Gaya belajar itu bisa bermacam-macam. Dan tiba-tiba saja saya jadi ingat anak-anak kucing yang sedang belajar melepas tali sepatu (?). Mereka menikmatinya... Jadi, bagaimana kalau kita mendukung anak kita supaya mereka bisa belajar dengan gaya mereka sendiri...yang mengasyikkan ?
Saya masih
ingat, sewaktu saya masih SD kelas 5 atau 6, ibu saya terlihat senang kalau
saya menonton televisi (waktu itu hanya ada TVRI dan TPI saja). Beliau akan
berkata, "Menonton tivi itu baik juga...jangan belajar terus...nanti otak
bisa terlalu panas...". Padahal, saya menonton televisi sambil lalu
saja, karena hal itu saya lakukan sambil....belajar !
Saya memang
ketika itu (masih SD) senang belajar. Biasanya, saya belajar di
teras rumah saya ketika sore hari, di Jalan Sriwijaya 132 Semarang,
sambil melihat mobil dan sepeda motor yang berlalu-lalang di depan rumah (rumah
saya letaknya lebih tinggi dari jalan raya).
Kalau
malam, saya bisa belajar di mana saja di dalam rumah, tidak harus di dalam kamar
saya. Biasanya sambil mendengarkan siaran radio. Atau sambil nonton
televisi !
Ya, benar !
Saya belajar sambil menonton siaran televisi, tetapi karena fokus pada buku
pelajaran, saya tidak tahu apa sebenarnya siarannya.
Pokoknya,
saya kalau belajar harus ada “iringan-nya” : entah
radio, entah televisi, boleh juga lagu dari kaset. Saya tidak bisa belajar
kalau suasana sunyi senyap. Ini saya lakukan sampai SMA, bahkan sampai
kuliah.
Sudah dapat
diduga, kalau menghafal, saya harus sambil mengucapkannya keras-keras. Sambil
jalan-jalan mondar-mandir di dalam rumah juga. Kalau tidak begitu, apa yang
dibaca tidak bisa segera masuk / hafal di dalam otak.
Bahkan,
sebagai pemanasan sebelum mulai belajar, saya juga berjalan kaki ke toko buku
Sumber Agung di Jalan Sompok Semarang yang saya tempuh dengan berjalan kaki.
Pulang pergi sekitar 30 menit. Saya membeli bolpoin, penghapus,
penggaris, atau apa saja. Pokoknya, badan ini harus bergerak. Setelah
itu, baru siap belajar / menghafal.
--------------------
Itu memang
sekelumit cerita tentang cara belajar yang saya lakukan sejak kecil. Tentu
saja, ketika SMP, SMA, kuliah, gaya belajar saya tidak sama persis dengan
ketika masih SD. Ada periode ketika saya tidak lagi jalan mondar-mandir ketika
menghafal, yaitu ketika saya sudah mahasiswa S-1 maupun S-2. Alasannya sederhana
saja : sudah berumur. Kalau jalan mondar-mandir, “menuh-menuhin” rumah ! Sebagai gantinya, saya banyak membuat sketsa tulisan /
bagan ringkasan materi yang saya hafalkan. Tidak jarang, saya tulis di... dinding
kamar saya ! Kalau saja H. Rhoma Irama, pimpinan Orkes Melayu
Soneta tahu hal ini, bisa jadi beliau akan berkata, "Terlalu....!" (dengan nadanya yang sangat khas).
--------------------
Saya hanya
mau men-sharing-kan pengalaman (dan keyakinan) saya bahwa gaya belajar itu bisa
dan boleh bermacam-macam, yang penting hasilnya bagus. Penuh
Konsentrasi. Tentu saja, jangan mengganggu ketertiban umum / mengganggu
ketertiban orang lain.
