Minggu, 29 Juli 2012

UANG TIDAK BISA (MENGGANTIKAN ORANG TUA) UNTUK MENEMANI ANAK

Bahkan sandal pun ada pasangannya. 
Kalau pun dipakai berjalan, baiknya selalu berdampingan.....

--------------------


Hari ini, 29 Juli, adalah Hari Ulang Tahun istri saya. Karena itu,  Ibu-Ibu dan Bapak-Bapak Yth., ijinkanlah saya untuk mengucapkan "Selamat Ulang Tahun" kepada istri saya. Kiranya dia selalu dalam berkat dan lindungan Tuhan. Amin.

--------------------

Suatu ketika, saya ke Matahari Simpang Lima di Semarang. (Matahari adalah nama super market-nya). Saya ke lantai 5 yang merupakan pusat penjualan komputer.

Tentu saja, di lantai 5 ada banyak anak-anak muda berlalu-lalang. Ada yang sekedar melihat-lihat komputer. Ada yang membeli komputer baru. Yang membetulkan printer yang rusak atau sekedar memasang stiker pelindung notebook juga ada.

Seperti biasa, gaya anak-anak muda ini khas : gaya anak-anak muda yang "melek" Teknologi Informasi / komputer.

Tentu saja, ada juga orang-orang "pasca anak muda" seperti saya ini. Tetapi memang kalah banyak dibandingkan dengan anak-anak muda itu.

--------------------

Nah, pada saat saya mau masuk ke lift (dan turun ke lantai 1) setelah puas jalan-jalan sekedar melihat-lihat komputer, pandangan mata saya tertuju pada seorang bapak dan seorang anak perempuannya.

Anak perempuan itu masih usia SD.

Adapun bapak itu, dari pembicaraan, pakaian, dan bahasa tubuh terlihat sebagai karyawan / pekerja "biasa saja". Maksud saya, beliau ini "bukan boss", "bukan manajer", atau sejenisnya.

Tentu saja, saya bisa saja salah menilai orang. Tetapi pengalaman saya bekerja di bidang marketing dan melayani konsumen selama 23 tahun (termasuk 10 tahun terakhir menjadi konsultan dan praktisi legal dan psikologi industri), membuat saya "terbiasa" menilai orang. Dan, cenderung tepat.

--------------------

Bapak yang sederhana ini tampak begitu sayang kepada anaknya. Keduanya melihat-lihat notebook di salah satu toko di sana. Menanyakan harga. Kemudian bapak dan anak itu agak menjauh dari toko itu. Mereka tampak merundingkan sesuatu.

Tentu saja, berunding tentang pembelian notebook untuk sang anak.

--------------------

Tiba-tiba saja merasa terharu. Dalam keterbatasan keuangan, bapak ini setia menemani anaknya melihat-lihat dan mau membeli notebook. Dan sang anak juga tampak menghargai orang tuanya.

Jujur saja, saya sudah bertemu banyak orang (entah itu bapaknya, entah itu ibunya, entah itu anaknya) yang berkelimpahan dalam hal keuangan. Boleh dibilang, mereka ini punya banyak komputer / notebook, yang bagi mereka bukan merupakan barang mahal. Kalau beli, tidak usah berpikir panjang lebar.

Tetapi, karena kelimpahan uang (dan juga fasilitas itu) saya tahu betul justru bisa membuat hubungan orang tua dengan  anak jadi tidak dekat. Orang tua "terpaksa" sibuk bekerja (untuk mencari uang), sehingga kekurangan waktu untu "menemani" anaknya. Bahkan setelah jam kerja sekalipun. Bahkan di hari libur kerja, orang tua juga ke-capai-an sehingga merasa “butuh tidur / istirahat” sehingga tidak bisa menemani anaknya jalan-jalan. (Saya sudah bertemu orang tua – orang tua dengan tipe seperti ini).

Ini berbeda sekali dengan yang saya lihat tentang "bapak dan anak yang dalam kesederhanaanya meluangkan waktu bersama", dalam hal ini pergi ke toko komputer.

--------------------

Saya tiba-tiba merasa seperti diingatkan. Untuk lebih banyak meluangkan waktu bagi anak. Untuk lebih banyak memperhatikan dan membantu anak. Jangan sampai segala kelimpahan (uang dan fasilitas) yang ada justru menjauhkan saya dari anak saya, dengan berbagai alasan klasik-nya : banyak pekerjaan, mengejar promosi jabatan, dan sebagainya.

Saya jadi merasa masih harus belajar dalam hal menemani anak.

Makanya, ketika anak saya (setelah itu) bertanya kepada saya tentang PR (pekerjaan rumah), saya tiba-tiba saja menjadi lebih bersemangat untuk memberikan penjelasan / menemaninya belajar.

Artinya, saya memang sudah terinspirasi oleh "pasangan bapak dan anak yang sederhana"  di toko komputer itu.

--------------------

Selamat menemani anak.

Kita sebagai orang tua memang yang seharusnya menemani anak. Bahkan dalam keterbatasan (uang maupun waktu) kita. Pun, kalau kita punya uang, uang (yang banyak), uang itu tidak bisa mewakili kehadiran kita dalam menemani anak.

"Menemani Anak = Mencerdaskan Bangsa".

-----o0o-----

  • Foto dan tulisan oleh Constantinus Johanna Joseph, Ilmuwan Psikologi anggota Himpunan Psikologi Indonesia nomor 03-12D-0922. Sarjana di bidang Ilmu Alam dan Sarjana di bidang Ilmu Sosial. Magister Manajemen di bidang Marketing.