Senin, 19 November 2012

BERJUANG & KONSEKUEN










Biasanya, tulisan di blog ini adalah tentang pengalaman orang tua menemani anak-anaknya usia SD - SMP. Tetapi kali ini saya akan menceritakan pengalaman orang tua yang anaknya sudah SMA. Bukan karena saya kehabisan cerita tentang anak usia SD - SMP. Bukan. Tetapi karena apa yang baru saja saya alami ini (tentang teman saya yang anaknya sudah kelas XII alias kelas III SMA) memang baik untuk kita renungkan bersama.

Seperti biasa, nama-nama tidak saya sebutkan, untuk menjaga privasi. Tetapi semangat untuk menemani anak dalam berjuang, itulah yang layak kita contoh.

--------------------

"Nus, anak saya mau kuliah di jurusan Anu, di Universitas Anu. Menurutmu bagaimana ?" tanya teman saya.

"Sepanjang tujuannya baik, yaitu mau kuliah dengan baik, maka layak untuk didukung," jawab saya.

Saya menjawab demikian, bukan tanpa alasan. Sebab saya tahu, ada orang tua yang hanya mendukung anaknya kalau anaknya mau kuliah di jurusan yang dikehendaki orang tuanya.

"Anak saya tahu, persaingan untuk masuk ke jurusan itu ketat. Tetapi dia bilang, kalau tidak diterima, akan mendaftar di universitas lain....," kata teman saya lagi.

Saya tahu, sebagai orang tua, tentu berharap bahwa anaknya dapat diterima.

"Tentu saja, diterima di sana memang menjadi harapan. Tetapi berjuang untuk diterima di sana dan menerima konsekuensi atas apapun hasil perjuangan itu, itu juga merupakan proses belajar," kata saya.


--------------------

Berjuang dan menerima konsekuensi atas apapun hasil perjuangan itu, menurut saya memang merupakan proses belajar yang harus didukung oleh orang tua.

"Kemarin anak saya juga ikut lomba. Dia menjadi Juara Harapan I. Dan dia terlihat senang sekali," kata teman saya suatu ketika.

"Dia sudah menjadi juara," kata saya.

"Kok bisa ?"

"Iya. Orang yang sudah berjuang melakukan hal terbaik, dan dengan ikhlas dan gembira menerima apapun hasilnya, dia sudah menjadi juara. Karena itulah mental seorang juara," jawab saya.

Tiba-tiba saja saya teringat ketika masih kuliah dulu : di sebuah tempat fotokopi, saya melihat ada beberapa orang sekolahan (yang kebetulan memang tidak saya kenal) sedang mem-foto kopi buku catatan menjadi kecil-kecil sekali, dan sambil cekikak-cekikik di antara mereka saling bicara yang intinya "semoga dengan bekal contekan selengkap ini, nilai ulangan menjadi baik". Saya tidak tahu, jadi apa mereka sekarang (ini adalah kejadian lebih dari 20 tahun lalu). Tetapi kalau direnungkan, mereka sudah gagal dalam 2 hal : (1) tidak berjuang melakukan hal terbaik (memang, mereka sudah berjuang membuat contekan yang sangat lengkap, tetapi secara moral dan etika ini bukanlah hal yang baik, apalagi terbaik), dan (2) tidak siap untuk menerima dengan ikhlas dan gembira apapun hasilnya (mereka tidak siap untuk menerima nilai ulangan jelek, sampai-sampai mereka meluangkan waktu dan mengatur strategi untuk melakukan kecurangan dengan sebaik-baiknya).


--------------------

Selamat menemani anak.

"Menemani Anak = Mencerdaskan Bangsa".


-----o0o-----

Foto oleh Bernardine Agatha. Foto ini memenangkan Lomba Foto di SMP PL Domenico Savio tahun 2012.

Tulisan oleh Constantinus. Praktisi Psikologi Industri dan Komunikasi.