Tetapi
sewaktu masih jadi Guru Les Privat Matematika dan IPA, saya memang menganjurkan
murid saya untuk menyiapkan sebelum belajar kopi / teh yang akan diminum selama belajar,
juga menyediakan sebelum belajar makanan
kecil yang akan dijadikan cemilan sewaktu belajar. Jangan sampai di tengah-tengah kegiatan
belajar,
konsentrasi belajar terganggu karena harus bikin kopi / teh atau pergi belanja
makanan kecil di warung. Benar, saya memang membeli bolpoin atau
penghapus atau penggaris atau apa saja yang lain di toko
buku Sumber Agung untuk pemanasan
sebelum belajar. Tetapi itu saya lakukan sebelum
saya mulai belajar. Itu saya lakukan sebagai pemanasan fisik.
(Mendengarkan radio atau menonton televisi pun juga saya lakukan sejak awal proses belajar, dengan konsentrasi
pada belajar, bukan pada radio atau televisi. Kalau sedang proses belajar lalu
di tengah-tengah proses itu menonton televisi, ya jelas televisinya yang
menjadi fokus konsentrasi alias konsentrasi belajarnya jadi hilang).
--------------------
Ada cerita
lain lagi. Anak saya kalau belajar juga unik. Dia sekolah
dari jam 07.00 sampai jam 15.00-an (termasuk kegiatan ekstra kurikuler),
biasanya ketika pulang dia melepas penat dengan bermain piano sekitar 30 menit.
Setelah itu...dia makan siang (padahal sudah sore) sambil membaca buku
pelajaran buat besok pagi / untuk mengerjakan PR pelajaran besok....sampai
akhirnya tertidur. Biasanya, dia bangun sekitar pukul 18.00 untuk mandi,
kemudian kadang belajar, kadang.....tidur lagi ! Teman-temannya yang menelepon
ke rumah saya rasa ada yang cukup heran : setiap kali ditelepon sekitar jam
19.00an, bisa jadi anak saya sedang tidur !
Memang,
anak saya sudah terbiasa menentukan jam belajarnya sendiri : bangun sekitar jam
21.00, kemudian belajar. Biasanya sampai jam 24.00 atau 01.00, untuk kemudian
tidur (atau tertidur...karena seringkali masih lengkap dengan atribut kaca mata
minus, buku dan bolpoin di tangan...).
Saya tahu
benar karena saya juga terbiasa menulis artikel sampai pagi / dinihari.
Lalu,
seringkali (kalau memang belajar / PR-nya belum selesai), anak saya bangun
sendiri dari tidurnya sekitar jam 02.30 atau 03.00, untuk kemudian belajar
sampai...jam 05.30-an...sampai waktunya dia mandi pagi, mengemasi buku / menata
tas sekolah, sarapan, dan...berangkat sekolah.
Hore....!
Hari baru telah tiba ! (Dan sudah tidak tidur semalaman).
--------------------
"Anak
belajar dengan pola unik seperti itu karena disuruh, Pak ?" tanya seorang
teman kepada saya, ketika sedang berdiskusi tentang gaya / waktu belajar anak,
dan saya memberikan contoh gaya belajar anak saya.
Disuruh
sih tidak, tetapi menirukan gaya belajar saya, iya. Sebab saya biasa tidak
tidur semalaman untuk mengerjakan tugas-tugas kuliah...sampai usia saya yang
sudah 40 tahunan ini. Atau, bisa jadi karena faktor genetis juga. Jadi, selain
proses belajar sosial (begitu
teman-teman Psikolog bilang), juga bisa karena faktor genetis atau sifat menurun. Guru Biologi saya di Kolese Loyola, Pak
Untaryoto, dulu mengajarkan kepada saya bahwa itulah yang disebut fenotip, yaitu genotip ditambah faktor lingkungan.
"Tidak.
Saya bahkan tidak bilang dia harus belajar berapa jam," jawab saya.
"Paling saya hanya bertanya, besok ulangan apa, materinya tentang apa, dan
ada PR apa saja".
