatu yang
baru" yang dapat digunakannya untuk memecahkan masalah.
"Menemani
Anak = Mencerdaskan Bangsa"
-----o0o-----
Foto dan
tulisan oleh Constantinus Johanna Joseph. Ilmuwan Psikologi anggota Himpunan
Psikologi Indonesia nomor 03-12D-0922. Sarjana di bidang Ilmu Alam dan Ilmu
Sosial.