Sabtu, 19 Mei 2012

MESEM : "MEnyiapkan diri - Selalu Empati - Menemani"




Pak Adi, penjual ikan hias di Pasar Ikan Hias "Jurnatan" Semarang.
Selalu tersenyum ramah kepada pembeli. 
Juga kepada yang cuma lihat-lihat tanpa membeli.

Oleh : CONSTANTINUS
(Ilmuwan Psikologi - Anggota Himpunan Psikologi Indonesia)

Kalau suatu saat, kita menemani anak membeli ikan hias untuk praktikum Biologi di sekolah, kita sebagai orang tua juga dapat mengajari anak tentang "ketrampilan sosial" dalam berhubungan dengan orang lain. Dengan Pak Adi ini, misalnya. Pak Adi adalah penjual ikan hias. 

Kita tidak hanya membeli ikan, tetapi juga sejenak ngobrol dengan penjualnya. Ini akan menjadi contoh untuk anak kita. Sejak kapan Pak Adi berjualan ? Mengapa Pak Adi berjualan ikan hias ? Tampaknya Pak Adi senang berjualan ikan hias, apa karena dia Sarjana Perikanan ?

O...ternyata Pak Adi meneruskan berjualan ikan hias yang dirintis kakek - neneknya 30 tahun lalu. Awalnya hanya coba-coba, tetapi ternyata menjadi jalan hidupnya. Pak Adi suka berjualan ikan hias, meski dia Sarjana Akuntansi dari Universitas ternama di Semarang.

Dengan kita ngobrol-ngobrol sejenak dengan Pak Adi, anak kita menjadi tahu, bahwa membeli sesuatu juga sekalian bisa  menambah kenalan / teman baru. Juga berarti menambah pengetahuan baru. Tentang penjual ikan. tentang berjualan ikan. Tentang ikan yang dijual. 

Anak juga tambah pengalaman bahwa dengan ngobrol-ngobrol seperti itu kita  bisa mendapatkan harga lebih murah.  Anak diajari tawar-menawar dengan pendekatan personal, bukan semata-mata meminta harga murah.

Semua contoh perilaku kita itu akan diingat dan nantinya ditiru oleh anak kita. Dengan demikian itu akan meningkatkan kemampuan praktis anak kita dalam berhubungan dengan orang lain, yang disebut dengan ketrampilan sosial.

     
Anak punya ide untuk tugas sekolahnya. Dia butuh foto untuk alat peraga.
Sebagai orang tua, kita harus siap untuk menemani dan membantu anak.
Dalam hal ini, memotret peragaan yang dibuatnya.
Yang namanya ide, ya bisa muncul setiap saat.
Demikian juga ide yang muncul pada anak kita : minta bantuan difoto.
Kalau pada saat itu kita sebagai orang tua tidak berada di dekatnya, 
maka hilanglah momen indah untuk menemani anak
yang bermanfaat bagi anak.    

Mohon maaf. Tulisan saya jangan diartikan "orang tua harus 24 jam non stop di dekat anak". Hendaknya tulisan saya dilihat bahwa pada saat kita menemani anak, kehadiran kita sungguh bermakna untuknya. Artinya, kita memberikan perhatian dan bantuan kepadanya. Tentu saja, kalau kehendak anak perlu kita luruskan, ya kita luruskan dengan cara yang baik. Tidak usah marah-marah. Dan jangan pasang wajah masam pada saat menemani anak. Anak akan merasa bahwa kita tidak ikhlas menemani dia. Jangan juga kita berada di dekat anak, tetapi malah asyik dengan Facebook atau BBM. Wah, kacau ! (Tentang hal ini, silakan baca tulisan di blog ini tentang makna hadir dan ada).

Prinsipnya, pada saat kita memang ingin menemani anak, kita harus "mesem". (Huruf e dibaca seperti huruf e dalam kata meter). 

Mesem adalah kata dalam Bahasa Jawa yang artinya tersenyum manis. Ini berarti bahwa pada saat kita menemani anak kita, kita harus berwajah manis (=mesem), bukannya cemberut (berwajah masam).

Selain itu, mesem juga saya buat sebagai singkatan.

ME-nyiapkan diri. Artinya, pada saat kita menemani anak, kita memang harus meluangkan waktu untuk fokus kepada anak dengan senang hati. Jangan sampai kita berada di dekat anak tetapi malah selalu uring-uringan dan marah-marah karena orang lain. Atau karena anak kita. Wah, parah !

S-elalu E-mpati. Empati berarti kita menemani anak dan memberikan perhatian dan bantuan kepada anak sesuai dengan kebutuhan anak. Jika permintaan anak perlu kita luruskan, janganlah dilakukan dengan marah-marah. Apalagi dipukuli. Penyakit yang umumnya menghinggapi kita ----- para orang tua ----- adalah kita menemani anak tetapi menggunakan sudut pandang kita sebagai orang dewasa. Kita harus bisa menyelami dan memahami dunia anak-anak, dengan sudut pandang anak. Dan itu mudah, karena kita dulu juga pernah jadi anak-anak. Kalau kita sebagai orang tua tidak bisa ber-empati, maka yang muncul hanyalah pemaksaan-pemaksaan kepada anak.

M-enemani. Menemani ya menemani. Teman itu kehadirannya menyenangkan. Bermanfaat. Membantu. Kalau kehadiran orang tua justru membuat anaknya susah, itu namanya musuh, bukan teman. 

Bagaimana kalau anak saya termasuk anak yang nakal, malas, dan sejenisnya ? Tulisan ini tidak ditujukan untuk masalah seperti itu. Kalau ada masalah khusus seperti itu,  silakan berkonsultasi dengan Psikolog. Sebab penanganannya harus  dilihat kasus per kasus.

Selamat mesem kepada anak.
Selamat menemani anak.
"Menemani Anak = Mencerdaskan Bangsa".

-----o0o----- 


  • Singkatan mesem dalam tulisan ini saya buat sendiri. Saya tidak meniru dari orang lain. Saya tidak pernah membaca atau mendengar dari orang lain.
  • Terima kasih kepada Pak Adi di Pasar Ikan Hias "Jurnatan" Semarang. Semoga jualannya laris manis.