"Jadi,
Pak Tinus tanya tentang materi ulangan dan PR juga?"
"Ya.
Saya juga setiap hari bertanya, tadi ulangan pelajaran anu bagaimana (saya
sudah tahu tadi ulangan apa karena malam sebelumnya sudah bertanya), ulangan
apa yang dibagikan hasilnya... Tetapi anak biasanya yang cerita dengan
sendirinya... Saya cuma memancing saja..."
"Bapak
memeriksa PR yang dikerjakan anak?"
"Tidak.
Tetapi kalau anak bertanya tentang bagaimana cara mengerjakan PR nomor-nomor
tertentu karena anak tidak tahu, saya membantu mengerjakannya...jam
berapapun...termasuk jam 04.00 atau jam 05.00...," jawab saya. "Kalau
saya tidak tahu, saya bilang tidak tahu jawabannya. Misalnya PR Sejarah...
Tetapi setidaknya, saya siap dibangunkan jam berapapun untuk menemani anak
belajar...dan karena itu anak tidak perlu disuruh-suruh belajar...karena sudah
muncul kesadaran tentang perlunya belajar...".
--------------------
Beberapa
hari yang lalu anak saya ada tugas dari sekolah untuk membuat sinopsis novel.
Dia mengerjakannya berhari-hari. Dan ketika esok paginya harus dikumpulkan, dia
memilih untuk tidak tidur semalaman...sampai pagi...sampai tugas itu
selesai...dan langsung berangkat sekolah.
Saya,
seperti biasa, menemaninya....sambil menulis artikel untuk blog dan beberapa media massa. Sepanjang malam. Sampai pagi.
“Begadang
jangan begadang...kalau tiada artinya... Begadang boleh saja...kalau ada
perlunya...,” begitu kata H. Rhoma Irama dalam lagunya yang sangat terkenal :
Begadang. Entah, tiba-tiba saja saya jadi ingat lagu yang sangat populer ketika
saya masih SD dulu. Populer sampai sekarang ! (Di youtube.com, saya melihat
group band luar negeri menyanyikan lagu ini! Ada-ada saja....)
--------------------
"Belajar
itu bukan hanya melatih kemampuan kognitif / otak, tetapi juga keuletan dan
ketekunan...daya tahan tubuh dan kemampuan mengatasi rasa bosan / ingin
menyerah," kira-kira begitulah cerita saya kepada anak, ketika dia masih
SD.
Ini memang
saya ceritakan kepada anak, supaya anak mempunyai daya juang tinggi dalam belajar, bukan asal mendapat nilai baik saja. Tentu saja, mencontek tidak
termasuk keuletan yang saya rekomendasikan.
Dan, tentu
saja saya juga harus berani memberikan contoh menjalani itu semua dalam belajar
sekaligus menemani anak.
---------------------
"Apa
anak saya sebaiknya juga pakai gaya seperti itu, Pak ?" tanya teman saya
itu.
"Jangan.
Ini gaya belajar yang ekstrim, yang radikal. Jangan ditiru. Tetapi temani anak
menemukan gaya belajarnya sendiri," jawab saya. "Siapa tahu lebih
ekstrim dan lebih radikal. Boleh saja. Yang penting cocok dan bisa dinikmati
anak, hasilnya baik, dan tidak mengganggu ketertiban umum".
--------------------
Selamat
menemani anak.
"Menemani
Anak = Mencerdaskan Bangsa".
-----o0o-----
Terima kasih atas kunjungan Anda di
www.hukumdanpsikologi.blogspot.com
(Blog Hukum dan Psikologi untuk Dunia Kerja / Bisnis)
www.hukumdanpsikologi.blogspot.com
akan terbit lagi
Senin 26 Nopember 2012
(terbit setiap hari kecuali Minggu dan Hari Libur Nasional)
Untuk membaca, silakan klik tombol di kanan atas